Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Kalimantan Tengah Satriadi mengatakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak yang direncanakan pada Desember 2020 sebaiknya ditunda.
"Rencana pilkada serentak pada Desember 2020 menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk adanya usulan untuk meninjau serta menunda kembali pelaksanaannya karena pandemi virus corona atau COVID-19," kata Satriadi melalui rilis di Palangka Raya, Kamis..
Menurut dia, usulan peninjauan dan penundaan kembali pilkada itu disampaikan sejumlah narasumber serta peserta seminar nasional melalui daring (dalam jaringan) yang telah dilaksanakan Bawaslu Kalteng.
"Ingat, suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox dei), dan juga sesuai dengan asas hukum solus populi supreme lex Esto atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Jadi, sebaiknya pilkada serentak yang rencananya Desember 2020 ditunda sampai pandemi COVID-19 berakhir," ucapnya.
Adapun narasumber dalam seminar nasional melalui daring yang dilaksanakan Bawaslu Kalteng itu yakni anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja, anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Wakil Rektor I Universitas Dr Soetomo Surabaya Dr Siti Marwiyah, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani Brigjen (Purn) Dr Arief Budiarto, dan Wakil Dekan FISIP Universitas Palangka Raya Jhon Retei Alfrisandi.
Satriadi mengatakan terdapat banyak hal yang disampaikan oleh narasumber, baik dari penyelenggara pemilu maupun dari akademisi tersebut, yakni perlunya peninjauan kembali terhadap rancangan pelaksanaan pemilihan yang dilakukan pada bulan Desember 2020, demi menjaga hak-hak sipil masyarakat dan juga hak atas kesehatan.
"Selain itu, risiko yang ditimbulkan jika pelaksanaan pilkada tetap dilakukan, dapat berdampak pada risiko reputasi, risiko politik, risiko keuangan, dan risiko hukum. Itu pandangan dari narasumber, termasuk 300 peserta yang mengikuti melalui zoom maupun kanal youtube," kata dia.
Selain itu, seminar nasional itu juga melihat dari aspek psikologis, narasumber mengemukakan bahwa bencana nonalam seperti pandemi COVID-19 lebih besar menimbulkan kekhawatiran, karena virus tidak terlihat dan penularannya berdampak luas. Untuk itu, diperlukan mitigasi risiko guna meminimalisir dampak dan penyebarannya.
"Itu juga yang mendasari adanya pandangan dalam seminar itu sebaiknya pilkada ditunda sampai pandemi COVID-19 berakhir," kata Satriadi.
Seminar nasional melalui daring yang dimoderatori oleh anggota Bawaslu Kalteng Rudyanti Dorotea Tobing itu juga menghadirkan Ketua Bawaslu RI Abhan selaku pembicara kunci sekaligus membuka seminar.
Dalam sambutannya, Ketua Bawaslu RI Abhan memberikan pandangan terkait pelaksanaan pilkada yang direncanakan pada bulan Desember 2020. Semua pihak, menurut dia, perlu belajar dari pengalaman Pemilu 2019, di mana terdapat korban jiwa dari penyelenggara.
"Jangan sampai kejadian tersebut terulang kembali. Bawaslu memiliki pandangan bahwa pilkada sebaiknya dilaksanakan pada tahun 2021, dan tidak dilaksanakan pada saat pandemi COVID-19," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Rencana pilkada serentak pada Desember 2020 menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk adanya usulan untuk meninjau serta menunda kembali pelaksanaannya karena pandemi virus corona atau COVID-19," kata Satriadi melalui rilis di Palangka Raya, Kamis..
Menurut dia, usulan peninjauan dan penundaan kembali pilkada itu disampaikan sejumlah narasumber serta peserta seminar nasional melalui daring (dalam jaringan) yang telah dilaksanakan Bawaslu Kalteng.
"Ingat, suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox dei), dan juga sesuai dengan asas hukum solus populi supreme lex Esto atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Jadi, sebaiknya pilkada serentak yang rencananya Desember 2020 ditunda sampai pandemi COVID-19 berakhir," ucapnya.
Adapun narasumber dalam seminar nasional melalui daring yang dilaksanakan Bawaslu Kalteng itu yakni anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja, anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Wakil Rektor I Universitas Dr Soetomo Surabaya Dr Siti Marwiyah, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani Brigjen (Purn) Dr Arief Budiarto, dan Wakil Dekan FISIP Universitas Palangka Raya Jhon Retei Alfrisandi.
Satriadi mengatakan terdapat banyak hal yang disampaikan oleh narasumber, baik dari penyelenggara pemilu maupun dari akademisi tersebut, yakni perlunya peninjauan kembali terhadap rancangan pelaksanaan pemilihan yang dilakukan pada bulan Desember 2020, demi menjaga hak-hak sipil masyarakat dan juga hak atas kesehatan.
"Selain itu, risiko yang ditimbulkan jika pelaksanaan pilkada tetap dilakukan, dapat berdampak pada risiko reputasi, risiko politik, risiko keuangan, dan risiko hukum. Itu pandangan dari narasumber, termasuk 300 peserta yang mengikuti melalui zoom maupun kanal youtube," kata dia.
Selain itu, seminar nasional itu juga melihat dari aspek psikologis, narasumber mengemukakan bahwa bencana nonalam seperti pandemi COVID-19 lebih besar menimbulkan kekhawatiran, karena virus tidak terlihat dan penularannya berdampak luas. Untuk itu, diperlukan mitigasi risiko guna meminimalisir dampak dan penyebarannya.
"Itu juga yang mendasari adanya pandangan dalam seminar itu sebaiknya pilkada ditunda sampai pandemi COVID-19 berakhir," kata Satriadi.
Seminar nasional melalui daring yang dimoderatori oleh anggota Bawaslu Kalteng Rudyanti Dorotea Tobing itu juga menghadirkan Ketua Bawaslu RI Abhan selaku pembicara kunci sekaligus membuka seminar.
Dalam sambutannya, Ketua Bawaslu RI Abhan memberikan pandangan terkait pelaksanaan pilkada yang direncanakan pada bulan Desember 2020. Semua pihak, menurut dia, perlu belajar dari pengalaman Pemilu 2019, di mana terdapat korban jiwa dari penyelenggara.
"Jangan sampai kejadian tersebut terulang kembali. Bawaslu memiliki pandangan bahwa pilkada sebaiknya dilaksanakan pada tahun 2021, dan tidak dilaksanakan pada saat pandemi COVID-19," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020