Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Lantaran termakan usia dan dibangun seadanya secara swadaya masyarakat pada puluhan tahun lalu, kondisi jembatan pun banyak dalam kondisi rusak dan terlihat angker serta berbahaya apabila dilalui warga. 

Pondasi jembatan yang bergoyang ketika dilewati orang atau kendaraan hingga lantai jembatan yang terbuat dari kayu ulin yang sudah bolong-bolong jabuk dimakan jaman, baik karena hancur maupun paku yang terlepas dan akhirnya jatuh ke sungai atau hilang. 

Mau gimana lagi, keberadaan jembatan-jembatan kecil di Jalan Sungai Gampa, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin itu begitu penting. Lantaran kawasan perkampungan di pinggiran kota itu banyak terdapat sungai-sungai kecil yang membelah beberapa jalan, termasuk empat jembatan besar yang menghubungkan kampung di sisi kanan dan sisi kiri sungainya.
     
Dari keadaan itu lah ratusan prajurit membangun kembali puluhan jembatan di Jalan Sungai Gampa yang menjadi salah satu misi Program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) Ke-100 yang dilaksanakan Kodim 1007 Banjarmasin, selain membuat jalan sepanjang 729 meter dengan lebar dua meter. Termasuk sasaran tambahan bedah rumah sebanyak enam unit rumah warga yang kondisinya sangat memprihatinkan. 
     
Tugas prajurit yang tergabung dalam Tim Satuan Tugas (Satgas) TMMD Ke-100 di bawah komando Dansatgas Letkol Inf Wilson Napitupulu pun tak mudah dipandang mata. Bayangkan saja, sebanyak 23 jembatan harus disulap atau dibangun dalam kurun waktu hanya 30 hari, terhitung sejak pembukaan TMMD Ke-100 pada 27 September 2017 hingga ditutup 26 Oktober 2017.
      
Ada 19 jembatan kecil dengan panjang dari empat meter hingga enam meter dan lebar dua meter di sepanjang Jalan Sungai Gampa RT 22 yang mesti dibangun ulang. 

Sedangkan untuk jembatan besar panjang sekitar 30 meter dan lebar dua meter ada empat buah yang juga harus disulap menjadi bagus dalam waktu relatif singkat.
     
Setelah melalui kerja keras tak kenal lelah bersama warga yang banyak turut membantu, Tim Satgas TMMD pun berhasil mewujudkan sarana infrastruktur jalan dan jembatan di Sungai Gampa yang nyaman dan aman dilalui. Maklum saja, selama ini warga yang melintas di atas jembatan merasa angker karena takut jatuh ke sungai.
     
"Sudah sering jatuh ke sungai, paling banyak anak-anak yang melintas menggunakan sepeda," tutur Ketua RT 22 Mulyadi (40) yang ditemui Kantor Berita Antara, pada Jumat (20/10) siang di sebuah pos tepi sungai, tempat warga di Sungai Gampa sering berkumpul santai.
     
Terbangunnya jembatan baru hasil kerja Satgas TMMD, ungkap Mulyadi, membuat jembatan terasa tidak "angker" lagi ketika dilewati. Apalagi setiap sisi kanan dan kiri jembatan sekarang dibangun pagar pembatas agar warga yang melintas tidak terjatuh ke sungai.
     
Pelaksanaan Program TMMD di Sungai Gampa memang penuh tantangan bagi Tim Satgas yang total berjumlah 200 orang, terdiri dari prajurit Kodim 1007/Banjarmasin, Yonif 623/BWU, Denzipur 8/GM, Lanal Banjarmasin, Lanud Sjamsudin Noor dan anggota Polresta Banjarmasin.
     
Akses jalan sangat tak mendukung untuk masuknya material bahan bangunan membuat transportasi sungai menjadi jalur satu-satunya yang bisa digunakan. Perahu kecil bermesin atau warga Banjarmasin menyebutnya dengan nama kelotok menjadi tumpuan utama dorongan material ke Sungai Gampa agar bisa dilakukan.
     
