Banjarmasin (Antaranews Kalsel)- Organisasi pecinta lingkungan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) mengharapkan adanya tindakan nyata dengan memproteksi Pulau Curiak, di Kabupaten Barito Kuala (Batola), Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai habitat Bekantan (Nasalis larvatus).


Ketua SBI Amalia Rajeki di Banjarmasin, Selasa, mengatakan, Pulau Curiak merupakan pulau yang terbentuk dari delta Sungai Barito, dan secara administratif merupakan pulau tak bernama.

Nama Curiak dipilih karena pada kawasan tersebut banyak ditemukan burung dari keluarga perenjak yang bersuara nyaring, yang oleh masyarakat lokal disebut dengan nama Curiak.

Tim Biodiversitas Indonesia - Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin pada akhir 2014 merupakan kelompok peneliti yang menyematkan nama tersebut.

Pertama kali mulai terlihat pada tahun 1980, berupa gosong dengan tumbuhan mangrove sebagai pionirnya.

Bentuk nyata dari sebuah pulau mulai terlihat pada tahun 1990-an, dan pada tahun 1994 pulau tersebut telah menjadi habitat alami bekantan (kera besar hidung mancung) yang pada saat itu hanya berjumlah tiga ekor.

Observasi SBI pada tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah bekantan penghuni Pulau Curiak bertambah sebanyak delapan ekor, sehingga menjadi 11 ekor yang tegabung dalam kelompok Alfa.

Pada tahun 2016, Zainudin & Rezeki menyebutkan bahwa di Pulau Curiak terdapat 14 ekor bekantan yang terbagi atas sembilan Individu pada kelompok Alfa dan lima individu di kelompok Sub Alfa-1.

Akan tetapi, meski mengalami pertambahan jumlah individu dalam beberapa tahun terakhir, populasi bekantan di Pulau Curiak masih tergolong dalam kriteria mengalami penurunan populasi.

Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah individu dewasa yang lebih besar dari jumlah individu muda.

Keterbatasan habitat baik dari segi luasan hingga sumber dayanya di duga berpengaruh besar terhadap populasi bekantan curiak.

"Setidaknya dalam sehari bekantan dapat menempuh wilayah jelajah sejauh 1,5-2 km dan memanfaatkan habitat seluas 50-270 hektare. Bandingkan dengan luas Curiak yang hanya 2,72 hektare, bekantan terdesak pada habitat yang sangat sempit ditambah ancaman dari sektor perkembangan perekonommian dan pembangunan di wilayah perairan Sungai Barito," jelas Amalia Rezeki peneliti Pulau Curiak.

Pulau Curiak merupakan satu-satunya habitat yang dapat dipergunakan bekantan pada lokasi tersebut. Habitat sekitar kebanyakan telah berubah menjadi lahan pertanian, perkebunan dan perindustrian.

Penambahan luasan habitat masih berkemunugkinan untuk terjadi, dengan penanaman tumbuhan pionir maupun secara alamiah. Namun sekali lagi Curiak yang berada dijalur lalu lintas perairan Barito, tak jarang dijadikan tempat tambat kapal tonkang dan kayu gelondongan, yang menyebabkan tumbuhan pionir mati akibat terlindas.

"Konservasi dan proteksi kawasan kiranya sangat perlu untuk dilakukan mengingat bahwa populasi bekantan Curiak tidak termasuk kedalam peta sebaran bekantan menurut Meijaard & Nijman (2000), dimana pada saat itu terdapat 153 titik di Kalimantan yang menjadi habitat alami bagi bekantan," katanya.

Menurutnya hal tersebut menunjukkan bahwa populasi bekantan curiak sangat berpeluang untuk menambah jumlah populasi bekantan di Kalimantan, Indonesia bahkan dunia"jelasnya. 







(T.H005/B/B008/B008) 24-05-2016 12:52:51

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016