Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan, merupakan daerah yang memiliki luas hampir sepertiga dari 13 kabupaten dan kota di provinsi itu.

Wajar jika beberapa tahun belakangan ini "Bumi Saijaan" Kotabaru terdiri dari 109 pulau itu memiliki persoalan masih tingginya angka buta aksara dan angka putus sekolah, karena geografis daerah itu berbeda dengan kabupaten lain di Kalsel.

Berdasarkan data 2006-2007, jumlah buta aksara di Kotabaru mencapai kisaran 6.450 orang.

Sementara angka putus sekolah menurut Ketua Kelompok Sarjana Penggerak Wajib Belajar Kotabaru Ibnu Fauzi, pada 2009 jumlah putus sekolah diperkirakan mencapai lebih 6.000 orang.

"Saat penelitian di tiga kecamatan dari 20 kecamatan yang ada di Kotabaru, yakni, Pulau Lau Utara, Pulau Laut Tengah dan Pulau Laut Timur, angka putus sekolah mencapai kisaran 2.000 orang untuk kelompok 12-18 tahun," katanya.

Banyak persoalan yang menjadi sebab tingginya angka putus sekolah, diantaranya, masalah ekonomi keluarga, belum tersedianya akses dan sarana transportasi umum ke sekolah serta budaya.

Menurut dia, masalah ekonomi keluarga, bisa ditangani melalui dana bantuan operasional sekolah (BOS), karena beberapaa tahun terakhir Kotabaru telah mendapatkan dana melalui program BOS dan bantuan operasional manajemen mutu (BOMM).

Namun untuk masalah yang lainnya, seperti belum ada akses jalan dan angkutan umum itu perlu campur tangan instansi terkait.

Bagian Pendataan dana BOS dan BOMM pada Dinas Pendidikan Kotabaru Mirhan menjelaskan, pada APBD Kotabaru 2010 Dinas Pendidikan Kotabaru mendapatkan alokasi dana BOS sekitar Rp19,8 miliar, terdiri dari Rp11 miliar dari pemerintah pusat dan Rp8 miliar dari pemerintah daerah.

Selanjutnya untuk dana BOMM yang diperuntukkan bagi siswa-siswi SMA sederajat pada tahun itu dialokasikan sebesar Rp4 miliar.

Sedangkan periode 2011, Kotabaru mendapatkan dana BOS sekitar Rp21 miliar.

Dana tersebut diperuntukkan bagi 48.813 siswa SD dan SMP, yang terdiri 255 SDN dengan jumlah murid 34.727 orang, 26 SD Swasta dengan jumlah murid 3.867 orang, 51 SMPN dengan jumlah murid 9.124 orang, dan 9 SMP Swasta dengan jumlah murid 1.095 orang.

Mirhan menerangkan, daya serap keuangan BOS untuk SD pada 2010 mencapai 99,98 persen.

Masih ada beberapa sekolah tidak mencairkan dana BOS karena belum dapat mempertanggungjawabkan penggunaan dana BOS periode sebelumnya.

Daya serap keuangan dana BOS untuk SMP dan dana BOMM untuk SMA sederajat pada periode 2010 mencapai 100 persen.

Menurut dia, meski dana tersebut berupa dana hibah, penyaluran dana BOS dan BOMM tidak semudah membalik "telapak tangan". 
Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam penyaluran dana hibah itu.

Diantaranya, tidak tersedianya dana sosialisasi, pengawasan, evaluasi, dan monitoring ke lapangan," jelasnya.

Padahal, beberapa tahun lalu pemerintah pusat mengalokasikan dana untuk itu.       
Diakui, meski tidak disediakan dana untuk pengawasan, evaluasi dan monitoring, program BOS dan BOMM dalam dua tahun terakhir.

Program BOS dan BOMM kini telah terbukti dapat mengurangi angka putus sekolah.   

Berdasarkan penelitian sementara, angka putus sekolah untuk kelompok umur 12 tahun mencapai 0,60 persen atau sekitar 242 orang anak, jauh lebi rendah dibandingkan dengan tahun sebelum-sebelumnya.

Sedangkan untuk kelompok umum 15, mencapai 0,77 persen atau sekitar 96 orang siswa, dan kelompok umum 18 tahun sekitar 0,40 persen atau sekitar 47 orang.

"Jumlah angka putus sekolah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya," ujarnya dengan tidak menyebutkan angka putus sekolah di tahun sebelumnya dengan rinci.

   
    Memperketat pengawasan.

Kepala Dinas Pendidikan Kotabaru Eko Suryadi Widodo Sahdan MM, menyatakan, agar dana BOS dapat benar-benar bermanfaat bagi sekolah dan siswa, pihaknya mulai meningkatkan pengawasan dalam penyaluran dan penggunaannya.