Bahkan semua pekerjaan juga dilakukan secara manual dengan tenaga manusia alias tanpa bantuan alat bermesin sedikit pun, lebih-lebih lagi kendaraan alat berat yang mustahil bisa masuk ke lokasi pekerjaan pembuatan jalan dan jembatan itu.  
     
Seperti pekerjaan menumbuk tiang pancang jembatan yang terbuat dari kayu ulin, digunakan alat pancang manual atau kerap disebut kepala babi yang ditarik bersama-sama prajurit dan warga yang bahu-membahu secara bergantian membantu pekerjaan setiap harinya.
     
Proses pembuatan jalan juga demikian. Pengurugan tanah yang diambil prajurit dari kelotok kemudian diangkut di atas bahu atau punggung dan ditumpahkan ke jalan yang diurug pasir batu (Sirtu) di atasnya pecahan batu gunung kecil yang kemudian diratakan dengan sekop dan cangkul.
     
Antusias warga Sungai Gampa dengan dilaksanakannya Program TMMD di perkampungan mereka memang sangat terasa. Terbukti dari setiap harinya ada sekitar 15 warga yang ikut bergabung dengan Satgas untuk bekerja. Bahkan pada Hari Minggu, warga yang ikut bergotong royong bisa mencapai 30 orang.
     
Salah satu anggota Satgas TMMD Pelda Januri (43) mengakui, semangat gotong royong warga sangat tinggi. Tak hanya ikut bekerja, warga juga banyak memberikan makanan dan minuman secara sukarela. 

Alhasil, dengan ke ramahan warga prajurit pun tak perlu khawatir anggaran kecil hanya berkisar Rp26.150 perhari uang makan yang diserahkan kepada tuan rumah tempat prajurit bermalam selama pelaksanaan TMMD, lantaran warga dengan ikhlas membantu mencukupi kebutuhan konsumsi prajurit untuk tiga kali makan perharinya.
     
"Kami sangat berterima kasih kepada masyarakat Sungai Gampa atas dukungan penuhnya untuk kesuksesan TMMD, Kemanunggalan TNI dan rakyat benar-benar terwujud nyata di sini. Selama empat kali saya mengikuti TMMD, baru di Sungai Gampa ini masyarakatnya sangat antusias dan peduli," ujar anggota Kodim 1007/Banjarmasin selaku Bintara Operasional (Batiops) TMMD di Sungai Gampa.

Cerita berbeda diungkapkan Sertu Eko Budi Wiharjo (30). Prajurit Denzipur 8/GM ini kembali harus berpisah sementara dengan keluarga kecilnya karena mendapatkan tugas Negara dalam Program TMMD Ke-100. Seperti diketahui, seluruh anggota Satgas TMMD diwajibkan bermalam di rumah-rumah penduduk selama satu bulan penuh pelaksanaan TMMD. 

Hal itu dimaksudkan agar waktu yang ada bisa dimaksimalkan untuk bekerja, termasuk Hari Minggu tetap bekerja. Jadi, tidak ada istilah hari libur bagi prajurit.   
     
Padahal Eko baru saja tiba di Indonesia pada 31 September 2017 lalu, setelah menyelesaikan misi perdamaian di Bangui, Afrika Tengah selama satu tahun. 

Eko tergabung dalam Satuan Tugas Kompi Zeni Tentara Nasional Indonesia (Satgas Kizi TNI) Kontingen Garuda (Konga) XXXVII-C/Minusca (Multidimensional Integrated Stabilization Mission in Central Africa Republic) yang bertugas membangun sarana infrastruktur di negara yang diselimuti konflik antar kelompok bersenjata tersebut.
 
