Kotabaru,  (AntaranewsKalsel) - DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, mendesak pemerintah daerah setempat melakukan rasionalisasi program kerja sehubungan dengan efisiensi anggaran yang terbatas akibat penundaan transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat.


Wakil Ketua Komisi III DPRD Kotabaru Denny Hendro Kurnianto di Kotabaru, Senin, mengatakan, kebijakan pemerintah pusat dengan memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penundaan DAU dan DAK bagi sejumlah daerah harus disikapi dengan cerdas dan tepat.

Penegasan tersebut disampaikan karena menjadi ruang lingkup kewenangan komisi yang dipimpinnya menjadi mitra kerja yang berkaitan dengan penanganan infrastruktur. Salah satunya terkait tupoksi Dinas Bina Marga dan Cipta Karya.

"Tindak lanjut atas disahkannya RAPBD Perubahan 2016 sebagai akibat dari pemberlakuan PMK Nomor 125 Tahun 2016, pemerintah daerah harus bekerja ekstra dalam melaksanakan rasionalisasi anggaran," kata Denny.

Dengan telah disahkannya menjadi perundang-undangan, maka pada tahap implementasi, pemerintah daerah harus benar-benar mengevaluasi pada program kerja dengan membuat skala prioritas.

Maksudnya, kata Denny, bukan berarti mengharuskan dan meniadakan terhadap program kerja yang sudah berjalan, melainkan menurunkan tingkat penyelesaian atas pekerjaan dari sebelumnya.

Ia mencontohkan, pekerjaan peningkatan infrastruktur berupa jalan di Pulau Sebuku yang dianggarkan Rp15 miliar untuk pekerjaan hingga pengaspalan, diturunkan cukup sampai pengerasan saja dengan anggaran hanya Rp5 miliar.

Kondisi seperti ini memang tidak untuk selamanya, tapi setidaknya hingga batas waktu yang tetapkan dalam kebijakan tersebut, yakni Desember 2016.

Politisi Partai PPP ini mengungkapkan, dalam menyikapi kondisi tersebut, selain melakukan pengetatan dan rasionalisasi anggaran juga menjadi momentum bagi pemerintah daerah melalui SKPD terkait agar meningkatkan kinerja masing-masing.

"Karena jujur diakui, salah satu yang menjadi pertimbangan masuknya Kotabaru menjadi daerah yang terimbas PMK No125 adalah tingginya Silpa yang mencapai 7,5 persen dan itu pada kondisi normal," kata Denny.

Padahal sesuai ketetapan pemerintah yang berlaku, Silpa tidak boleh lebih 6,26 persen dari total anggaran.

Karen itu, perlu komitmen dan pengawasan yang ketat agar pelaksanaan program kerja pada masing-masing SKPD dapat berjalan tepat dan cermat, baik menyangkut waktu dan serapan anggarannya.

Pewarta: Shohib

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016