Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah angkatan bersenjata Indonesia dalam menjaga pertahanan NKRI. Sejak tanah air merdeka pada 17 Agustus 1945, TNI bersama rakyat mengambil peran untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara.
TNI diperkuat tiga matra, Angkatan Darat (TNI AD), Angkatan Laut (TNI AL), dan Angkatan Udara (TNI AU). Di antara ketiga matra ini, TNI AD adalah matra dengan jumlah pasukan terbanyak, mencapai 470.000 personel.
TNI AD bertanggungjawab terhadap operasi pertahanan di darat, menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain, melaksanakan pembangunan dan pengembangan kekuatan di darat, dan melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat.
Baca juga: Kodam Mulawarman tuntaskan misi kemanusiaan TMMD-119 pada empat wilayah
Dalam melaksanakan pembangunan, pemberdayaan, dan pengembangan kekuatan di darat, TNI AD menilai perlu gebrakan untuk mewujudkan Kemanunggalan TNI dengan hadir langsung di tengah rakyat.
Pada 1980, TNI mencetuskan program ABRI Masuk Desa (AMD) untuk mempererat hubungan dengan rakyat. Harapannya, kesejahteraan meningkat melalui pemerataan pembangunan infrastruktur. Setelah era reformasi, AMD beralih nama menjadi TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD).
Sasaran TMMD
Pada Februari 2024, TMMD memasuki pelaksanaan yang ke-119 melibatkan 50 Komando Distrik Militer (Kodim) se-tanah air. Mengusung tema “Dharma Bhakti TMMD Mewujudkan Percepatan Pembangunan di Wilayah”.
Waaslog KSAD Bidang Faskon BMN Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabesad) Brigjen TNI Mahfud Ghozali mengatakan TMMD ke-119 untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di daerah.
“Ada empat sasaran TMMD ke-119, yakni daerah terisolir, daerah kumuh, daerah pulau terluar, dan daerah terdampak banjir,” kata dia selaku Ketua Tim Pengawas dan Evaluasi (Wasev) TMMD ke-119 ketika memantau Satgas TMMD Kodim 1007/Banjarmasin.
Sejalan dengan empat sasaran itu, Satgas TMMD119 Kodim 1007/Banjarmasin memusatkan pembangunan di Sungai Lulut, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Sungai Lulut, desa ini diberi julukan sebagai penyangga pangan bagi Kota Banjarmasin. Penduduknya mayoritas petani. Meskipun daerah ini lahan basah yang kurang mendukung kegiatan pertanian, namun hasil pertanian padi di daerah ini terbilang andalan bagi Kota Seribu Sungai, julukan Banjarmasin.
“Sungai Lulut memiliki lahan pertanian sekitar 323 hektare, hingga saat ini masih menjadi penyangga pangan, khususnya saat harga beras naik,” kata Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina.
Karena kondisi geografis lahan basah, masyarakat di desa ini sering kali mengeluhkan infrastruktur jalan yang kurang mendukung, entah banjir atau air sungai surut, tetap menjadi bencana yang merugikan bagi petani. Wajar saja, daerah yang dijuluki seribu sungai, hampir setiap sudut kawasan ada anak sungai.
Kondisi geografis ini menjadi hambatan bagi masyarakat, apalagi di tengah keterbatasan anggaran pemerintah daerah, bukan hal yang mudah bagi warga Sungai Lulut mendesak pembangunan infrastruktur.
Karena kondisi geografis lahan basah pula, ditambah banyaknya titik jalan terputus, sehingga saat memanen hasil pertanian, 100 persen petani mengandalkan perahu kecil, Jukung namanya, alat transportasi untuk mengangkut hasil pertanian.
Baca juga: Pendim 1007/Banjarmasin dan media massa sinergi publikasi TMMD ke-119
Kondisi ini memaksa petani harus bolak balik lebih dari 10 kali dari sawah yang berjarak kiloan meter ke tempat tinggal, karena tidak ada akses jalan darat yang menghubungkan langsung. Memang terbilang melelahkan, belum lagi tenaga sudah habis saat mengarit padi. Kenyataan memaksa petani mendayung perahu kecil untuk mengangkut padi, entah hujan atau terik matahari, mereka bekerja untuk nafkah keluarga sehari-hari.
