Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam gelar seminar nasional dan lokakarya yang dihadiri para pakar hukum di Gedung Serba Guna (GSG) ULM Banjarmasin, Rabu.
Ketua Pelaksana Kegiatan tersebut Daddy Fahmanadie SH LLM di Banjarmasin, Rabu, menyampaikan sejumlah pakar hukum yang menjadi narasumber pada kegiatan yang bertajuk "RKUHAP sebagai Dasar Penegakan Hukum Menurut Konstitusi" tersebut dari beberapa universitas terkemuka.
Baca juga: ULM optimalkan aset dan pengelolaan unit bisnis tingkatkan PNBP
Dari ULM sendiri, yakni Guru Besar Fakultas Hukum Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, S.H., Sekretaris Program Doktor Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Dr. Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H dan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr. Septa Candra, S.H., M.H.
"Peserta yang hadir pada seminar nasional ini sebanyak 135 orang," ujar Daddy.
Menurut dia, diskusi mengulas lima pokok pembahasan krusial terkait revisi KUHAP, termasuk urgensi penguatan asas legalitas dalam hukum acara pidana.
Kemudian, ujar dia, pentingnya koordinasi antar lembaga penegak hukum untuk menghindari tumpang tindih wewenang. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam sistem peradilan pidana.
Selanjut, kata dia, posisi asas "Dominus Litis" yang tidak boleh dipaksakan dalam kondisi tertentu, melainkan harus selaras dengan teori subsistem peradilan pidana dan fungsi koordinasi.
"Para narasumber menekankan bahwa RKUHAP harus menjadi momentum untuk menciptakan sistem koordinasi yang jelas, efektif dan berkeadilan, sekaligus mencegah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)," ujar Deddy.
Prof Hadin Muhjad menyampaikan, pembaharuan KUHAP melalui RUU perubahan nomor 8 tahun 2081 tentang KUHAP mendesak dilakukan untuk menjawab dinamika hukum pidana materiil pasca terbitnya KUHP 1/2023.
Baca juga: ULM-KLH perkuat program kawal ekosistem lahan basah
Dia pun menyampaikan beberapa poin kritis, yakni penghapusan tahap penyelidikan dalam RUU KUHAP berpotensi mengurangi akuntabilitas dan mengabaikan prinsip checks and balances, terutama karena tahap ini berperan memastikan indikasi awal tindak pidana sebelum penyidikan.
Kemudian, kata dia, UUD 1945 mengamanatkan kepolisian sebagai penegak hukum utama. Pengurangan kewenangan Polri dalam penyidikan bertentangan dengan mandat konstitusi dan perlu dihindari.
Menurut Hadin, diperlukan mekanisme "checks and balances" yang jelas antara Penyidik (Polri) dan Penuntut Umum (Kejaksaan).
"Kejaksaan sebaiknya berperan sebagai quality control tanpa intervensi langsung, kecuali pada kasus khusus sesuai UU," ujarnya.
Dia pun berpendapat, KUHAP baru wajib menjadi payung hukum yang koheren, menghindari tumpang tindih dengan UU sektoral, serta menjunjung prinsip demokrasi, transparansi dan perlindungan martabat manusia.
"KUHAP yang baru diharapkan mampu menciptakan sistem peradilan pidana yang adil, efisien dan konstitusional, dengan tetap mempertahankan kewenangan Kepolisian sebagai garda terdepan penegakan hukum sesuai amanat UUD 1945," ujarnya.
Sedangkan, Wakil Rektor UMJ Dr. Septa Candra menyampaikan, revisi RKUHAP harus mengutamakan koordinasi horizontal antara penyidik dan penuntut umum guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Menurut dia, sistem diferensiasi fungsional (pemisahan tugas antar lembaga) harus dipertahankan, dengan tetap memastikan kerjasama berbasis prinsip keadilan material dan transparansi.
"Asas dominus litis tidak boleh memberi kewenangan tunggal kepada penuntut umum, melainkan tetap mengedepankan pengawasan horizontal demi menghindari monopoli dan rekayasa kasus," ujarnya.
Seminar nasional tersebut menyampaikan kesimpulan dan rekomendasi, yakni diantaranya, revisi KUHAP wajib mengedepankan prinsip keadilan material, transparansi dan keselarasan dengan UUD 1945.
Selanjut, adopsi sistem hukum asing perlu disesuaikan dengan konteks lokal Indonesia, mengutamakan nilai-nilai keadilan berbasis kearifan nasional. KUHAP baru diharapkan menjadi payung hukum yang diikuti peraturan sektoral untuk menjamin konsistensi penegakan hukum.
Kemudian, Asas Dominus Litis harus dikaji ulang agar tidak bertentangan dengan subsistem peradilan pidana dan fungsi koordinasi antar lembaga.
Baca juga: ULM hadirkan jawara KBMK asal Unhas untuk bisa meraih prestasi
Editor : Gunawan Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2025