Barabai, (Antaranews Kalsel) - Masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah hampir 80 persen bermata pencaharian sebagai petani, baik itu itu bertanam padi baugingan atau baarian, berkebun maupun nelayan.

Sebagai bentuk dukungan Pemerintah maka Kepala Daerahnya mendukung penuh bahkan menjadi prioritas utama pembangunan di Kabupaten HST dengan pengembangan pada sektor pertanian dan komitmen menjaga alamnya tetap perawan dengan tidak melakukan perkebunan sawit dan penambangan batu bara.

Pada Bulan Nopember ini sudah memasuki musim penghujan dan petani di dataran rendah menggarap sawahnya mulai dari mentraktor lahan sampai menyemai bibit-bibit padi.

Ada salah satu kebiasaan masyarakat HST yang saat ini masih dilestarikan yaitu bergotong royong dalam melaksanakan usaha pertanian mulai dari bercocok tanam hingga tiba waktu panen. Bentuk gotong royong tersebut mereka sebut dengan tradisi "Baugingan atau baarian".

Menurut salah satu petani di Barabai Muhammad Iqbal menjelaskan, Baugingan atau baarian tersebut merupakan bentuk solidaritas para petani baik itu laki-laki maupun perempuan dalam bercocok tanam maupun memanen padi secara bergotong royong bergantian.

"Kebiasaan tersebut sudah berlangsung lama dimana setiap anggotanya dengan suka rela membantu dengan sistem kerja gotong royong ini memiliki hak untuk dibantu dan berkewajiban untuk membantu," katanya.

Di lain Daerah, sistem gotong royong ini ada juga yang disebut dengan Belale di Sambas dan Paleo di Krayan Kalimantan Timur. 

Umumnya kegiatan Baugingan atau baarian ini dilakukan oleh para petani wanita namun tidak ada yang melarang laki-laki untuk ikut.

Hastinah yang juga warga Barabai menyampaikan ketika musim tanam padi tiba, kaum perempuan biasanya menjelang menggarap sawah mengajak kerabat atau tetangga yang juga memiliki sawah atau ladang untuk bekerja sama dan saling bantu-membantu.

Jumlah orang yang diajak kerja sama tergantung kesepakatan dengan perjanjian satu sama lain yang sudah sama-sama sanggup untuk saling bantu menggarap sawah mereka masing-masing secara bergiliran.

"Jika salah satu kelompok tersebut berhalang atau sakit maka Dia harus mencari gantinya untuk melanjutkan," katanya.

Tuan rumah yang kena giliran penggarapan sawahnya tidak sepeserpun mengeluarkan uang untuk memberi upah, cukup hanya menyediakan santapan istirahat seperti nasi, kue, maupun minuman.

Kegiatan ini juga biasanya dilakukan mulai jam Enam pagi sampai jam 11 siang dan tetap dilakukan baik dalam cuaca cerah, panas maupun hujan kecuali jika cuaca sangat ekstrim seperti petir.

Para petani di HST masih setia menjalankan budaya Baugingan atau baarian ini karena budaya tersebut solidaritas, sosial dan keharmonisan bermasyarakat terpupuk dengan kebersamaan

Budaya tersebut juga mengandung pesan moral dan sosial bagi kita semua yaitu menyelesaikan suatu pekerjaan lebih cepat dan hemat khususnya pekerjaan di sawah. Berkaitan dengan masalah waktu petani HST memiliki efisiensi waktu yang tinggi.

Pewarta: M. Taupik Rahman

Editor : Muhammad Taufikurrahman


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017