Oleh Ulul Maskuriah

Banjarmasin,  (Antaranews Kalsel) - Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalimantan Selatan segera menyelidiki dugaan pencemaran sungai Barito akibat logam berat seperti batubara yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Kalimantan Sekatabm Ikhlas di Banjarmasin, Senin mengatakan, pihaknya telah melaporkan masalah dugaan pencemaran sungai Barito tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup.

"Kami telah menyurati Kementerian Lingkungan Hidup, untuk segera menyelidiki dugaan pencemaran limbah batubara di Sungai Barito," katanya.

Menurut dia, pencemaran tersebut diduga tidak hanya berada pada satu titik saja, tetapi beberapa lokasi yang menjadi tempat aktivitas bongkar muat batubara, terutama yang dilakukan di laut atau di beberapa lokasi perairan di Kalsel.

Ikhlas mengungkapkan, dugaan pencemaran limbah batubara ini sudah berlangsung cukup lama, seiring gencarnya eksploitasi sumber daya alam batubara sejak beberapa dekade terakhir.

Beberapa lokasi yang diduga tercemar adalah perairan Tabunio di muara Sungai Barito, Kabupaten Tanah Laut, selain itu juga di perairan Asam-asam, Kabupaten Tanah Laut dan Pantai Bunati, Kabupaten Tanah Bumbu akibat maraknya pelsus batubara, juga perairan Kotabaru dan Tapin.

Selain itu, tambah Ikhlas, pihaknya juga mendapat laporan mengenai pencemaran limbah batubara di perairan tangkap sepanjang Sungai Barito di Aluh-aluh, Kabupaten Banjar dan Barito Kuala.

"Warga setempat mengeluhkan kondisi sungai dan areal tangkapan mereka yang tercemar," katanya.

Menurut dia, sejak sungai Barito diduga tercemar, hasil tangkapan nelayan turun drastis, sehingga tidak hanya mengganggu kesehatan masyarakat, tetapi juga telah mengganggu perekonomian warga.

Informasi dihimpun, kapal-kapal tongkang usai melakukan bongkar muat, langsung membuang sisa batubara ke laut. Pembuangan sisa batubara banyak dilakukan di sekitar muara sungai barito atau 12 mil laut perbatasan perairan kalsel dan laut Jawa. Aktifitas bongkar muat ini sudah berlangsung sekitar dua dekade terakhir.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengimbau para kepala daerah dan instansi di sepanjang wilayah yang dilalui Sungai Barito untuk ikut serta dalam upaya penurunan beban pencemaran sungai tersebut.

"Kami mengimbau para kepala daerah, yaitu para gubernur, bupati, dan walikota. serta instansi teknis di sepanjang Sungai Barito untuk berkomitmen kuat menurunkan beban pencemaran di Sungai Barito," kata Balthasar dalam dialog interaktif bertema "Ekspose Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Barito" di Jakarta.

Menteri LH menyampaikan bahwa Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Barito pada 2013.

Ia menyebutkan Kajian Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran dilaksanakan di Kabupaten Barito Selatan dan Barito Timur di wilayah Kalimantan Tengah.

Sementara di wilayah Kalimantan Selatan, dilaksanakan identifikasi di Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Utara, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai selatan, Tapin, Barito Kuala, Banjar, dan Kota Banjarmasin.

Salah satu kesimpulan dari kajian itu adalah kontribusi pencemar utama Sungai Barito untuk wilayah Kalimantan Tengah berasal dari sektor industri pertambangan dan migas, sedangkan untuk wilayah Kalimantan Selatan, pencemar utama berasal dari aktivitas rumah tangga.

Beberapa dampak ekonomi yang timbul akibat pencemaran Sungai Barito, salah satunya biaya pengolahan air baku untuk air minum dari Sungai Barito untuk 2,4 juta jiwa penduduk diperkirakan mencapai Rp 33,37 miliar per tahun.

Selain itu, lanjutnya, biaya kesehatan yang harus dikeluarkan akibat pencemaran Sungai Barito, dengan asumsi 40 persen penduduk tinggal di bantaran sungai, diperkirakan sebesar Rp491,97 miliar per tahun.

Pewarta:

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014