Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Kalimantan Selatan H Iberahim Noor mengatakan, tampaknya sulit membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Bank Perkreditan Rakyat milik pemerintah daerah tersebut.


"Pasalnya Raperda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) itu mencakup dua aspek, yaitu perubahan status badan hukum serta penggabungan, yang belum ada aturan sebagai rujukan," ujarnya menjawab Antara Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Senin.

Dengan melihat dasar hukum sebagai rujukan, menurut wakil rakyat dari Partai NasDem itu, pembahasan Raperda tentang BPR tersebut kemungkinan tidak bisa berlanjut.

"Kalau pun pembahasan berlanjut, mungkin sebaiknya mengenai perubahan status badan hukum dan rencana marjer BPR tersebut dengan Raperda/Perda sendiri-sendiri," tutur wakil rakyat yang pernah studi di Akademi Administrasi Negara (AAN) Banjarmasin itu.

Selain itu, kepemilikan BPR di Kalsel tidak seutuhnya pemerintah provinsi (pemprov) setempat, tetapi juga dari pemerintah kabupaten (pemkab), tambah wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel IV/Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Namun untuk mendapatkan gambaran buat pembahasan Raperda BPR tersebut lebih lanjut, Pansus II DPRD Kalsel menjadwalkan studi komparasi ke Provinsi Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Barat (Jabar), demikian Iberahim Noor.

Sementara itu, anggota Pansus II DPRD Kalsel Hasan Mahlan mengatakan, pansusnya mengonsultasikan Raperda BPR tersebut ke Dirjen Keuangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia, 22 - 24 Maret lalu.

"Pada dasarnya pihak kementerian menyambut positif terhadap Raperda BPR di Kalsel tersebut dalam kaitan efesiensi. Tetapi pihak kementerian juga mengaku tidak ada dasar hukum terkait Raperda BPR Kalsel," katanya.

"Pihak kementerian tersebut tidak melarang dan tidak pula membolehkan. Tetapi mereka menerangkan, bahwa akan ada peraturan pemerintah (pp) terkait BPR di Indonesia," lanjutnya.

Ia menambahkan, berdasarkan informasi yang dia terima, beberpa provinsi di Indonesia, Perda perubahan status badan hukum dan penggabungan BPR itu sendiri-sendiri, tidak dalam satu perda.

Sebagai contoh di Jatim dan Jabar Perda status badan hukum BPR terpisah/tidak menjadi satu dengan Perda penggabungan BPR, tutur politikus senior Partai Golkar tersebut.

Tetapi sistem penggabungan BPR dari kedua provinsi tersebut berbeda, kalau di Jatim pada tingkat provinsi, sedangkan Jabar per wilayah kabupaten/kota, demikian Hasan Mahlan.

Dari 13 kabupaten/kota di Kalsel tidak semua terdapat BPR, seperti Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru tak ada BPR milik pemerintah daerah (pemda) yang berjumlah 22 unit tersebut.

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017