Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Selatan Zainal Helmie mengatakan pers senantiasa diingatkan untuk tidak melanggar etika pemberitaan ramah anak, sehingga tidak terancam pidana akibat berita yang ditulis.

"Karena masih banyak ditemukan ada media yang melanggar ketentuan ini. Misal korban atau pelakunya anak di bawah umur memang nama telah ditulis inisial namun alamat rumah dan sekolah lengkap. Padahal itu tidak boleh sama sekali," kata dia di Banjarmasin, Selasa.

Untuk itulah, di momen Hari Pers Nasional (HPN) hari ini, Helmie kembali mengingatkan wartawan agar benar-benar memperhatikan penulisan terkait anak yang bersangkutan dengan perkara hukum baik sebagai pelaku maupun korban serta hal-hal bersifat negatif lainnya. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) juga harus dibaca dan dipedomani lagi.

Diungkapkan dia, Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) telah disepakati oleh Dewan Pers dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise di tahun 2019. 

Bahkan sebelumnya di tahun 2018 juga ada kesepakatan Dewan Pers dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berkaitan dengan pemberitaan ramah anak.

PPRA mendorong pers menghasilkan berita bernuansa positif, berempati dan bertujuan melindungi hak, harkat dan martabat anak terutama terkait persoalan hukum baik sebagai pelaku, saksi maupun korban.

Adapun jeratan hukum yang bisa menimpa wartawan akibat keteledoran dalam penulisan yaitu Pasal 97 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan setiap orang yang melanggar kewajiban mengungkap identitas anak, anak korban, dan anak saksi dalam pemberitaan, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.

"Jadi ini sangat serius. Tidak boleh dianggap sepele oleh kawan-kawan wartawan di lapangan. Redaktur sebagai editor seharusnya juga jeli, jangan sampai berita yang isinya melanggar PPRA bisa lolos," pungkas Helmie.  

Pewarta: Firman

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021