Saat air sungai surut, perahu tidak bisa digunakan, terpaksa petani menunggu air pasang. Memaksa kondisi juga tidak ada gunanya karena kedalaman lumpur bisa saja menjadi petaka tenggelam di kubangan lumpur.
Pada 20 Februari 2024, Satgas TMMD ke-119 Kodim 1007/Banjarmasin berjumlah 180 personel memulai pembangunan sarana dan prasarana untuk mendukung aktivitas pertanian masyarakat di Sungai Lulut ini.
Tentu ini menjadi kebahagiaan yang dinanti oleh warga Sungai Lulut. Di saat keterbatasan anggaran pemerintah daerah, Satgas TMMD hadir sebagai solusi membantu pemerintah daerah untuk memecahkan persoalan pemerataan pembangunan bagi daerah terluar seperti Sungai Lulut, berbatasan langsung dengan Kabupaten Banjar.
Satgas TMMD memetakan sarana dan prasarana mendesak yang dibutuhkan warga Sungai Lulut.
Setelah dipetakan, ada enam titik akses jalan putus yang selama ini menjadi kesulitan bagi petani, pembangunan jembatan mulai dirancang menggunakan bahan Kayu Ulin, kayu ini jadi pilihan karena tahan lama jika berada di lahan basah. Semakin lama di air, semakin kuat kayunya.
Satgas TMMD membangun enam jembatan yang berjarak masing-masing hingga ratusan meter, untuk mempercepat proses, satgas dibantu masyarakat. Jembatan ini dibangun sekokoh mungkin.
Menunggu progres bangunan jembatan selesai, beberapa satgas lainnya melaksanakan pembangunan sarana lain, mulai dari mushola, tempat wudhu, pos keamanan lingkungan, hingga MCK.
Sarana ini memang terbilang tidak mewah bagi warga perkotaan, tetapi perhatian seperti ini sangat dibutuhkan bagi mereka yang tinggal di bantaran sungai kecil dan daerah terluar.
“Desa ini memiliki potensi hasil pertanian, tetapi akses jalan sangat sulit. Semoga dengan hadirnya TMMD, desa ini semakin maju untuk menyokong pasokan pangan di Banjarmasin,” kata Bintara Pembina Desa (Babinsa) Sungai Lulut Peltu Erik.
Selain memulihkan kesenjangan infrastruktur, TMMD juga menilai pentingnya meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat desa.
Ada kesenjangan sosial dirasakan yang selama ini tidak terungkapkan. Kondisi ini memang terbilang wajar karena di negara manapun tidak ada pembangunan yang berhasil 100 persen, tentu akan tetap ada kekurangan pada beberapa sektor.
TMMD tidak ingin pembangunan infrastruktur nantinya sia-sia, satgas merancang pembangunan non fisik yang berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM).
Mulai penyuluhan pertanian, perikanan, lingkungan hidup, stunting, narkoba, keluarga berencana, pelayanan kesehatan gratis, edukasi wawasan kebangsaan, hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat, hingga penyaluran bantuan sosial.
Satgas TMMD diberikan waktu 30 hari untuk menyelesaikan dan memberikan solusi atas kebutuhan mendesak yang dialami masyarakat Sungai Lulut.
Pelan tapi pasti, pembangunan infrastruktur berjalan mulai memasuki tahap akhir, seiring waktu berjalan juga edukasi dan sosialisasi digiatkan kepada masyarakat mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Hampir empat pekan berjalan, enam buah jembatan sudah berdiri kokoh melintang di atas sungai sungai kecil. Sarana dan prasarana lain pun ikut selesai.
Perjuangan Prajurit
Sebagai ujung tombak TMMD, 30 hari pula lamanya prajurit mempersiapkan, merancang, membangun, hingga tahap penyelesaian.
Kondisi lapangan memang tak dapat dielakkan, mulai dari pembangunan jembatan, sarana dan prasarana penunjang, bakti sosial, terik dan hujan pun harus dilalui.
Mental yang sudah terbentuk merupakan modal utama menuntaskan misi kemanusiaan itu.
