Sebanyak 45 persen wilayah Kalimantan telah disepakati menjadi paru-paru dunia dan wilayah konservasi yang harus tetap terjaga kehijauannya.


Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta di Banjarmasin, Jumat mengatakan, melaksanakan ketetapan tersebut kini pihaknya sedang membangun dan mengembangkan teknologi terbarukan untuk mengurangi eksploitasi energi fosil di daerah ini.

"Perlu ada terobosan-terobosan dari pemerintah daerah untuk tetap menjaga kondisi alam Kalimantan tetap baik," katanya.

Salah satunya dengan mengurangi eksploitasi energi fosil dengan mengganti berbagai macam energi alternatif antara lain biogas, biodisel dan lainnya kendati saat ini secara ekonomi belum pas.

Seperti industri biodisel yang dikembangkan di Kabupaten Kotabaru, yang kini belum bisa berjalan dengan maksimal karena produksinya lebih mahal dibandingkan dengan BBM bersubsidi.

"Kendati lebih mahal, pengembangan teknologi seperti tersebut harus tetap dilaksanakan sambil melakukan penyempurnaan sehingga didapat nilai ekonomi yang pas," katanya.

Selain itu, kata dia, saat ini pemerintah nasional juga mengurangi ekspor gas ke beberapa negara karena lebih mengutamakan untuk kebutuhan domestik dan nasional.

Pengurangan ekspor gas tersebut dilakukan untuk menghemat pemanfaatan energi dalam negeri sehingga tidak cepat habis sebelum negara mampu mengembangkan energi yang lebih murah dan awet.

Pernyataan Menteri tersebut menjawab pertanyaan dari Wakil Wali Kota Banjarmasin Iwan Ansari yang merasa khawatir, ketetapan 45 persen wilayah Kalimantan paru-paru dunia akan menghambat perkembangan pembangunan Kalimantan.

"Kalimantan merupakan daerah kaya sumber daya alam, dengan ketetapan 45 persen wilayahnya sebagai paru-paru dunia tersebut apakah tidak akan mengganggu proses pembangunan, karena sebagian besar wilayahnya masuk daerah konservasi," katanya.

Staf Ahli Menristek dan Deputi Jaringan Iptek Kementerian Ristek Prof Amin Soebandrio mengatakan, perlu adanya regulasi untuk menjaga kelestarian lingkungan di Kalimantan.

"Memang terkesan kontradiktif penetapan 45 persen wilayah Kalimantan sebagai paru-paru dunia mengingat di daerah ini terdapat sekitar 12 industri nasional yang antara lain berbasis tambang," katanya.

Dengan demikian, perlu ada peraturan dan regulasi yang tegas untuk mengatur wilayah Kalimantan untuk tambang maupun yang untuk daerah konservasi.

"Misalnya saja wilayah A tidak boleh ditambang sebelum adanya reboisasi di wilayah B yang telah ditambang terlebih dahulu, jadi penambangan dilakukan secara bergantian," katanya. /B/D

Pewarta:

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012