Banjarbaru, (Antaranews Kalsel) - Pengurus dan anggota Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dibekali penanganan anak berkebutuhan khusus sehingga memiliki kemampuan menanganinya.

Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Kalsel Ernita Sarmini di Banjarbaru, Senin, mengatakan, pihaknya membekali pengurus dan anggota PKK melalui sosialisasi penanganan ABK itu.

"Sosialisasi diperlukan agar pengurus dan anggota PKK memiliki pengetahuan, keterampilan dan wawasan pendidikan khusus, serta menguasai konsep untuk penanganan dini ABK," ujarnya.

Dijelaskan, sosialisasi penanganan ABK yang diikuti 50 pengurus maupun anggota PKK penting sehingga mereka bisa memaksimalkan penanganan agar tidak terjadi perbedaan perlakuan.

Ditekankan, penanganan ABK secara dini diperlukan agar mereka mendapat perlakuan yang sama meski pun memiliki kekurangan baik dari segi pemikiran maupun kemampuan fisiknya.

"Mereka harus menguasai konsep penanganan dini ABK secara maksimal sehingga bisa memberikan perlakuan yang dengan anak-anak normal lainnya tanpa ada perbedaan," ungkapnya.

Ketua TP PKK Kota Banjarbaru Ririen Nadjmi Adhani mengatakan, penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus sesuai amanat UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003.

Disebutkan, sistem pendidikan nasional mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu, relevasi dan efisiensi pengelolaan manajemen pendidikan.

"Termasuk pendidikan khusus dan layanan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang berada di sekolah khusus maupun sekolah umum," ucapnya.

Dikatakan, pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat sehingga mereka harus mendapat perlakuan yang sama.

"Negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk memiliki perbedaan kemampuan (difabel)," ujarnya.

Dikatakan, anak-anak difabel sudah disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) berbagai tingkatan pendidikan.

"Penyediaan fasilitas itu secara tidak langsung menghambat proses saling mengenal anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel sehingga mereka merasa terasing," ujarnya.

Pewarta: Yose Rizal

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017