Baca juga: Dandim Gunantyo kunjungi lokasi TMMD ke-120
Jika saat hujan deras, prajurit kerap kesulitan dengan kondisi lapangan yang penuh lumpur, bekerja di atas kubangan lumpur tidak seenak yang dibayangkan.
Apalagi yang namanya lahan basah, ditambah hujan deras, air sungai pasang, tetapi tidak ada alasan berhenti. Perintah pimpinan adalah amanat rakyat yang harus dituntaskan.
Prajurit harus mengangkut bahan bangunan ke titik lokasi area sawah. Karena dikelilingi sungai yang panjang, kerap memanfaatkan perahu kecil untuk mengangkut bahan membangun jembatan, mendayung sampan, itu pun jika air sungai dalam kondisi pasang. Untungnya selama pelaksanaan, air sungai tidak surut parah sehingga cukup membantu dalam pengantaran bahan ke lokasi.
Karena jika air sungai surut, prajurit menempuh daratan yang sebagian bahu jalannya rusak karena banyak lumpur dalam, juga melewati kubangan lumpur di tengah jalan yang terputus.
Saat pengerjaan jembatan, bekerja di atas kubangan lumpur, dan harus memastikan tiang jembatan tertancap dalam hingga menyentuh bagian yang cukup keras. Sesekali dengan berenang di lumpur jadi gurauan menghilangkan lelah.
Pada momen ini yang paling dibutuhkan tenaga dan kekuatan penuh. Menggunakan kayu panjang melintang di atas tiang, beberapa prajurit berbaris di atas kayu. ada yang memukul bagian tengah dengan palu besar, ada pula yang menggunakan kekuatan kaki.
Di samping itu, ada yang memotong dan menggergaji kayu, memalu bagian papan. Jika kekurangan bahan, mereka menggunakan perahu kecil mengangkut bahan bangunan agar menghemat waktu.
Kondisi lapangan lumpur memang salah satu kendala, tetapi bukan berarti prajurit buntu, segala cara harus dipikirkan. Mulai dari pagi hari, siang, malam, hingga subuh, mereka bekerja sesuai dengan tugas masing-masing.
Delapan hari sebelum tahapan akhir penyelesaian, mereka bekerja sambil menjalankan ibadah puasa, syukur syukur cuaca mendung bisa menghilangkan haus dahaga.
Namun, kadang kala cuaca terik, haus dahaga jadi tantangan yang paling menguji iman prajurit. Tetapi semua berhasil dilalui.
Akses Darat Terbuka
Jika sebelumnya menjangkau lahan pertanian harus menggunakan perahu kecil, sekarang sudah bisa diakses menggunakan alat transportasi darat, berjalan kaki pun bisa meski jaraknya cukup jauh.
Salah satu petani Desa Sungai Lulut, Fauzi (58) mengungkapkan sebelumnya masyarakat harus berjuang melintasi kubangan lumpur, anak sungai, jalan terputus akibat banjir saat hendak ke sawah sehingga aktivitas petani lumpuh total karena ketinggian lumpur mencapai lebih dari 1,5 meter.
“Setelah jembatan ini ada, kami bisa kapan saja mengangkut hasil panen, terima kasih untuk TNI AD, kami sangat bersyukur karena TMMD hadir memberikan solusi atas kesenjangan infrastruktur,” kata pria yang sudah puluhan tahun berprofesi sebagai petani dan juga tokoh masyarakat di desa itu.
Sesuai tugas pokok dan fungsi, TMMD sebagai salah satu implementasi dari tugas operasi militer TNI selain perang, yakni memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukung lainnya.
Berbekal keterbatasan anggaran, Satgas TMMD dituntut berpikir cepat, tepat, dan memberikan solusi atas persoalan masyarakat di tengah-tengah keterbatasan pemerintah daerah dalam mewujudkan pemerataan pembangunan.
Kegiatan TMMD merupakan bagian dari pembinaan teritorial yang pada hakikatnya sebagai salah satu kegiatan utama untuk mencapai tugas pokok TNI AD, kegiatan yang sangat strategis untuk memenangkan pertempuran dan membantu mengatasi kesulitan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas yang mempunyai nilai strategis tersebut diperlukan suatu konsep mengoptimalkan kegiatan TMMD dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, hal ini juga sebagai wujud kepedulian TNI terhadap rakyat.
