Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menyebut program cetak sawah baru di lahan gambut yang dinilai merupakan anomali, karena belajar dari sejarah maka hal tersebut tidak memiliki dampak yang berpengaruh terhadap produksi pangan nasional.
"Saat ini kebijakan program cetak sawah ini benar-benar anomali. Pertama, tidak mengingat sejarah bahwa Rp1,6 triliun pernah lenyap dari APBN akibat memaksakan lahan gambut dibuka untuk sawah yang tidak berefek sama sekali terhadap cadangan pangan nasional," kata Andi Akmal Pasluddin dalam rilis di Jakarta, Minggu.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyoroti anggaran cetak sawah sebesar Rp209,8 miliar pada postur anggaran tahun 2020, kemudian dipangkas menjadi Rp10,8 miliar rupiah akibat penghematan dan kini setelah refocussing menjadi nol rupiah.
Ia juga mengingatkan bahwa percetakan sawah membutuhkan waktu minimal satu tahun dan itu juga belum mencakup proses pembangunan infrastruktur penunjang seperti irigasi dan jalan.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah diharapkan dapat lebih bijak terlebih pada evaluasi BPK ditemukan masih ada sawah-sawah yang merupakan cetakan periode 2014-2019 yang belum termanfaatkan secara optimal.
Dengan demikian, lanjutnya, optimalisasi pemanfaatan sawah yang sudah dicetak periode 2014-2019 lebih baik dilakukan dari pada membuka lahan baru, apalagi lahan gambut.
Sebelumnya Kementerian Pertanian menyatakan program pembukaan lahan atau cetak sawah baru di Kalimantan Tengah yang menjadi perintah Presiden Joko Widodo, akan difasilitasi dan didanai oleh BUMN.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy menjelaskan bahwa Kementan akan bekerja sama dengan BUMN untuk menggarap lahan gambut menjadi sawah dengan data kehutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Untuk lahan gambut ini memang akan difasilitasi, kaitan pendanaannya dari BUMN. Sementara KLHK kaitannya dengan kehutanan sosial. Akan kita garap bekerja sama BUMN, tapi teknisnya dari Kementan," kata Sarwo Edhy dalam rapat dengar pendapat virtual bersama Komisi IV di Jakarta, Rabu (29/4).
Sarwo Edhy menjelaskan bahwa lahan gambut seluas 200.000 hektare yang akan digarap menjadi lahan sawah dilakukan dengan pembiayaan sepenuhnya dari BUMN.
Sementara itu Kementan akan melakukan bimbingan dan pembinaan teknis, mengingat lahan gambut memerlukan penanganan khusus, seperti pemberian dolomit untuk menetralkan asam pada tanah sebelum bisa ditanami.
Sebelumnya, Presiden Jokowi pada Selasa (28/4) meminta agar BUMN membuka lahan baru, yakni lahan gambut untuk dioptimalisasi menjadi lahan sawah sebagai antisipasi jika terjadi kekeringan dan ancaman kelangkaan pangan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan bahwa instruksi tersebut dengan memperkirakan adanya lahan seluas 900.000 hektare di Kalimantan Tengah yang dapat dimanfaatkan menjadi lahan sawah.
"Di Kalimantan Tengah diperkirakan ada lebih dari 900.000 hektare, yang sudah siap 300.000 hektare juga yang dikuasai BUMN ada sekitar 200.000 hektare agar dibuat perencanaan," kata Airlangga.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Saat ini kebijakan program cetak sawah ini benar-benar anomali. Pertama, tidak mengingat sejarah bahwa Rp1,6 triliun pernah lenyap dari APBN akibat memaksakan lahan gambut dibuka untuk sawah yang tidak berefek sama sekali terhadap cadangan pangan nasional," kata Andi Akmal Pasluddin dalam rilis di Jakarta, Minggu.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyoroti anggaran cetak sawah sebesar Rp209,8 miliar pada postur anggaran tahun 2020, kemudian dipangkas menjadi Rp10,8 miliar rupiah akibat penghematan dan kini setelah refocussing menjadi nol rupiah.
Ia juga mengingatkan bahwa percetakan sawah membutuhkan waktu minimal satu tahun dan itu juga belum mencakup proses pembangunan infrastruktur penunjang seperti irigasi dan jalan.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah diharapkan dapat lebih bijak terlebih pada evaluasi BPK ditemukan masih ada sawah-sawah yang merupakan cetakan periode 2014-2019 yang belum termanfaatkan secara optimal.
Dengan demikian, lanjutnya, optimalisasi pemanfaatan sawah yang sudah dicetak periode 2014-2019 lebih baik dilakukan dari pada membuka lahan baru, apalagi lahan gambut.
Sebelumnya Kementerian Pertanian menyatakan program pembukaan lahan atau cetak sawah baru di Kalimantan Tengah yang menjadi perintah Presiden Joko Widodo, akan difasilitasi dan didanai oleh BUMN.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy menjelaskan bahwa Kementan akan bekerja sama dengan BUMN untuk menggarap lahan gambut menjadi sawah dengan data kehutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Untuk lahan gambut ini memang akan difasilitasi, kaitan pendanaannya dari BUMN. Sementara KLHK kaitannya dengan kehutanan sosial. Akan kita garap bekerja sama BUMN, tapi teknisnya dari Kementan," kata Sarwo Edhy dalam rapat dengar pendapat virtual bersama Komisi IV di Jakarta, Rabu (29/4).
Sarwo Edhy menjelaskan bahwa lahan gambut seluas 200.000 hektare yang akan digarap menjadi lahan sawah dilakukan dengan pembiayaan sepenuhnya dari BUMN.
Sementara itu Kementan akan melakukan bimbingan dan pembinaan teknis, mengingat lahan gambut memerlukan penanganan khusus, seperti pemberian dolomit untuk menetralkan asam pada tanah sebelum bisa ditanami.
Sebelumnya, Presiden Jokowi pada Selasa (28/4) meminta agar BUMN membuka lahan baru, yakni lahan gambut untuk dioptimalisasi menjadi lahan sawah sebagai antisipasi jika terjadi kekeringan dan ancaman kelangkaan pangan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan bahwa instruksi tersebut dengan memperkirakan adanya lahan seluas 900.000 hektare di Kalimantan Tengah yang dapat dimanfaatkan menjadi lahan sawah.
"Di Kalimantan Tengah diperkirakan ada lebih dari 900.000 hektare, yang sudah siap 300.000 hektare juga yang dikuasai BUMN ada sekitar 200.000 hektare agar dibuat perencanaan," kata Airlangga.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020