Surabaya, (Antaranews Kalsel) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Komisi XI DPR-RI mendorong masyarakat Indonesia agar mengelola keuangannya secara produktif sekaligus mengurangi perilaku konsumtif.
"Agar masyarakat bisa mengelola keuangannya secara bijak, salah satu caranya dengan melakukan transaksi non tunai menggunakan aplikasi berbasis teknologi IT," kata Anggota Komisi XI Bidang Keuangan, Perencanaan Pembangunan, Perbankan DPR-RI Indah Kurnia saat melakukan sosiliasi Gerakan Nasional Non Tunai dalam acara Jalan Sehat bersama warga di wilayah Gunung Anyar Kota Surabaya, Minggu.
Ia menambahkan melalui aplikasi tersebut memiliki beberapa keuntungan, selain mudah dan memiliki keamanan sebab untuk setiap pembayaran menggunakan PIN, juga bisa mengerem perikalu konsumtif.
"Jadi, belanja tinggal menggunakan aplikasi yang ada. Semua lembaga keuangan menciptakan alat pembayaran berbasis digital bukan tunai," katanya.
Bahkan, menurutnya dengan penerapan sistem elektronik tersebut dalam transaksi finansial bisa mengurangi biaya pencetakan uang sekitar Rp3,5 trilun per tahun.
"Jumlah segitu untuk biaya cetak dan distribusinya, belum biaya maintanace dan penghancurannya," katanya.
Indah mengakui dalam sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai, pihaknya bersama dengan Bank Indonesia dan OJK saat ini menyasar kalangan pelajar. Hal ini dikarenakan mereka trensetter efektif untuk melakukan gerakan dengan aplikasi yang memadai.
Saat ini, lanjut dia, ada aplikasi baru yang menyasar pelajar yakni uang elektronik yang bisa dengan menu sesuai kebutuhan pelajar. Dalam sistem tersebut sifatnya tri partit, yang mengkoneksikan pelajar, orang tua dan guru.
"Jadi seperti PPATK, bisa mngawasi transaksi anak-anak. Itu baru diterbitkan BI," ujarnya.
Ia mengungkapkan melalui aplikasi terebut, nomor ponsel pada gadjet bagi pelajar seperti rekening. Tanpa membuka rekening, bisa melakukan transasaksi.
"Dia bisa mentransfer uang ke temannya, asal aplikasinya sama. Ada menu bayar teman," katanya.
Namun demikian, menurutnya, kemudahan bertransaksi melalui e-money, e-banking, e-commerse tanpa disertai e-mindset untuk bertransaksi non tunai sulit.
Sementara itu, untuk mengubah pola pikir masyarakat, sasaran yang paling potensial adalah kalangan pelajar. "Gerakan ini sudah saya jalankan dengan BI sekitar 2 tahun. Tapi gerakan saja tanpa aplikasi juga noting," katanya.
Deputy Direktur OJK Surabaya Kuswandono mengatakan melalui literasi pengelolaaan keuangan diharapkan masyarakat tak menjadi korban lembaga keuangan.
"Banyak tawaran investasi bodong, supaya masyarakat tak menjadi korban, kita beri edukasi," katanya.
Menurut Kuswandono, tugas OJK tidak hanya melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan yang ada namun juga memberi perlindungan kepada konumen. Ia mengungkapkan, setiap hari OJK menerima ratusan pengaduan dari masyarakat akibat transaksi jasa keuangan.
"Ada konsumen yang mau melunasi kewajibannya tapi gak boleh sama bank karena belum jatuh tempo, ini kan gak bener," katanya.
Untuk itu, ia berharap masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya setiap akan bertansaksi dengan lembaga keuangan. Karena berdasarkan pengalaman, ada lembaga perbankan yang tidak transparan saat melakukan transaksi sehingga merugikan konsumennya. Jika dirugikan, masyarakat bisa melaporkan kasus tersebut ke OJK.
"Untuk mengantisipasi itu, OJK akan melindungi konsumen yang dirugikan lembaga jasa keuangan," katanya.
Selain memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan keuangan melalui Gerakan Nasional Non Tunai, OJK juga mensosialisasikan program Laku pandai. Program ini diwujudkan melalui pembentukan agen-agen bank.
Biasanya pembentukan agen ini dilakukan pada wilayah yang tak ada kantor perbankan. Terobosan ini lebih efisien, dari pada harus mendirikan bank namun biasanya lebih besar dari benefitnya.
"Ini untuk akses masyarakat bawah yang kemungkinan jauh dari bank," katanya.
Kuswandono mengungkapkan, berdasarkan data Pemprov, di Jawa timur dari sekitar 27 juta masyarakat yang beregerak disektor pertanian. Hanya sekitar 2,7 persen yang terlayani dengan perbankan.
"Ini tugas Laku pandai untuk memberikan akses keuangan yang belum terlayani bank," jelasnya.
Merespons program OJK, Wakil Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana mengatakan pihaknya siap memfasilitasi sosialisasi tersebut ke masyarakat.
Pemerintah Kota akan memberi ruang pada OJK untuk memberi wawasan kepada masyarakat warganya tentang pengelolaan keuangan yang efektif, di antaranya melalui pertemuan di Kelurahan dan Kecamatan saat melakukan Musrenbang (Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan).
"Setiap acara di Pemkot OJK bisa memberikan wawasan kepada masyarakat tentang programnya," ujarnya.
Whisnu mengakui dirinya baru mengetahui jika karena perubahan regulasi tentang otoritas keuangan, OJK mempunyai tugas melakukan pengawasan hingga pada sektor ekonomi menengah dan mikro. Namun, ia menilai, hal itu sangat diperlukan guna menggerakkan ekonomi di suatu daerah.