“Karena TNI berasal dari rakyat, sudah merupakan hal yang wajar apabila pokok perjuangannya demi kepentingan rakyat,” kata Komandan Satgas TMMD ke-119 Kodim 1007/Banjarmasin Kolonel Inf Arman Aris Sallo.
TMMD adalah suatu program terpadu antara TNI khususnya TNI AD dan pemerintah daerah yang bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan di daerah, dengan harapan kesejahteraan masyarakat di daerah juga akan meningkat.
Selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, TMMD juga bertujuan untuk pembinaan keamanan wilayah.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah karena secara umum masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan dan sebagian besar tinggal di daerah pedesaan.
TMMD dapat terlaksana dengan baik apabila adanya kerja sama semua unsur yang terlibat baik TNI, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Kerja sama yang baik akan terlaksana melalui koordinasi yang mantap baik pada saat penganggaran atau program dimulai.
Program TMMD di Sungai Lulut terbilang berhasil, selama 30 hari satgas melibatkan masyarakat dengan harapan apa yang dibangun sesuai dengan keinginan dan kebutuhan rakyat. Bahkan dengan keterbatasan anggaran, Satgas TMMD telah memberikan lebih dari apa yang diharapkan rakyat. Tidak hanya hasil pembangunan fisik, tetapi memperkuat hubungan emosional antara TNI dengan rakyat untuk menjaga kedaulatan negara di daerah.
Panglima Kodam VI/Mulawarman Mayjen TNI Tri Budi Utomo menilai TMMD yang berlangsung sejak 20 Februari - 20 Maret 2024 khususnya di empat wilayah Kodam VI, yakni Kodim 1007/Banjarmasin dan Kodim 1005/Barito Kuala (Kalsel), Kodim 0912/Kutai Barat (Kaltim), dan Kodim 0903/Bulungan (Kaltara), semua berjalan baik dengan capaian 100 persen.
Atas nama keluarga besar TNI, Pangdam VI/Mulawarman menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada pemerintah daerah, tokoh masyarakat, pemuka agama, media massa, serta semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu pelaksanaan TMMD ke-119 khususnya di wilayah Kodam VI.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024
TNI diperkuat tiga matra, Angkatan Darat (TNI AD), Angkatan Laut (TNI AL), dan Angkatan Udara (TNI AU). Di antara ketiga matra ini, TNI AD adalah matra dengan jumlah pasukan terbanyak, mencapai 470.000 personel.
TNI AD bertanggungjawab terhadap operasi pertahanan di darat, menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain, melaksanakan pembangunan dan pengembangan kekuatan di darat, dan melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat.
Baca juga: Kodam Mulawarman tuntaskan misi kemanusiaan TMMD-119 pada empat wilayah
Dalam melaksanakan pembangunan, pemberdayaan, dan pengembangan kekuatan di darat, TNI AD menilai perlu gebrakan untuk mewujudkan Kemanunggalan TNI dengan hadir langsung di tengah rakyat.
Pada 1980, TNI mencetuskan program ABRI Masuk Desa (AMD) untuk mempererat hubungan dengan rakyat. Harapannya, kesejahteraan meningkat melalui pemerataan pembangunan infrastruktur. Setelah era reformasi, AMD beralih nama menjadi TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD).
Sasaran TMMD
Pada Februari 2024, TMMD memasuki pelaksanaan yang ke-119 melibatkan 50 Komando Distrik Militer (Kodim) se-tanah air. Mengusung tema “Dharma Bhakti TMMD Mewujudkan Percepatan Pembangunan di Wilayah”.
Waaslog KSAD Bidang Faskon BMN Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabesad) Brigjen TNI Mahfud Ghozali mengatakan TMMD ke-119 untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di daerah.
“Ada empat sasaran TMMD ke-119, yakni daerah terisolir, daerah kumuh, daerah pulau terluar, dan daerah terdampak banjir,” kata dia selaku Ketua Tim Pengawas dan Evaluasi (Wasev) TMMD ke-119 ketika memantau Satgas TMMD Kodim 1007/Banjarmasin.
