Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Pengamat Hukum Dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Muhamad Effendi mengatakan pemerintah harus segera merivisi PP Nomor 35 Tahun 2011 tentang larangan ekspor rotan dengan melihat kondisi riil petani rotan di lapangan.


Menurut Effendi di Banjarmasin Minggu, PP tersebut sangat mungkin untuk direvisi jika memang menghambat dan merugikan masyarakat atau petani.

"Seharusnya pemerintah mengawal seluruh peraturan yang dikeluarkan dan memberikan solusi dari dampak dikeluarkannya peraturan tersebut," katanya.

Jika memang peraturan tersebut dinilai sangat merugikan masyarakat luas, tambah dia, sangat memungkinkan untuk dievaluasi lagi, dan dicarikan jalan keluar terbaik.

Menurut dia, peraturan tersebut tidak harus dibatalkan, tetapi dievaluasi dengan melihat perkembangan dan kondisi riil di lapangan, bukan hanya kondisi satu pihak saja, tetapi juga pihak-pihak lain yang terkait.

"Revisi peraturan sangat memungkinkan untuk diperjuangkan bersama-sama, apalagi terkait sektor rotan, yang kini sangat melimpah di wilayah Kalimantan," katanya.

Apalagi, rotan Kalimantan merupakan rotan budi daya, yang bisa terus ditanam kembali setelah dipanen, berbeda dengan sektor tambang yang tidak bisa diperbaharui lagi.

Sebelumnya, Muhammad Effendi sebagai narasumber dalam Musyawarah Besar dan Lokakarya oleh Persatuan Petani, Pedagang dan Industri Rotan tentang eksistensi rotan di Kalimantan.

Berdasarkan data dari lokakarya, regulasi tentang larangan ekspor rotan tersebut, sangat mengganggu petani dan pengusaha rotan.

Petani rotan di daerah sangat terpukul, akibat dikeluarkannya larangan ekspor tersebut, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah konkrit dari seluruh pemangku kebijakan,

"Biasanya memang seperti itu, regulasi diterapkan tanpa dikawal dan dievaluasi bagaimana penerapannya di masyarakat, sehingga dampak negatif dari kebijakan tersebut tidak segera diantisipasi," katanya.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan terus berupaya memperjuangkan agar pemerintah pusat kembali membuka ekspor rotan ke beberapa negara yakni Tiongkok, Jepang, dan beberapa negara Eropa lainnya.

Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor mengatakan, beberapa pengusaha dan petani rotan mengeluhkan kebijakan pusat menutup keran ekspor rotan, yang telah membuat ribuan petani rotan di daerah ini kehilangan mata pencaharian.

"Kami bakal membantu ekspor rotan dengan meminta ke pemerintah pusat agar ekspor rotan kembali dibuka," katanya.

Menurut Sahbirin, pihaknya akan kembali mendiskusikan persoalan tersebut dengan pihak-pihak terkait, untuk memastikan langkah-langkah yang harus ditempuh dan upaya untuk membantu petani mengatasi keterpurukan harga rotan.

Sekjen Perkumpulan Petani, Pedagang, dan Industri Rotan Kalimantan (Peppirka) Irwanriadi mengungkapkan, akibat kebijakan larangan ekspor rotan oleh pemerintah pusat tersebut, kini harga rotan turun drastis.

Sebelumnya, harga rotan di tingkat petani mencapai Rp4.000-Rp5.000 per kilogram, kini tinggal Rp750 per kilogram, itu pun dengan pembayaran yang selalu tersendat.

"Saat ini rotan tidak ada harganya, hanya Rp750 per kilogram, itu pun dibayar dengan `insyaallah, bila ingat, kalau tidak ingat, bisa tidak dibayar sama sekali," katanya.

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016