Sebuah kerajinan kain tenun Sarigading khas Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan belakangan ini terancam punah, karena itu diperlukan perhatian pemerintah untuk menyelamatklan kerajinan tersebut.


Kain tenun Sarigading HSU mulai dilupakan setelah kian derasnya masuk produk kain tekstil luar, kata Noor Saidah Penenun kain Sarigading di Desa Sungai Tabukan, Selasa.

Para pelaku keraijnan kain tenun inipun kini tersia hanya di dua desa, yaitu Desa Pandulangan Kecamatan Sungai Pandan-Alabio dan Desa Sungai Tabukan di Kecamatan Sungai Tabukan.

Kain tenun Sarigading menjadi langka karena fungsi kain tenun ini kebanyakan hanya dikembangkan untuk peralatan prosesi pengobatan tradisonal yang diwarisi turun-temurun dan bukan untuk tujuan komersil.

Kain Sarigading ini bagi sebagian orang yang dipercayai mampu menyembuhkan sejumlah penyakit yang kadang tidak bisa diatasi secara medis atau kedokteran.

Penyakit yang dianggap tak bisa disembuhkan secara medis tersebut adalah penyakit yang dianggap karena keturunan,makanya pengobatannya harus menggunakan kain tenun Sarigading, kata Noor Saidah.

Saidah mengaku sering kedatangan tamu yang minta dibuatkan kain sarigading sebagai syarat untuk penyembuhan penyakit, meski dia sendiri tidak tahu ikhwal mengapa kain tenun ini bisa menjadi syarat berobat.

"Mereka mengaku sembuh setelah memakai kain tenun saya" ujar Noor Saidah .

Namun yang pasti hanya orang tertentu saja yang menggunakan kain tenun Sarigading ini sebagai media berobat oleh sebab leluhur mereka dulu juga menggunakan kain ini. Ia mengakui kegiatan menenun Kain Sarigading sudah diwarisi keluarganya sejak enam generasi berawal pada Penjajahan Jepang.

Kala itu cerita Saidah Jepang melarang masyarakat HSU menggunakan kain tekstil sehingga mendorong masyarakat menenun kain sendiri secara sembunyi sembunyi. "Bila tidak membuat kain tenun sendiri warga kala itu terpaksa menggunakan bahan seadanya untuk menutupi tubuh mereka" tutur Saidah.

Untungnya, lanjut dia, kegiatan tenun menenun kain ini sudah diwarisi Masyarakat HSU sejak zaman Kerajaan Negara Dipa abad 16 Masehi, meski sempat mundur kala Kolonial Belanda memperkenalkan produk kain tekstil.

Kain Sarigading, kata dia menggunakan Benang Mandar yang dicelup menggunakan pewarna alami, misal dari jenar (kunyit) dan lainnya.

"Semakin bermotif, kain Sarigading semakin mahal" kata Saidah yang ahli membuat Kain Sari Gading aneka motif dan lima warna, dimana harga Kain bermotif ia jual Rp100 ribu per potong, jika tanpa motif Rp 70 ribu per potong.

Kain Sarigading yang hanya satu warna kuning menurutnya kini sudah seberapa laku, yang eksis dicari orang adalah Kain Sarigading lima warna yang bermotif.

Saidah mengaku, kain tenunnya dan peralatan tenunnya pernah diminta pihak Museum Propinsi Kalsel Kota Banjar Baru untuk dijadikan koleksi budaya. Karena Pemprop Kalsel juga mulai menyadari mulai langkanya hasil tenun kain jenis ini yang harus tetap dilestarikan.(Edy/Humas/D)  

Pewarta:

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012