Lebak, (Antaranews Kalsel) - Kunjungan wisatawan budaya Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten sepanjang tahun 2015 menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Kunjungan wisatawan budaya Baduy tahun 2015 tercatat 3.181 orang dan mancanegara 66 orang, sedangkan 2014 lokal mencapai 6.460 orang dan mancanegara sebanyak 122 orang, kata Kabid Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata, Lebak, Okta di Lebak, Kamis.
Menurunya kunjungan wisatawan ke Baduy akibat buruknya infrastuktur jalan juga minimnya fasilitas di sekitar perbatasan kawasan Baduy.
Akibat buruknya infrastuktur itu berdampak terhadap kunjungan wisata ke kawasan Baduy.
Karena itu, pemerintah daerah telah membangun betonisasi menuju kawasan Baduy guna mendongkrak kunjungan wisata budaya itu.
Selain itu juga dioptimalkan promosi-promosi budaya adat Baduy melalui pameran maupun media.
Promosi tersebut untuk mendongkrak kunjungan wisatawan juga kesejehteraan masyarakat.
Selama ini, kata Okta, kunjungan wisatawan kawasan Baduy belum menggeliat, terutama wisatawan dari luar negeri.
Sebagian besar kunjungan wisatawan budaya tersebut untuk melakukan penelitian kehidupan tatanan sosial warga Baduy, sehingga mereka kebanyakan dari Perguruan Tinggi dan pelajar.
"Kami berharap dengan betonisasi dapat menunjang untuk mendongkrak kunjungan wisatawan domistik maupun asing," ujarnya.
Menurut dia, saat ini pengunjung wisata adat Baduy tidak dikenakan retribusi untuk pemasukan pendapatan asli daerah (PAD).
Sebab, masyarakat Baduy menolak dengan penarikan retribusi tersebut.
Wisata Baduy memiliki nilai tersendiri di Provinsi Banten, karena hingga kini masih mempertahankan budaya leluhur mereka.
Mereka menolak hidup modernisasi, seperti televisi, radio, naik kendaraan, jalan beraspal, rumah bertembok dan sepatu.
Oleh sebab itu, hingga kini kawasan Baduy yang tinggal di Pegunungan Kendeng dengan jumlah penduduk sebanyak 10.500 jiwa tidak bisa dilintasi berbagai jenis angkutan.
"Kami tidak bisa membangun kawasan Baduy, karena bertentangan dengan adat budaya mereka. Itu menjadikan kesulitan bagi pemerintah daerah," ujarnya.
Sementara itu, Mulyadi, seorang Mahasiswa dari Uiversitas Padjadjaran Bandung mengaku dirinya memberikan apresiasi terhadap masyarakat Baduy yang hingga kini mempertahankan adat budaya setempat.
Selain itu juga mencintai alam dengan larangan menebang pohon serta membangun ketahanan pangan cukup kuat dengan mendirikan lumbung jika musim panen padi huma.
"Kami datang ke sini kali pertama dan kagum melihat warga Baduy yang mempertahankan adat istiadat juga mencintai alam," katanya./f
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
Kunjungan wisatawan budaya Baduy tahun 2015 tercatat 3.181 orang dan mancanegara 66 orang, sedangkan 2014 lokal mencapai 6.460 orang dan mancanegara sebanyak 122 orang, kata Kabid Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata, Lebak, Okta di Lebak, Kamis.
Menurunya kunjungan wisatawan ke Baduy akibat buruknya infrastuktur jalan juga minimnya fasilitas di sekitar perbatasan kawasan Baduy.
Akibat buruknya infrastuktur itu berdampak terhadap kunjungan wisata ke kawasan Baduy.
Karena itu, pemerintah daerah telah membangun betonisasi menuju kawasan Baduy guna mendongkrak kunjungan wisata budaya itu.
Selain itu juga dioptimalkan promosi-promosi budaya adat Baduy melalui pameran maupun media.
Promosi tersebut untuk mendongkrak kunjungan wisatawan juga kesejehteraan masyarakat.
Selama ini, kata Okta, kunjungan wisatawan kawasan Baduy belum menggeliat, terutama wisatawan dari luar negeri.
Sebagian besar kunjungan wisatawan budaya tersebut untuk melakukan penelitian kehidupan tatanan sosial warga Baduy, sehingga mereka kebanyakan dari Perguruan Tinggi dan pelajar.
"Kami berharap dengan betonisasi dapat menunjang untuk mendongkrak kunjungan wisatawan domistik maupun asing," ujarnya.
Menurut dia, saat ini pengunjung wisata adat Baduy tidak dikenakan retribusi untuk pemasukan pendapatan asli daerah (PAD).
Sebab, masyarakat Baduy menolak dengan penarikan retribusi tersebut.
Wisata Baduy memiliki nilai tersendiri di Provinsi Banten, karena hingga kini masih mempertahankan budaya leluhur mereka.
Mereka menolak hidup modernisasi, seperti televisi, radio, naik kendaraan, jalan beraspal, rumah bertembok dan sepatu.
Oleh sebab itu, hingga kini kawasan Baduy yang tinggal di Pegunungan Kendeng dengan jumlah penduduk sebanyak 10.500 jiwa tidak bisa dilintasi berbagai jenis angkutan.
"Kami tidak bisa membangun kawasan Baduy, karena bertentangan dengan adat budaya mereka. Itu menjadikan kesulitan bagi pemerintah daerah," ujarnya.
Sementara itu, Mulyadi, seorang Mahasiswa dari Uiversitas Padjadjaran Bandung mengaku dirinya memberikan apresiasi terhadap masyarakat Baduy yang hingga kini mempertahankan adat budaya setempat.
Selain itu juga mencintai alam dengan larangan menebang pohon serta membangun ketahanan pangan cukup kuat dengan mendirikan lumbung jika musim panen padi huma.
"Kami datang ke sini kali pertama dan kagum melihat warga Baduy yang mempertahankan adat istiadat juga mencintai alam," katanya./f
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016