Sejalan dengan empat sasaran itu, Satgas TMMD119 Kodim 1007/Banjarmasin memusatkan pembangunan di Sungai Lulut, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Sungai Lulut, desa ini diberi julukan sebagai penyangga pangan bagi Kota Banjarmasin. Penduduknya mayoritas petani. Meskipun daerah ini lahan basah yang kurang mendukung kegiatan pertanian, namun hasil pertanian padi di daerah ini terbilang andalan bagi Kota Seribu Sungai, julukan Banjarmasin.
“Sungai Lulut memiliki lahan pertanian sekitar 323 hektare, hingga saat ini masih menjadi penyangga pangan, khususnya saat harga beras naik,” kata Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina.
Karena kondisi geografis lahan basah, masyarakat di desa ini sering kali mengeluhkan infrastruktur jalan yang kurang mendukung, entah banjir atau air sungai surut, tetap menjadi bencana yang merugikan bagi petani. Wajar saja, daerah yang dijuluki seribu sungai, hampir setiap sudut kawasan ada anak sungai.
Kondisi geografis ini menjadi hambatan bagi masyarakat, apalagi di tengah keterbatasan anggaran pemerintah daerah, bukan hal yang mudah bagi warga Sungai Lulut mendesak pembangunan infrastruktur.
Karena kondisi geografis lahan basah pula, ditambah banyaknya titik jalan terputus, sehingga saat memanen hasil pertanian, 100 persen petani mengandalkan perahu kecil, Jukung namanya, alat transportasi untuk mengangkut hasil pertanian.
Baca juga: Pendim 1007/Banjarmasin dan media massa sinergi publikasi TMMD ke-119
Kondisi ini memaksa petani harus bolak balik lebih dari 10 kali dari sawah yang berjarak kiloan meter ke tempat tinggal, karena tidak ada akses jalan darat yang menghubungkan langsung. Memang terbilang melelahkan, belum lagi tenaga sudah habis saat mengarit padi. Kenyataan memaksa petani mendayung perahu kecil untuk mengangkut padi, entah hujan atau terik matahari, mereka bekerja untuk nafkah keluarga sehari-hari.
Saat air sungai surut, perahu tidak bisa digunakan, terpaksa petani menunggu air pasang. Memaksa kondisi juga tidak ada gunanya karena kedalaman lumpur bisa saja menjadi petaka tenggelam di kubangan lumpur.
Pada 20 Februari 2024, Satgas TMMD ke-119 Kodim 1007/Banjarmasin berjumlah 180 personel memulai pembangunan sarana dan prasarana untuk mendukung aktivitas pertanian masyarakat di Sungai Lulut ini.
Tentu ini menjadi kebahagiaan yang dinanti oleh warga Sungai Lulut. Di saat keterbatasan anggaran pemerintah daerah, Satgas TMMD hadir sebagai solusi membantu pemerintah daerah untuk memecahkan persoalan pemerataan pembangunan bagi daerah terluar seperti Sungai Lulut, berbatasan langsung dengan Kabupaten Banjar.
Satgas TMMD memetakan sarana dan prasarana mendesak yang dibutuhkan warga Sungai Lulut.
Setelah dipetakan, ada enam titik akses jalan putus yang selama ini menjadi kesulitan bagi petani, pembangunan jembatan mulai dirancang menggunakan bahan Kayu Ulin, kayu ini jadi pilihan karena tahan lama jika berada di lahan basah. Semakin lama di air, semakin kuat kayunya.
Satgas TMMD membangun enam jembatan yang berjarak masing-masing hingga ratusan meter, untuk mempercepat proses, satgas dibantu masyarakat. Jembatan ini dibangun sekokoh mungkin.
Menunggu progres bangunan jembatan selesai, beberapa satgas lainnya melaksanakan pembangunan sarana lain, mulai dari mushola, tempat wudhu, pos keamanan lingkungan, hingga MCK.
Sarana ini memang terbilang tidak mewah bagi warga perkotaan, tetapi perhatian seperti ini sangat dibutuhkan bagi mereka yang tinggal di bantaran sungai kecil dan daerah terluar.
“Desa ini memiliki potensi hasil pertanian, tetapi akses jalan sangat sulit. Semoga dengan hadirnya TMMD, desa ini semakin maju untuk menyokong pasokan pangan di Banjarmasin,” kata Bintara Pembina Desa (Babinsa) Sungai Lulut Peltu Erik.
