Pengamat politik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr Taufik Arbain, MSi mengatakan upaya mengawal Pemilu 2024 dengan meningkatkan daya kritis publik melek politik menjadi cara jitu pengawasan partisipatif dari masyarakat.

"Karena pengawasan dari lembaga resmi seperti Bawaslu terbatas, maka diperlukan peran aktif masyarakat untuk turut mengawal pemilu agar berlangsung jujur dan adil," kata dia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa.

Untuk meningkatkan kualitas pengawasan, kata Taufik, maka aparatur kepengawasan pemilu tidak sekadar harus memahami fungsi dan peran, memahami regulasi dan normatif kepengawasan, tetapi harus mampu juga memahami dinamika politik yang sedang berproses dalam kepentingan input analisis terhadap langkah-langkah strategis kepengawasan.

Salah satunya membangun sistem, yakni kecermatan dalam membuat kerangka kerja kepengawasan yang inovatif dan mendorong kolaboratif dengan mitra kepengawasan.

"Bawaslu dan seluruh perangkatnya di bawah harus mendorong inovasi kepengawasan agar efektif dalam konteks melibatkan masyarakat," jelas dia.

Menurut Taufik, petugas pengawas pemilu harus memiliki kemampuan membaca dinamika politik sebagai bonus pengetahuan menyelesaikan kemungkinan pencegahan adanya praktek politik klientenlisme dan penyelesaian sengketa dengan mengedepankan mediasi dan membangun jejaring kepengawasan pemilu sehingga memahami apa yang dibutuhkan dalam konteks kepengawasan.

Untuk itulah, pada level individu perlu peningkatan kapasitas personal tidak sekadar pengetahuan dan keterampilan tetapi juga kecakapan mengindentifikasi masalah baik kecenderungan ada praktek oligarki dan kontra demokrasi lainya.

Diakui Taufik, kompleksitas Pemilu 2024 jauh lebih rumit dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. 

Hal ini dikarenakan agenda pemilu legislatif  berkorelasi kuat dengan agenda Pilpres khususnya terkait dengan siapa calon presiden dan calon wakil presiden.

Kemudian kemana arah dukungan dengan  melihat fakta perolehan kursi, dugaan strategi kemenangan yang memungkinkan hanya dua pasangan calon atau membatasi calon presiden dan wakil presiden lain.  

"Jadi kemenangan kontestasi di area pemilu legislatif sebenarnya sebagaimana pintu masuk yang determinan dalam pencapaian kekuasaan," jelas Ketua Pusat Studi Kebijakan Publik ULM itu.

Adapun ekspektasi kemenangan pemilu presiden bagi para konstestasi politik diyakini harus dimulai kemenangan pada pemilu legislatif, karena bargaining power sumber kekuasaan berupa jumlah kursi relatif menentukan.

Sementara pada kemenangan Pemilu Presiden bagian dari ruang berbagi sumber-sumber kekuasaan sebagai gol akhir kontestasi politik di ruang kepemiluan.

Pewarta: Firman

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022