Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Seorang Peneliti Bekantan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Hadi Sukadi Alikodra menilai diperlukan sebuah satuan tugas (Satgas) untuk menyelamatkan satwa Bekantan (Nasalis larvatus) dari kebakaran lahan dan hutan di wilayah Kalimantan Selatan.


"Sekarang ini ada sekitar 280 ekor Bekantan yang hidup di sekitar kawasan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, mengalami stres akibat kebakaran lahan yang terus berlangsung sekarang ini," kata peneliti satwa unik tersebut Hadi Sukadi Alikodra saat berada di Banjarmasin, Rabu.

Menurut dia jika Satgas tersebut dibentuk hari ini (9/9) maka esok (10/9) sudah harus bekerja, karena ratusan satwa yang juga disebut "kera bule" tersebut memang harus ditangani manusia untuk menyelamatkan mereka dari amukan kebakaran.

"Kita tidak ingin kebakaran lahan dan hutan yang berulang-ulang tiap tahun ini, akan memusnahkan binatang yang menjadi perhatian banyak wisatawan manca negara tersebut," katanya saat peluncuran buku "Bekantan Perjuangan Melawan Kepunahan" yang diselanggarakan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).

Menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB itu, Kalsel harus bersyukur memiliki wilayah yang banyak dihuni satwa unik ini, bahkan Kabupaten Tapin sudah menyediakan lahan untuk dijadikan ekowisata kera Bekantan di wilayah Lawahan kabupaten tersebut yang dibangun bersama sebuah perusahaan tambang batu bara PT Antang Gunung Meratus (PT AGM).

Pada musim kemarau 2014, kebakaran lahan cukup besar terjadi di kawasan perkebunan sawit, hingga membakar puluhan hektare kawasan konservasi, tempat para bekantan tersebut hidup.

Namun petugas dari beberapa perusahaan yang ada di sekitar wilayah tersebut, bisa memblok beberapa bagian kawasan, sehingga tidak ikut terbakar, sehingga bisa dimanfaatkan untuk melanjutkan hidup para Bekantan.

Saat ini, para Bekantan tersebut, kembali hidup dan berkembang biak, di kawasan hutan galam yang ada di sepanjang pinggiran sungai di wilayah Muning, Kabupaten Tapin, tetapi saat kemarau ini kembali terjadi kebakaran lahan di sekitar itu yang dikhawatirkan merembes ke wilayah hunian binatang tersebut.

Menurut Alikodra dalam bukunya, Bekantan adalah primata endemik Kalimantan, hidup di kawasan ekosistem tepi sungai, terutama di bagian muara sungai, bahkan ada diantara mereka yang menempati habitat sampai 60 hingga 300 kilometer jauhnya ke arah pedalaman.

Hingga kini menurutnya belum ada yang mampu menjelaskan secara ilmiah bahwa Bekantan secara alam hanya dijumpai di Pulau Kalimantan tidak di Pulau Jawa, atau di Pulau Sumatera. Padahal ketiga pulau besar ini pernah bersatu ketika zaman es.

Belum juga ada yang menggali secara ilmiah kenapa Bekantan mampu hidup di rawa-rawa, tetapi tidak terkena penyakit Malaria, yang mungkin saja keragaman jenis tumbuhan yang dimakannya yang menyebabkan terbangunnya sistem kekebalan tubuh binatang tersebut.

"Banyak misteri yang tersimpan sehingga sangatlah wajar jika secara maksimal diupayakan agar satwa ini tidak punah," demikian Alikodra.

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015