"jika pemahaman masyarakat tentang bank semakin baik, maka itu akan mendorong perekonomian kita," katanya./f
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
"Agar masyarakat bisa mengelola keuangannya secara bijak, salah satu caranya dengan melakukan transaksi non tunai menggunakan aplikasi berbasis teknologi IT," kata Anggota Komisi XI Bidang Keuangan, Perencanaan Pembangunan, Perbankan DPR-RI Indah Kurnia saat melakukan sosiliasi Gerakan Nasional Non Tunai dalam acara Jalan Sehat bersama warga di wilayah Gunung Anyar Kota Surabaya, Minggu.
Ia menambahkan melalui aplikasi tersebut memiliki beberapa keuntungan, selain mudah dan memiliki keamanan sebab untuk setiap pembayaran menggunakan PIN, juga bisa mengerem perikalu konsumtif.
"Jadi, belanja tinggal menggunakan aplikasi yang ada. Semua lembaga keuangan menciptakan alat pembayaran berbasis digital bukan tunai," katanya.
Bahkan, menurutnya dengan penerapan sistem elektronik tersebut dalam transaksi finansial bisa mengurangi biaya pencetakan uang sekitar Rp3,5 trilun per tahun.
"Jumlah segitu untuk biaya cetak dan distribusinya, belum biaya maintanace dan penghancurannya," katanya.
Indah mengakui dalam sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai, pihaknya bersama dengan Bank Indonesia dan OJK saat ini menyasar kalangan pelajar. Hal ini dikarenakan mereka trensetter efektif untuk melakukan gerakan dengan aplikasi yang memadai.
Saat ini, lanjut dia, ada aplikasi baru yang menyasar pelajar yakni uang elektronik yang bisa dengan menu sesuai kebutuhan pelajar. Dalam sistem tersebut sifatnya tri partit, yang mengkoneksikan pelajar, orang tua dan guru.
"Jadi seperti PPATK, bisa mngawasi transaksi anak-anak. Itu baru diterbitkan BI," ujarnya.
Ia mengungkapkan melalui aplikasi terebut, nomor ponsel pada gadjet bagi pelajar seperti rekening. Tanpa membuka rekening, bisa melakukan transasaksi.
"Dia bisa mentransfer uang ke temannya, asal aplikasinya sama. Ada menu bayar teman," katanya.
Namun demikian, menurutnya, kemudahan bertransaksi melalui e-money, e-banking, e-commerse tanpa disertai e-mindset untuk bertransaksi non tunai sulit.
Sementara itu, untuk mengubah pola pikir masyarakat, sasaran yang paling potensial adalah kalangan pelajar. "Gerakan ini sudah saya jalankan dengan BI sekitar 2 tahun. Tapi gerakan saja tanpa aplikasi juga noting," katanya.
Deputy Direktur OJK Surabaya Kuswandono mengatakan melalui literasi pengelolaaan keuangan diharapkan masyarakat tak menjadi korban lembaga keuangan.
"Banyak tawaran investasi bodong, supaya masyarakat tak menjadi korban, kita beri edukasi," katanya.
Menurut Kuswandono, tugas OJK tidak hanya melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan yang ada namun juga memberi perlindungan kepada konumen. Ia mengungkapkan, setiap hari OJK menerima ratusan pengaduan dari masyarakat akibat transaksi jasa keuangan.
"Ada konsumen yang mau melunasi kewajibannya tapi gak boleh sama bank karena belum jatuh tempo, ini kan gak bener," katanya.
Untuk itu, ia berharap masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya setiap akan bertansaksi dengan lembaga keuangan. Karena berdasarkan pengalaman, ada lembaga perbankan yang tidak transparan saat melakukan transaksi sehingga merugikan konsumennya. Jika dirugikan, masyarakat bisa melaporkan kasus tersebut ke OJK.
"Untuk mengantisipasi itu, OJK akan melindungi konsumen yang dirugikan lembaga jasa keuangan," katanya.
Selain memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan keuangan melalui Gerakan Nasional Non Tunai, OJK juga mensosialisasikan program Laku pandai. Program ini diwujudkan melalui pembentukan agen-agen bank.
Biasanya pembentukan agen ini dilakukan pada wilayah yang tak ada kantor perbankan. Terobosan ini lebih efisien, dari pada harus mendirikan bank namun biasanya lebih besar dari benefitnya.
"Ini untuk akses masyarakat bawah yang kemungkinan jauh dari bank," katanya.
Kuswandono mengungkapkan, berdasarkan data Pemprov, di Jawa timur dari sekitar 27 juta masyarakat yang beregerak disektor pertanian. Hanya sekitar 2,7 persen yang terlayani dengan perbankan.
"Ini tugas Laku pandai untuk memberikan akses keuangan yang belum terlayani bank," jelasnya.
Merespons program OJK, Wakil Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana mengatakan pihaknya siap memfasilitasi sosialisasi tersebut ke masyarakat.
Pemerintah Kota akan memberi ruang pada OJK untuk memberi wawasan kepada masyarakat warganya tentang pengelolaan keuangan yang efektif, di antaranya melalui pertemuan di Kelurahan dan Kecamatan saat melakukan Musrenbang (Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan).
"Setiap acara di Pemkot OJK bisa memberikan wawasan kepada masyarakat tentang programnya," ujarnya.
Whisnu mengakui dirinya baru mengetahui jika karena perubahan regulasi tentang otoritas keuangan, OJK mempunyai tugas melakukan pengawasan hingga pada sektor ekonomi menengah dan mikro. Namun, ia menilai, hal itu sangat diperlukan guna menggerakkan ekonomi di suatu daerah.
"jika pemahaman masyarakat tentang bank semakin baik, maka itu akan mendorong perekonomian kita," katanya./f
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016