Pascabanjir bandang dan longsor terparah dalam sejarah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), permasalahan lama tentang penebangan liar atau ilegal logging di wilayah hutan lindung kembali mencuat di masyarakat Dayak pedalaman meratus Kalimantan Selatan.

Mengingat hal itu, ratusan masyarakat di Desa Datar Ajab, Hinas Kanan dan Alat di Kecamatan Hantakan, menggelar musyawarah untuk mempertahankan hutan dari aktivitas penebangan liar di wilayah mereka. Peta wilayah hutan lindung, sanksi adat kembali disosialisasikan dan disepakati, Sabtu (13/2) Di Desa Datar Ajab, Dusun Rantau Perupuk.

Plt Kepala Desa Datar Ajab, Yandi mengatakan kepada masyarakat agar tidak mengambil tindakan yang melanggar hukum apabila menemukan pelaku penebang liar di kawasan hutan lindung. "Kita serahkan ke hukum adat dan negara," ujarnya. 

Menurutnya, Kepala Adat Dayak Kecamatan Hantakan selaku penegak hukum adat dan para tokoh pemuda menerima amanah dari tokoh masyarakat yang sudah renta untuk menjaga kawasan hutan yang masih tersisa untuk dipertahankan dari penebangan liar. 

"Mereka sebagai penerus. Jangan sampai lelah mempertahankan hutan lindung. Hutan lindung ini adalah bagian kehidupan kita sehari-hari sampai ke anak cucu kita. Jangan digatuk (ganggu) hutan lindung," ujar Sumiati (65) mantan kepala Desa Pantai Mangkiling pada 1982-1999 (sekarang berubah nama menjadi Desa Datar Ajab). 

Sumiati, aktivis bahari yang berhasil mengusir salah satu perusahan kayu di era 80'an di wilayah itu mengatakan kepada masyarakat agar mengelola kampung masing-masing untuk meningkatkan perekonomian.

"Jangan sampai mau ikut, diajak, atau diupah untuk menebang hutan. Jadikan kampung agar aman, bersih, hutan lestari dan bangkitkan pariwisata yang ramah lingkungan.

Hal itu lebih besar manfaatnya dari pada penebangan kayu di hutan. Kita menjaga alam, alam menjaga kita" ujarnya dengan lantang kepada masyarakat saat musyawarah. 

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Banjarbaru Martapura, Syahruzaman yang turut hadir diundang masyarakat mengatakan peran mereka adalah pendampingan hukum apabila terdapat aktivitas penebangan liar menyentuh kawasan hutan lindung yang ditetapkan negara. 

"Kawasan hutan Keramat itu adalah peran hukum adat diselesaikan tokoh adat. Ketika ada aktivitas ilegal logging di kawasan hutan lindung yang ditetapkan negara yang juga dilindungi masyarakat maka akan kita lakukan pendampingan hukum," ujarnya. 

Data yang diterima ANTARA dari Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Hulu Sungai, Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan menunjukan terdapat kawasan berstatus hutan lindung negara di Desa Datar Ajab, wilayah Pantai Mangkiling sampai Ampurung, hutan itu adalah hutan yang dibahas masyarakat dalam musyawarah itu.

Selain itu ada juga kawasan hutan produksi dan kawasan hutan produksi terbatas di sana. 

Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Hulu Sungai, Dinas Kehutanan Kalsel, Rudiono Herlambang membenarkan adanya aktivitas ilegal logging di wilayah hutan lindung di Kecamatan Hantakan.

"Ada yang dari hutan lindung dan ada yang dari hutan produksi," ujar beberapa waktu yang lalu. 

Baru ini, KPH Hulu Sungai bersama Sat Reskrim Polres HST menemukan bukti ilegal logging di Desa Papagaran, Kecamatan Hantakan.

"Jelas, ilegal logging itu. Ada 96 potong di Papagaran yang jumlahnya sekitar lima kubik. Masyarakat di sana dibayar oleh siapa gitu nah untuk memotong, lalu dibawa naik sepeda motor menuju ke bawah," ujarnya.

Setiap kali operasi sampai saat ini belum ditemukan siapa pelaku itu. KPH Hulu Sungai, hanya mendapat temuan barang bukti berupa kayu kayu yang sudah siap jual di daerah bawah kaki gunung. 

Penelusuran ANTARA bersama masyarakat setempat Rabu, (3/2), di daerah hutan lindung itu terdapat bekas aktivitas penebangan ilegal, terdapat kayu kayu raksasa berjenis meranti ditebang dan dipotong menjadi balok juga papan siap angkut.
 
Sisa-sisa bekas ilegal logging yang temukan ANTARA di wilayah pegunugan Meratus Kecamatan Hantakan (Antaranews Kalsel/M Taupik Rahman)

Pewarta: M. Taupik Rahman & M. Fauzi Fadilah

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021