Eko Suryadi yang akrab disapa Dodo itu menegaskan, meski kali ini dana pengawasan tidak lagi disediakan oleh pemerintah pusat, berbeda dari tahun sebelumnya, pemerintah daerah tetap komitmen bahkan meningkatkan penyaluran dan penggunaan dana BOS agar tetap sesuai peruntukkanya.

"Meski tidak ada dana khusus untuk tenaga pengawas, kami tetap akan mengerahkan petugas dari Dinas Pendidikan untuk mengawasi penggunaan dana BOS yang jumlahnya cukup besar," katanya.

Pangawas tersebut, lanjut Dodo, terdiri dari pengawas tingkat kecamatan, dan beberapa petugas dari Dinas Pendidikan dibantu dewan guru yang ditunjuk.

Selain melakukan pengawasan, dinas juga akan melakukan sosialisasi prosedur penggunaan dana BOS melalui setiap kegiatan di sekolah dan di dinas pendidikan.

Terpenting, ujar dia, pihaknya akan memberikan sanksi tegas terhadap sekolah yang tidak benar-benar mempergunakan BOS diluar ketentuan.

Ditambahkan, pada APBD Kotabaru 2010, pemerintah daerah mengalokasikan dana pendamping BOS sekitar Rp4,5 miliar untuk 337 SD hingga SMA," katanya.

Dana tersebut untuk 40.143 orang siswa dari 258 SD/MI dengan jumlah Rp522 juta per bulan, untuk 12.435 orang siswa SMP dari 77 sekolah senilai Rp224 juta, dan untuk 7.807 orang siswa dari 36 SMA sebesar Rp528 juta.

Ia berharap dengan dana BOS pusat dan daerah tersebut dapat menekan angka putus sekolah, meningkatkan mutu pendidikan dan dapat memperbaiki sarana dan prasarana sekolah di daerah ini.

Dodo mengungkapkan, pemberian dana BOS, BOMM dan pendamping BOS merupakan bagian dari upaya Pemkab Kotabaru dalam program bebas biaya sumbangan pendidikan (SPP) mulai dari SD-SMA.

"Beberapa tahun ini, Pemkab Kotabaru memprogramkan bebas SPP mulai dari SD hingga SMA," ujarnya.

Program tersebut merupakan bagian dari membangun sumber daya manusia di Kotabaru.

Edi Cahyo MAP saat menjabat Kasubag Program Dinas Pendidikan Kotabaru pada suatau kesempatan, mengatakan, sejak 2007 Kotabaru telah menerapkan program bebas biaya sekolah untuk 12 tahun atau mulai dari SD hingga SMA.

"Untuk membantu program bebas biaya sekolah tersebut, pemerintah daerah menyediakan dana pendamping BOS dan BOMM sejak tahun 2007 yang jumlah puluhan miliar rupiah," ujarnya.

Ia mengharapkan dengan dana pendamping BOS dan BOMM tersebut dapat menekan angka putus sekolah, meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) serta meningkatkan angka kelulusan siswa.

"Pada tahun 2009 APK SD sebesar 93,57 persen, SMP 80,42 persen, SMA 35,48 persen, sedangkan untuk APM tingkat SD sebesar 83,42 persen, SMP 72,60 persen dan SMA 32,33 persen," katanya.   
 
Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah satu atap Kurau, Kabupaten Tanah Laut, Mubasir, mengatakan, data penerima dana BOS yang diterima sekolah dalam tahun terakhir sering tidak akurat.

"Padahal, kami selalu memperbarui data yang diminta pihak Dinas/Kantor Kementrian Agama, namun dana yang kami terima akhir-akhir ini tidak sama dengan data jumlah siswa di MTs yang kami laporkan," ujarnya.

Berbeda saat Mubasir masih mengajar di Madrasah Ibtidaiyah (MI), dana BOS yang dia terima selalu sama dengan jumlah murid sekolah.

Namun saat mengajar di MTS dua tahun terakhir ini, jumlah dana BOS yang diterima jika tidak lebih kecil yang lebih banyak dari jumlah siswa.

Hal yang sama juga dialami oleh Kepala Sekolah SMPN Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kusno.

Menurutnya, mahasiswa pascasarjana pendidikan itu mengaku, dana BOS yang ia terima selalu selisih dengan jumlah murid SMP tempat tugasnya.

"Pernah terjadi uangnya kebanyakan, tetapi yang sering dananya kurang tidak sesuai dengan jumlah murid SMP," kata Kusno yang mengaku memiliki sekitar 300 orang murid itu.

Kedua mahasiswa pascasarjana pendidikan Unlam itu meminta dinas pendidikan dapat menyesuiakan data jumlah murid, agar pihaknya tidak mengalami masalah dikemudian hari.

"Masalah tidak sesuainya data bukan hanya kami berdua yang mengalami, tetapi banyak kepala sekolah di daerah lain juga mengalaminya," paparnya./Imam Hanafi

Pewarta:

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2011