Jenewa, (Antara/Xinhua) - Dolar AS yang lebih kuat menempatkan tekanan di pasar keuangan global dan sistem perbankan, mengakibatkan ketegangan tidak hanya di negara-negara berkembang, tetapi juga di mata uang "safe haven" seperti yen Jepang dan franc Swiss.

Hal itu diungkapkan Penasihat Ekonomi dan Kepala Riset BIS (Bank of International Settlements) Hyun Song Shin dalam sebuah konferensi di Jenewa pada Rabu.

"Fakta utamanya adalah bahwa dolar yang lebih kuat terkait dengan anomali pasar yang lebih parah," kata Shin pada konferensi Bank Dunia bertajuk "The State of Economics, The State of the World".

Relasi yang dikenal sebagai paritas suku bunga tertutup, memastikan bahwa tingkat suku bunga implisit di pasar mata uang adalah konsisten dengan yang di pasar uang.

Hubungan itu rusak selama ada tekanan krisis keuangan, dan penyimpangan telah muncul kembali dalam 18 bulan terakhir karena dolar menguat, catat Shin, menambahkan bahwa ukuran penyimpangan berfluktuasi seiring dengan dolar yang lebih kuat.

Dia menjelaskan bahwa kerusakan itu tercermin, sebagian, dalam ketegangan yang diciptakan oleh perbedaan kebijakan moneter antara bank-bank sentral utama dan penarikan syarat-syarat kredit dolar murah yang berlaku setelah krisis keuangan, semua dalam konteks peran khusus dolar dalam sistem keuangan global.

"Hal yang menakjubkan adalah bahwa ini berlaku tidak hanya untuk pasar negara berkembang, tetapi juga untuk mata uang 'safe haven' seperti yen dan franc Swiss," tambahnya.

Karena dolar telah menguat, investor telah kesulitan untuk memperpanjang penempatan lindung nilai ketika mata uang AS mengalami depresiasi dan investor meminjam lebih banyak dalam dolar untuk mengambil keuntungan dari suku bunga rendah, pungkasnya.

Indikator likuiditas global BIS menunjukkan bahwa peminjam non-bank di luar Amerika Serikat berutang 9,7 triliun dolar AS, sepertiga dari itu, atau 3,3 triliun dolar, harus dibayar oleh peminjam-peminjam di pasar negara berkembang.

Pewarta:

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016