Selain memulihkan kesenjangan infrastruktur, TMMD juga menilai pentingnya meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat desa.
Ada kesenjangan sosial dirasakan yang selama ini tidak terungkapkan. Kondisi ini memang terbilang wajar karena di negara manapun tidak ada pembangunan yang berhasil 100 persen, tentu akan tetap ada kekurangan pada beberapa sektor.
TMMD tidak ingin pembangunan infrastruktur nantinya sia-sia, satgas merancang pembangunan non fisik yang berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM).
Mulai penyuluhan pertanian, perikanan, lingkungan hidup, stunting, narkoba, keluarga berencana, pelayanan kesehatan gratis, edukasi wawasan kebangsaan, hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat, hingga penyaluran bantuan sosial.
Satgas TMMD diberikan waktu 30 hari untuk menyelesaikan dan memberikan solusi atas kebutuhan mendesak yang dialami masyarakat Sungai Lulut.
Pelan tapi pasti, pembangunan infrastruktur berjalan mulai memasuki tahap akhir, seiring waktu berjalan juga edukasi dan sosialisasi digiatkan kepada masyarakat mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Hampir empat pekan berjalan, enam buah jembatan sudah berdiri kokoh melintang di atas sungai sungai kecil. Sarana dan prasarana lain pun ikut selesai.
Perjuangan Prajurit
Sebagai ujung tombak TMMD, 30 hari pula lamanya prajurit mempersiapkan, merancang, membangun, hingga tahap penyelesaian.
Kondisi lapangan memang tak dapat dielakkan, mulai dari pembangunan jembatan, sarana dan prasarana penunjang, bakti sosial, terik dan hujan pun harus dilalui.
Mental yang sudah terbentuk merupakan modal utama menuntaskan misi kemanusiaan itu.
Baca juga: Dandim Gunantyo kunjungi lokasi TMMD ke-120
Jika saat hujan deras, prajurit kerap kesulitan dengan kondisi lapangan yang penuh lumpur, bekerja di atas kubangan lumpur tidak seenak yang dibayangkan.
Apalagi yang namanya lahan basah, ditambah hujan deras, air sungai pasang, tetapi tidak ada alasan berhenti. Perintah pimpinan adalah amanat rakyat yang harus dituntaskan.
Prajurit harus mengangkut bahan bangunan ke titik lokasi area sawah. Karena dikelilingi sungai yang panjang, kerap memanfaatkan perahu kecil untuk mengangkut bahan membangun jembatan, mendayung sampan, itu pun jika air sungai dalam kondisi pasang. Untungnya selama pelaksanaan, air sungai tidak surut parah sehingga cukup membantu dalam pengantaran bahan ke lokasi.
Karena jika air sungai surut, prajurit menempuh daratan yang sebagian bahu jalannya rusak karena banyak lumpur dalam, juga melewati kubangan lumpur di tengah jalan yang terputus.
Saat pengerjaan jembatan, bekerja di atas kubangan lumpur, dan harus memastikan tiang jembatan tertancap dalam hingga menyentuh bagian yang cukup keras. Sesekali dengan berenang di lumpur jadi gurauan menghilangkan lelah.
Pada momen ini yang paling dibutuhkan tenaga dan kekuatan penuh. Menggunakan kayu panjang melintang di atas tiang, beberapa prajurit berbaris di atas kayu. ada yang memukul bagian tengah dengan palu besar, ada pula yang menggunakan kekuatan kaki.
Di samping itu, ada yang memotong dan menggergaji kayu, memalu bagian papan. Jika kekurangan bahan, mereka menggunakan perahu kecil mengangkut bahan bangunan agar menghemat waktu.
Kondisi lapangan lumpur memang salah satu kendala, tetapi bukan berarti prajurit buntu, segala cara harus dipikirkan. Mulai dari pagi hari, siang, malam, hingga subuh, mereka bekerja sesuai dengan tugas masing-masing.
Delapan hari sebelum tahapan akhir penyelesaian, mereka bekerja sambil menjalankan ibadah puasa, syukur syukur cuaca mendung bisa menghilangkan haus dahaga.
