Indeks-indeks utama Wall Street turun tajam pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena investor khawatir bahwa konflik Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung akan memperumit prospek inflasi dan mengaburkan prospek perekonomian global.

Indeks Dow Jones Industrial Average terperosok 797,42 poin atau 2,37 persen, menjadi menetap di 32.817,38 poin. Indeks S&P 500 jatuh 127,78 poin atau 2,95 persen, menjadi berakhir di 4.201,09 poin. Indeks Komposit Nasdaq anjlok 482,48 poin atau 3,62 persen, menjadi ditutup di 12.830,96 poin.

Sembilan dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan sektor konsumen nonprimer dan komunikasi masing-masing anjlok 4,8 persen dan 3,74 persen, memimpin kerugian. Sektor energi dan utilitas masing-masing naik 1,57 persen dan 1,31 persen, hanya dua kelompok yang menguat.

Indeks Komposit Nasdaq mengkonfirmasi berada di pasar bearish, karena prospek larangan impor minyak dari Rusia mengirim harga minyak mentah melonjak dan memicu kekhawatiran tentang kenaikan inflasi.

Baca juga: Wall Street jatuh, didorong kekhawatiran Ukraina lampaui data pekerjaan kuat

Nasdaq berakhir turun 20,1 persen dari rekor penutupan tertinggi 19 November, membenarkan indeks teknologi-berat itu telah berada di pasar bearish sejak mencapai rekor tertinggi tersebut, menurut definisi yang banyak digunakan. Itu menandai pasar bearish pertama Nasdaq sejak 2020, ketika wabah virus corona menghancurkan ekonomi global.

Dow Jones Industrial Average berakhir turun 10,8 persen dari rekor penutupan tertinggi 4 Januari, mengkonfirmasikan bahwa itu dalam koreksi. Koreksi dikonfirmasi ketika indeks ditutup 10 persen atau lebih di bawah level penutupan rekornya.

Harga minyak melonjak ke level tertinggi sejak 2008 karena Amerika Serikat dan sekutu Eropa mempertimbangkan untuk melarang impor minyak Rusia, sebagai tanggapan atas invasi negara itu ke Ukraina, sementara tampaknya kecil kemungkinan minyak mentah Iran akan kembali dengan cepat ke pasar global.

Rusia menyebut operasi militernya sebagai "operasi khusus".

"Kekhawatiran pada minyak telah menyebabkan kekhawatiran pada inflasi yang lebih tinggi dan potensi stagflasi," kata Mona Mahajan, ahli strategi investasi senior di Edward Jones. "Saya pikir hanya ada kekhawatiran yang lebih luas bahwa mungkin ada pukulan terhadap pertumbuhan dari konsumen mengingat harga yang lebih tinggi di pompa (SPBU).”

Amazon, Microsoft dan Apple termasuk di antara hambatan individu teratas di S&P 500, sementara sektor keuangan turun 3,7 persen. Sektor utilitas, salah satu area defensif pasar saham, menguat 1,3 persen.

Baca juga: Wall Street ditutup beragam

Para pejabat Ukraina mengatakan sebuah pabrik roti telah terkena serangan udara Rusia ketika para perunding negara itu berkumpul untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat Rusia setelah putaran sebelumnya yang tidak membawa jeda dalam konflik tersebut.

Saham United Airlines Holdings Inc anjlok 15 persen dan Norwegian Cruise Line Holdings terpuruk 11,6 persen, di antara penurunan luas dalam saham perjalanan dan liburan karena lonjakan harga minyak mengancam akan mengganggu pemulihan yang baru lahir.

Saham-saham telah berjuang untuk memulai 2022 karena kekhawatiran tentang krisis Rusia-Ukraina telah memperdalam aksi jual yang awalnya dipicu oleh kekhawatiran atas imbal hasil obligasi yang lebih tinggi karena Federal Reserve diperkirakan akan memperketat kebijakan moneter tahun ini untuk melawan inflasi. S&P 500 menandai level penutupan terendah sejak Juni 2021.

“Pasar sudah gelisah tentang siklus kenaikan suku bunga Fed,” kata Burns McKinney, manajer portofolio di NFJ Investment Group. "Sekarang ketika Anda menambahkan harga energi yang lebih tinggi di atas itu ... komunitas investasi semakin khawatir bahwa kita mungkin berakhir dengan cepat bergerak menuju tahap akhir dari siklus pasar."

Investor sedang menunggu laporan harga konsumen AS pada Kamis (10/3/2022), dengan The Fed secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga bulan ini untuk memerangi lonjakan inflasi.
 

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022