Amuntai, (Antaranews Kalsel) - Proses pemulangan enam orang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, yang terbebas dari hukuman mati di Arab Saudi sempat terkendala administrasi sebelum akhirnya berhasil pulang dan bertemu dengan seluruh kerabatnya.


Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Resnawan di Banjarmasin, Kamis mengatakan, meski sudah dibebaskan, proses pemulangan ke Tanah Air sempat terkendala administrasi, namun dengan cepat berhasil diatasi setelah Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsud ke Arab Saudi.

"Setelah menyelesaikan urusan administrasi, untuk pemulangan ke enam orang tadi, maka Rabu 3 Juni 2015 keenam orang TKI kalsel tersebut, dideportasi dan dikembalikan kepada keluarga masing-masing," katanya.

Menurut Wagub, pembebasan keenam orang TKI dari hukuman mati memerlukan waktu dan perjuangan yang cukup panjang dari seluruh pihak, hingga akhirnya kini mereka bisa berkumpul dengan sanak dan keluarganya kembali.

Berdasarkan rilis yang disampaikan, beberapa tahapan pembebasan ke enam orang TKI tersebut, dari hukuman mati di Arab Saudi setelah hampir sembilan tahun menjalani proses peradilan, dan upaya meminta pema`afan (tanazul) kepada keluarga ahli waris qurban.

Keenam TKI asal HSU yakni Saiful Mubarak, Sam`ani Muhammad, Muhammad Murysidi, Ahmad Zizi Hartati, Abdul Aziz Supiani dan satu orang WNI legal Muhammad Daham Arifin warga Kabupaten Tapin Kalsel ber KTP HSU, telah didakwa atas kasus pembunuhan imigran asal Pakistan Zubair bin Hafiz Ghul Muhammad di Kota Mekkah dan kasus ini sempat menjadi pemberitaan besar di media Arab Saudi pada November 2006.

Atas dakwaan tersebut, Juni 2009 enam TKI dijatuhi vonis hukuman mati (qishash) dan ditahan di penjara umum Makkah Al Mukarromah.

Hakim menunda pelaksanaan hukuman mati karena menunggu putra korban yang bernama Zahra binti Subair bin Hafidz Ghul Muhammad beranjak dewasa atau baliqh.

Kasus pembunuhan dilatarbelakangi dendam terhadap korban, karena seringkali melakukan pemerasan terhadap TKI, termasuk terhadap keenam TKI asal Kalsel tersebut.

Korban Zubair bin Hafiz Ghul Muhammad, diketahui memiliki isteri seorang WNI Hartati bin Kurnayin yang tinggal di penampungan ilegal WNI overstay di Mekkah.

Keenam TKI asal Kalsel ini, terbukti secara bersama-sama dan terencana melakukan pembunuhan terhadap korban di rumah istrinya di penampungan WNI overstay, dan kemudian mengubur jenazah dengan cara disemen di wilayah Mekkah sampai akhirnya polisi dapat mengungkap kasusnya.

Pada sidang selanjutnya, di pengadilan Wilayah Mekkah 23 Juni 2009 dan sidang 19 Desember 2012, telah dijatuhkan hukuman mati (qishash) kepada keenam WNI asal Kalsel tersebut.

Upaya bantuan dan pendampingan hukum kepada keenam TKI dilakukan melalui Kantor Pengacara Retainer Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah Khudran Al Zahrani di samping upaya pendekatan kekeluargaan, dan pengupayaan pema`afan (tanazul) dari pihak keluarga dan ahli waris korban.

Pihak keluarga korban sempat bersedia memaafkan dengan meminta uang pengganti darah (diyat) sebesar 5 juta riyal atau sekitar Rp12,5 miliar.

Besarnya uang diyat yang diminta pihak keluarga korban, membuat pihak KJRI terus mengupayakan permintaan kema`afan melalui komite pema`afan (Lajnatul Afwu Wa Islah Dzaatil Ban Makkah) agar keenam TKI bisa dimaafkan melalui lembaga tersebut.

Upaya yang gigih dari KJRI dan Pemkab HSU yang mengirim dutanya ke Mekkah membuahkan hasil. Pada 17 Desember 2013 pihak KJRI Jeddah, bertemu dengan Hafidz Ghul paman korban dan Yunus bin Hafidz Ghul saudara kandung korban yang secara lisan menyampaikan kesediaan memberikan kema`afaan.

Hingga pada sidang di Mahkamah Mekkah yang dipimpin Hakim Syeikh Muhammad Iberahim Al Syiwaya pada 6 Januari 2014 pihak keluarga korban dan ahli waris menyatakan memberikan pema`afan (tanazul) kepada keenam terpidana tanpa meminta uang diyat.

Namun demikian, sesuai ketentuan hukum Arab Saudi ahli waris korban tetap berhak atas diyat syar`I kasus pembunuhan, yang disengaja yang jumlahnya sebesar 400 ribu riyal atau sekitar Rp1,2 miliar dengan asumsi kurs pada saat itu.

Pada sidang terakhir 14 Julo 2014 Pengadilan Mekkah mensahkan pema`afan keluarga korban dan menyatakan tuntutan hukuman mati (qishash) dinyatakan gugur. Hakim meminta peneguhan dan pembayaran diyat syar`i secepatnya guna proses penyelesaian kasus.

Wakil Gubernur Kalsel H Rudy Resnawan selanjutnya memaparkan upaya yang ditempuh Pemprov Kalsel dengan mengirim surat kepada Presiden pada 27 Juni 2011.

Wagub juga melakukan kunjungan ke Arab Saudi 21-26 November 2011 untuk bertemu dengan keluarga korban.

"Kunjungan kedua ke Arab Saudi kembali dilakukan, kali ini diwakili Sekretaris Daerah dalam rangka penyelesaian kasus," kata Rudy.

Mengingat keluarga keenam korban secara ekonomi tidak mampu membayar uang diyat, atas dasar surat keterangan keluarga yang ditandatangani 6 Nopember 2014 oleh kuasa ahli waris Siti Halimatu Rusdiah (puteri Abdul Aziz Supiyani) dan Surat Bupati HSU tanggal 6 Nopember 2014, maka Pemprov Kalsel memberikan bantuan sosial kepada keluarha/ ahli waris atas nama Siti Halimatu Rusdiah sebesar 400 ribu riyak atau Rp1,32 miliar.

Rudy menuturkan, pada 23 November 2014 kuasa ahlo waris telah menyerahkan uang diyat ke KJRU Jeddah dilanjutkan 25 November 2014 uang diyat diserahkan ke Mahkamah Umum Mekkah sehingga keenam terpidana mati WNI asal Kalsel dibebaskan dari hukuman mati.

Meski sudah dibebaskan, proses pemulangan ke tanah air sempat terkendala administrasi, namun kendala ini berhasil diatasi setelah adanya kunjungan Menteri Luar Negeri RI ke Arab Saudi.

Setelah menyelaikan urusan administrasi untuk pemulangan keenam tadi, maka Rabu 3 Juni 2015 keenam TKI kalsel dideportasi dan dikembalikan kepada keluarga masing-masing.

Pewarta: Eddy Abdillah

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015