Namun, kadang kala cuaca terik, haus dahaga jadi tantangan yang paling menguji iman prajurit. Tetapi semua berhasil dilalui.
Akses Darat Terbuka
Jika sebelumnya menjangkau lahan pertanian harus menggunakan perahu kecil, sekarang sudah bisa diakses menggunakan alat transportasi darat, berjalan kaki pun bisa meski jaraknya cukup jauh.
Salah satu petani Desa Sungai Lulut, Fauzi (58) mengungkapkan sebelumnya masyarakat harus berjuang melintasi kubangan lumpur, anak sungai, jalan terputus akibat banjir saat hendak ke sawah sehingga aktivitas petani lumpuh total karena ketinggian lumpur mencapai lebih dari 1,5 meter.
“Setelah jembatan ini ada, kami bisa kapan saja mengangkut hasil panen, terima kasih untuk TNI AD, kami sangat bersyukur karena TMMD hadir memberikan solusi atas kesenjangan infrastruktur,” kata pria yang sudah puluhan tahun berprofesi sebagai petani dan juga tokoh masyarakat di desa itu.
Sesuai tugas pokok dan fungsi, TMMD sebagai salah satu implementasi dari tugas operasi militer TNI selain perang, yakni memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukung lainnya.
Berbekal keterbatasan anggaran, Satgas TMMD dituntut berpikir cepat, tepat, dan memberikan solusi atas persoalan masyarakat di tengah-tengah keterbatasan pemerintah daerah dalam mewujudkan pemerataan pembangunan.
Kegiatan TMMD merupakan bagian dari pembinaan teritorial yang pada hakikatnya sebagai salah satu kegiatan utama untuk mencapai tugas pokok TNI AD, kegiatan yang sangat strategis untuk memenangkan pertempuran dan membantu mengatasi kesulitan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas yang mempunyai nilai strategis tersebut diperlukan suatu konsep mengoptimalkan kegiatan TMMD dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, hal ini juga sebagai wujud kepedulian TNI terhadap rakyat.
“Karena TNI berasal dari rakyat, sudah merupakan hal yang wajar apabila pokok perjuangannya demi kepentingan rakyat,” kata Komandan Satgas TMMD ke-119 Kodim 1007/Banjarmasin Kolonel Inf Arman Aris Sallo.
TMMD adalah suatu program terpadu antara TNI khususnya TNI AD dan pemerintah daerah yang bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan di daerah, dengan harapan kesejahteraan masyarakat di daerah juga akan meningkat.
Selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, TMMD juga bertujuan untuk pembinaan keamanan wilayah.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah karena secara umum masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan dan sebagian besar tinggal di daerah pedesaan.
TMMD dapat terlaksana dengan baik apabila adanya kerja sama semua unsur yang terlibat baik TNI, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Kerja sama yang baik akan terlaksana melalui koordinasi yang mantap baik pada saat penganggaran atau program dimulai.
Program TMMD di Sungai Lulut terbilang berhasil, selama 30 hari satgas melibatkan masyarakat dengan harapan apa yang dibangun sesuai dengan keinginan dan kebutuhan rakyat. Bahkan dengan keterbatasan anggaran, Satgas TMMD telah memberikan lebih dari apa yang diharapkan rakyat. Tidak hanya hasil pembangunan fisik, tetapi memperkuat hubungan emosional antara TNI dengan rakyat untuk menjaga kedaulatan negara di daerah.
Panglima Kodam VI/Mulawarman Mayjen TNI Tri Budi Utomo menilai TMMD yang berlangsung sejak 20 Februari - 20 Maret 2024 khususnya di empat wilayah Kodam VI, yakni Kodim 1007/Banjarmasin dan Kodim 1005/Barito Kuala (Kalsel), Kodim 0912/Kutai Barat (Kaltim), dan Kodim 0903/Bulungan (Kaltara), semua berjalan baik dengan capaian 100 persen.
Atas nama keluarga besar TNI, Pangdam VI/Mulawarman menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada pemerintah daerah, tokoh masyarakat, pemuka agama, media massa, serta semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu pelaksanaan TMMD ke-119 khususnya di wilayah Kodam VI.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024