Pria berpangkat Sertu itu pun hanya bisa memandang foto dan melihat rekaman video buah hatinya Talitha Etira Lestari yang baru berusia satu setengah tahun melalui handphonenya. Sesekali dia melakukan video call dengan sang istri Marlina Mutiara Suci (22) untuk mengobati rasa rindunya terhadap keluarga.
     
Bagi Eko, suksesnya pelaksanaan TMMD adalah harga yang harus dibayar dengan pengorbanannya meninggalkan keluarga. Jadi, kata dia, setiap pekerjaan dilakukannya dengan maksimal, sehingga hasil pembangunannya bisa dinikmati masyarakat Sungai Gampa dalam kurun waktu yang lama.
     
"Apalagi seperti membangun jembatan, tidak boleh sembarang jadi, semua ada perhitungannya agar jembatan benar-benar kokoh dan seimbang kemiringannya antara kedua sisinya," ungkap alumni Secaba PK-16 TNI-AD ini.
     
Sebagai prajurit Detasemen Zeni Tempur (Denzipur) 8 Kodam VI/Mulawarman yang memiliki kualifikasi keahlian dalam salah satu tugas pokoknya konstruksi, Eko pun menjamin kualitas pekerjaan Satgas TMMD Ke-100 di Sungai Gampa.
     
Rampungnya pembangunan jalan dan jembatan pasca pelaksanaan TMMD Ke-100 Kodim 1007/Banjarmasin yang resmi ditutup dengan upacara penutupan di Balai Kota oleh Walikota Banjarmasin Ibnu Sina, Kamis (26/10) siang, memberi harapan baru 485 penduduk yang menghuni kawasan Sungai Gampa. 

Warga yang mayoritas berprofesi sebagai petani itupun optimis, perkampungan mereka semakin maju dan membawa hasil pertanian tidak lagi melulu menggunakan perahu melalui jalur sungai, namun juga bisa lewat jalur darat karena jalan dan jembatan sudah terbangun kokoh dan bagus.
 
Berkah TMMD
  
Hadirnya ratusan prajurit TNI juga membawa berkah tersendiri bagi Hadijah (32). Warga yang rumahnya terletak di seberang Poskotis TMMD Ke-100 di Sungai Gampa ini membuka warung dadakan yang menyediakan beragam makanan dan minuman seperti mie instan, aneka gorengan, kopi, susu, es sirup dan es kelapa. Jualannya di teras rumah pun laris manis diserbu prajurit setiap harinya.
     
Dari hasil penjualan tersebut, perempuan berjilbab ini mengaku bisa meraup untung bersih rata-rata sekitar Rp75 ribu perhari. Itu artinya, dari satu bulan pelaksanaan TMMD, Hadijah mendapatkan total untung Rp 2.250.000. Sungguh nominal cukup besar bagi dia yang perekonomian keluarga sehari-harinya hanya bertumpu pada pendapatan suami sebagai petani, penggarap lahan kecil untuk kebun buah dan padi yang tak seberapa hasilnya.

"Alhamdulillah dengan adanya TMMD ini bisa sedikit membantu perekonomian kami sekeluarga karena saya bisa membuka warung dadakan guna menyediakan bapak bapak prajurit untuk minum kopi dan makan gorengan, " ujarnya. 
     
Sementara itu ada Harapan yang dilontarkan Kepala SDN Benua Anyar 9 Basirunsyah. Kedepan, Sekolah Dasar satu-satunya di perkampungan itu diyakini tak lagi kekurangan murid. Pasalnya, akses jalan yang selama ini dikeluhkan wali murid sudah bisa teratasi dengan hadirnya Satgas TMMD membangun sarana infrastruktur yang vital bagi kawasan tepi sungai itu.
     
"Saat ini kami hanya memiliki 67 murid dari enam kelas yang ada. Semoga pada penerimaan peserta didik baru nanti, banyak siswa dari luar Sungai Gampa berminat sekolah di sini seiring baiknya jalan dan jembatan sekarang," pungkas Basirunsyah dengan nada optimis.

Pewarta: Firman

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017