Banjarmasin,(Antaranews Kalsel) - Setiap sudut di Pasar Batuah Kota Martapura, ibukota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, terlihat orang bergerombol, setelah didekati ternyata ada saja pedagang batu cincin emperan yang memperoleh perhatian pembeli.


"Ini asli Red Borneo pak, tuh ada urat-urat batu yang menyerupai burung, dan tembus pandang lagi," kata seorang wanita setengah baya yang menggelar dagangannya di kaki lima di pusat keramaian kota yang berjuluk "kota Intan," Martapura tersebut.

Gerombolan pembeli bukan saja terlihat di kaki lima, tetapi juga terlihat dietalasi pedagang batu cincin kecil-kecilan yang banyak digelar pinggir jalan kota "Serambi Mekkah" ini.

Bahkan di pusat pertokoan permata Cahaya Bumi Selamat (CBS) Martapura pun begitu ramainya pengunjung membeli batu permata, khususnya Red Borneo.

Pembeli bukan saja masyarakat Kalsel, tetapi didengar dari bahasanya kebanyakan dari luar Kalsel, Sulawesi, Pulau Jawa, dan Sumatera, bahkan dari Malaysia.

Memang berdasarkan keterangan kunjungan wisatawan khususnya wisatawan nusantara meningkat drastis ke Kota Martapura, setelah munculnya batu cincin "Red Borneo" (merah Kalimantan) sejak empat bulan terakhir ini.

"Sekarang banyak sekali kunjungan wisatawan, khususnya pemburu batu Red Borneo dari berbagai wilayah nusantara," kata Alfian pemilik toko batu-batu cincin, di lokasi pertokoan Cahaya Bumi Selamat (CBS) Martapura, Senin.

Alfian menuturkan, dengan banyaknya berdatangan pemburu batu Red Borneo maka perajin hampir kewalahan mengolah batu cincin tersebut, sebab para pendatang itu bukan saja membeli untuk pribadi tetapi tak sedikit yang membeli secara borongan untuk diperdagangkan lagi di daerah asal mereka.

Mereka juga bukan saja membeli batu sudah jadi tetapi tak sedikit pula yang membeli bongkahan bebatuan Red Borneo dengan sistem per kilogram, kata Alfian didampingi pedagang lainnya Kaspul Anwar.

Menurut Alfian setelah ditemukannya Red Borneo oleh seorang penduduk di Desa Kiram atau Gunung Pematun, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, maka jenis batu permata tersebut kian terkenal saja.

Apalagi setelah kontes keindahan batu cincin Red Borneo mengalahkan batu Bacan dari Ternate, ditambah Presiden Jokowi yang konon juga memakai jenis batu cincin ini, maka membuat jenis batu yang bewarna merah tersebut kian diburu pencinta dan pengoleksi batu permata.

Dampaknya, kata mereka, Kota Martapura kian diserbu, buktinya hampir semua penginapan di kota yang berjuluk "serambi Mekkah," ini selalu penuh oleh wisatawan, bahkan setiap even kegiatan masyarakat baik yang ada di Banjarmasin, Banjarbaru, Palangkaraya, Kuala Kapuas, maka paket kunjungan selalu Ke Martapura.

Disebutkan, Red Borneo yang banyak dicari adalah yang bewarna merah polos, tetapi yang jenis kristal atau yang tembus pandang harganya bisa capai Rp35 juta, sementara yang jenis super hanya ratusan ribu hingga sejuta rupiah per biji.

Sedangkan yang Red Borneo biasa artinya bewarna-warna itu hanya sekitar Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per biji, kata Alfian.

Dengan maraknya pemburuan Red Borneo menyebabkan banyak warga Kota Martapura yang kini beralih profesi, jika dulu profesi kemasan, pengolah kayu pokah, buruh bangunan, sopir angkot, beralih jadi pengolah Red Borneo.

Pengolah batu bisa dilihat di Deka Pekauman, Kampung Melayu, Kramat, Kraton, Dalam Pagar dan desa-desa lainnya.

Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banjar Abdul Gani Fauzie membenaran peningkatan kunjungan wisatawan.

Ia mengatakan, meningkatnya kunjungan ke Martapura dapat dilihat dari aktivitas di pertokoan CBS yang setiap hari dipenuhi pengunjung.

Kenaikan pengunjung mencapai 100 persen lebih bahkan keramaian di pusat penjualan batu pertama itu, tidak hanya pada hari libur seperti Sabtu dan Minggu.

