Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Perhimpunan Petani Pedagang dan Industri Rotan Kalimantan (PEPPIRKA) mendesak agar pemerintah segera melakukan pengaturan penjualan rotan dalam negeri maupun luar negeri.
Sekjen PEPPIRKA Iwan Riyadi di Banjarmasin Minggu mengatakan, upaya pengaturan penjualan rotan tersebut sangat penting segera dilakukan, untuk menolong industri rotan dalam negeri maupun petani rotan.
"Petani rotan siap memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri, dan sisanya yang tidak terpakai bisa diekspor ke beberapa negara importir rotan," katanya.
Sehingga, kata dia, industri rotan dalam negeri tetap tumbuh dan petani tetap bisa mendapatkan keuntungan dengan harga rotan yang stabil.
Menurut dia, dampak dikeluarkannya PP Nomor 35 Tahun 2011 tentang larangan ekspor rotan tersebut, sangat memukul petani dan indusrti rotan di Kalsel.
Sebab, kata dia, petani rotan kini tidak lagi bisa panen, karena harga rotan yang terus anjlok.
Sebelumnya, harga rotan di tingkat petani mencapai Rp4.000-Rp5.000 per kilogram, kini tinggal Rp750 per kilogram, itu pun dengan pembayaran yang selalu tersendat.
"Saat ini rotan tidak ada harganya, hanya Rp750 per kilogram, itu pun dibayar dengan `insyaallah, bila ingat, kalau tidak ingat, bisa tidak dibayar sama sekali," katanya.
Selain itu, melimpahnya bahan baku rotan di pasaran, membuat pengusaha rotan juga lebih mudah mempermainkan harga rotan ditingkat petani, sehingga kadang petani terpaksa menjual rotan dengan harga lebih rendah lagi, dari pada rotan menjadi rusak karena terlalu lama ditumpuk tanpa pembeli.
Bila pemerintah bersedia untuk mengevaluasi kembali perdagangan rotan, baik dalam negeri maupun luar negeri, maka kondisi tersebut bisa diatasi, petani tetap bisa bekerja dan bisa menghasilkan, sedangkan pengusaha lokal bisa mendapatkan harga yang layak.
Menurut dia, untuk membantu petani rotan, PEPPRIKA beberapa kali berupaya untuk melakukan kontrak dengan pengusaha atau industri rotan di daerah Jawa, agar petani bisa mendapatkan kepastian harga, namun upaya tersebut selalu tidak ditanggapi pengusaha lokal.
"Akhirnya, petani kita terus menjadi korban permainan harga, sehingga kini tidak sedikit petani memilih menjual tanahnya untuk perkebunan," katanya.
Padahal, tambah dia, petani rotan di Kalsel maupun di Kalteng, merupakan petani rotan budi daya, yang berarti tidak akan habis sampai kapanpun selama petani terus menanam.
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah terpilih Habib Said Ismail mengatakan, pihaknya akan terus mendesak agar pemerintah segera membuka kran ekspor rotan ini, untuk melindungi dan mengembangkan petani rotan maupun industri rotan dalam negeri.
Harga rotan yang cukup murah di dalam negeri, membuat para petani rotan kini memilih ganti profesi dengan menjadi buruh perkebunan maupun lainnya.
"Kalau memang tidak segera mendapatkan perhatian, kita akan memboikot pengiriman rotan ke daerah lain," katanya.
Wagub juga mengancam akan memboikot penjualan rotan, dengan melarang petani memanen rotan, selama pemerintah tidak segera mengevaluasi ketentuan tersbeut.
"Kalau petani tidak panen, berarti rotan juga akan langka, sehingga industri juga bisa terhambat," katanya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Farida Wariansi mengatakan, sangat mendukung upaya PEPPRIKA mendoorng pemerintah untuk membuka krans ekspor rotan, kendati petani rotan di Kalsel tidak sebesar petani rotan di Kalimantan Tengah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
Sekjen PEPPIRKA Iwan Riyadi di Banjarmasin Minggu mengatakan, upaya pengaturan penjualan rotan tersebut sangat penting segera dilakukan, untuk menolong industri rotan dalam negeri maupun petani rotan.
"Petani rotan siap memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri, dan sisanya yang tidak terpakai bisa diekspor ke beberapa negara importir rotan," katanya.
Sehingga, kata dia, industri rotan dalam negeri tetap tumbuh dan petani tetap bisa mendapatkan keuntungan dengan harga rotan yang stabil.
Menurut dia, dampak dikeluarkannya PP Nomor 35 Tahun 2011 tentang larangan ekspor rotan tersebut, sangat memukul petani dan indusrti rotan di Kalsel.
Sebab, kata dia, petani rotan kini tidak lagi bisa panen, karena harga rotan yang terus anjlok.
Sebelumnya, harga rotan di tingkat petani mencapai Rp4.000-Rp5.000 per kilogram, kini tinggal Rp750 per kilogram, itu pun dengan pembayaran yang selalu tersendat.
"Saat ini rotan tidak ada harganya, hanya Rp750 per kilogram, itu pun dibayar dengan `insyaallah, bila ingat, kalau tidak ingat, bisa tidak dibayar sama sekali," katanya.
Selain itu, melimpahnya bahan baku rotan di pasaran, membuat pengusaha rotan juga lebih mudah mempermainkan harga rotan ditingkat petani, sehingga kadang petani terpaksa menjual rotan dengan harga lebih rendah lagi, dari pada rotan menjadi rusak karena terlalu lama ditumpuk tanpa pembeli.
Bila pemerintah bersedia untuk mengevaluasi kembali perdagangan rotan, baik dalam negeri maupun luar negeri, maka kondisi tersebut bisa diatasi, petani tetap bisa bekerja dan bisa menghasilkan, sedangkan pengusaha lokal bisa mendapatkan harga yang layak.
Menurut dia, untuk membantu petani rotan, PEPPRIKA beberapa kali berupaya untuk melakukan kontrak dengan pengusaha atau industri rotan di daerah Jawa, agar petani bisa mendapatkan kepastian harga, namun upaya tersebut selalu tidak ditanggapi pengusaha lokal.
"Akhirnya, petani kita terus menjadi korban permainan harga, sehingga kini tidak sedikit petani memilih menjual tanahnya untuk perkebunan," katanya.
Padahal, tambah dia, petani rotan di Kalsel maupun di Kalteng, merupakan petani rotan budi daya, yang berarti tidak akan habis sampai kapanpun selama petani terus menanam.
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah terpilih Habib Said Ismail mengatakan, pihaknya akan terus mendesak agar pemerintah segera membuka kran ekspor rotan ini, untuk melindungi dan mengembangkan petani rotan maupun industri rotan dalam negeri.
Harga rotan yang cukup murah di dalam negeri, membuat para petani rotan kini memilih ganti profesi dengan menjadi buruh perkebunan maupun lainnya.
"Kalau memang tidak segera mendapatkan perhatian, kita akan memboikot pengiriman rotan ke daerah lain," katanya.
Wagub juga mengancam akan memboikot penjualan rotan, dengan melarang petani memanen rotan, selama pemerintah tidak segera mengevaluasi ketentuan tersbeut.
"Kalau petani tidak panen, berarti rotan juga akan langka, sehingga industri juga bisa terhambat," katanya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Farida Wariansi mengatakan, sangat mendukung upaya PEPPRIKA mendoorng pemerintah untuk membuka krans ekspor rotan, kendati petani rotan di Kalsel tidak sebesar petani rotan di Kalimantan Tengah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016