Banjarmasin, (AntaranewsKalsel) - Pengamat sejarah di Kalimantan Selatan Syamsuddin Hasan menyatakan Pancasila itu sakti, karena Pancasila itu mampu menjadi apa yang pernah dibilang oleh Bung Karno atau Presiden Soekarno yakni pemersatu bangsa.


"Hal itu terbukti, setiap gerakan yang mau mengubah Pancasila dengan ideologi/paham lain sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) selalu tidak berhasil, bahkan menimbulkan petaka," tuturnya di Banjarmasin, Sabtu.

Apalagi, kata mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu, penduduk Indonesia yang sangat manjemuk atau beragam kepercayaan dan kebudayaan, sehingga Pancasila yang cocok sebagai pemersatu dari keanekaragaman tersebut.

Sebagai contoh yang masih segar dalam ingatan, yaitu gerakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau G 30 S/PKI yang ingin mengubah Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dengan ideologi komunis (komunisme), terbukti gagal.

"Kendati G 30 S/PKI meminta banyak korban, diantaranya sejumlah perwira Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), namun Pancasila tetap sakti," lanjut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tersebut.

Putra-putra terbaik bangsa Indonesia yang gugur saat G 30 S/PKI 51 tahun silam yang kemudian disebut "Pahlawan Revolusi" itu antara lain Letjen Ahmad Yani, Mayjen Soeprapto, Mayjen S Parman, dan Kolonel Katamso.

Bahkan G 30 S/PKI juga menyebabkan korban seorang bocah yang tidak berdosa, yaitu Ade Irma Suryani Nasution, putri Jenderal TNI-AD, AH Nasution (ketika peristiwa itu sebagai Panglima ABRI).

Sebagaian anumerta Pahlawan Revolusi tersebut mendapat penghargaan berupa kenaikan pangkat setingkat dari ketika yang bersangkutan meninggal dunia, seperti Brigadir Jenderal (Brigjen menjadi Mayor Jenderal (Mayjen), dan dari Mayjen ke Letnan Jenderal (Letjen).

Oleh sebab itu, menurut laki-laki berusia lebih 67 tahun tersebut, tidak berlebihan bila pemerintahan pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto (Presiden kedua RI) menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Pancasila Sakti (Hapsak).

Hal itu karena G 30 S/PKI ternyata gagal menumbangkan kekuatan Pancasila yang menjadi pemersatu bangsa, kendati PKI sempat mewarnai perpolitikan Indonesia dan menempatkan orangnya di berbagai lini pemerintahan Indonesia.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin tersebut memberi contoh lain yang dikenal dengan "peristiwa Madiun" Jawa Tengah oleh beberapa tokoh PKI sebagai penggerak (1948), gerakan kelompok Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), dan sebagainya.

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016