"Biasanya pertokoan CBS Martapura hanya ramai pada hari libur Sabtu dan Minggu, tetapi sejak awal tahun setiap hari selalu ramai pengunjung yang jumlahnya ratusan orang," ucapnya.

Menurut dia, pengunjung yang datang bukan hanya peminat maupun kolektor batu, tetapi juga masyarakat awam yang ingin mengetahui bentuk dan keunikan Red Borneo.

"Mereka umumnya melihat-lihat seperti apa batu Red Borneo. Jika tertarik warna dan keunikannya maka bisa ikut membeli baik untuk dipakai maupun dijadikan koleksi," ujarnya.

Ditambahkan, "booming" batu Red Borneo diperkirakan bertahan lama karena batu berbeda dengan koleksi lain seperti tumbuhan maupun hewan peliharaan lainnya.

"Batu itu semakin lama disimpan semakin bagus karena selain memiliki nilai seni, juga diyakini sebagian orang bertuah sehingga cukup banyak yang mengoleksinya," kata dia.



Kota berlian



Berdasarkan ketarangann dulu wisatawan datang ke kota "para ulama" ini kebanyakan berburu berlian, menginat daerah ini merupakan penghasil berlian, namun belakangan setelah ditemukan Red Borneo di areal pertambangan nikel dan biji besi di Desa Kiram ini maka banyak yang beruru Red Borneo.

Kota Martapura memangs ejak lama dikenal sebagai pusatnya batu mulia sehingga banyak pendatang ke kota ini hanya untuk berburu batu mulia tersebut.

Bukan hanya berlian dan Red Borneo yang dicari pendatang ke Martapura, tetapi juga aneka permata lain, seperti zamrud, yakut, merah delima, dan aneka batu permata lainnya.

Martapura bukan saja dikenal sebagai produsen batu permata tetapi juga kota ini dikenal sebagai pusat kerajinan batu permata, terdapat ratusan perajin yang menyebar lokasinya di kota ini.

"Banyak pedagang batu permata dari berbagai negara lain, seperti dari India, Birma, Thailand, Singapura, Afrika Selatan, Malaysia, bahkan dari negara Eropa datang ke Martapura membawa bahan mentah atau bahan baku batu permata,� kata Muksin seorang pemilik toko permata di CBS menambahkan.

Bahan baku batu permata tersebut dijual oleh pendatang dari negtara lain itu ke perajin setempat, kemudian oleh perajin setempat diolah menjadi batu cincin, batu giwang, liontin, dan jenis batu permata lainnya.

Kemudian oleh perajin hasil olahan tersebut dijual kepada para pedagang di kota ini, makanya batu permata apa saja tersedia di CBS Martapura ini, kata Muksin lagi.

Para pedagang batu permata yang menjual bahan baku tersebut keumudian uangnya dibelikan lagi berbagai jenis olahan batu permata Martapura termasuk berlian yang kemudian dijual kembali oleh mereka ke negara asal.

Pengakuan para pedagang luar daerah, Martapura sudah memiliki nama besar di kalangan pedagang permata, kalau permata di jual di daerah lain, harganya bisa turun, tetapi kalau dijual di Kota Martapura harganya bisa meningkat.

Oleh karena itu banyak kalangan pedagang permata yang selalu ingin bertransaksi di kota ini, karena banyak pemburu permata berkeliaran di kota kecil tersebut.

Akibat dari semua itu maka kawasan pertokoan CBS Martapura benar-benar menjadi magnet uang, karena setiap hari miliyaran rupiah uang beredar di kawasan ini.

Berdasarkan catatan, batu-batuan yang menjadi perhiasan yang dijual di wilayah ini antara lain akik, biduri bulan, topas, merah siam, merah daging, merah delima, cempaka, berlian, anggur, giok, intan, kuarsa, kecubung, mutiara, mata kucing, pirus, safir, yakut, zamrud, ruby,opal, spinel, bloodstone, tashmarine, quattro, dan alexandrite.

Batu permata lain yang juga terdapat di sini tetapi belum ada nama Indonesia seperti, chrysoberyl, chrysocolla, chrysoprase, hematite, jasper, kunszite, lapis lazuli, malachite, obsidian, olivine atau peridot, pyrite, tanzanite, tourmaline.

  Untuk lebih mempopulerkan Red Borneo dan menambah magnet Kota Martapura maka bupati setempat Sultan Khaerul Saleh mewajibkan seluruh pejabat lingkungan pemkab setempat memakai cincin dengan batu batu mulia khas yang juga dikenal dengan nama ruby Kalimantan (natural rhodonite).

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015