Peraturan Presiden (Perpres) tentang mobil listrik telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Penerbitan regulasi tersebut ditujukan untuk mendorong perusahaan-perusahaan otomotif mempersiapkan industri mobil listrik di Tanah Air.
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga mengutarakan harapannya agar produk kendaraan elektrik yang dibuat di Indonesia dapat lebih murah.
Strategi bisnis kendaraan listrik bisa dirancang Indonesia sehingga mendahului kompetitor dalam membangun kendaraan listrik dengan harga terjangkau dan berkualitas. Bahan-bahan baku untuk membuat komponen baterai mobil listrik yang terdapat di Indonesia dapat menekan harga produksi kendaraan listrik.
Sebagaimana diketahui, pembangunan industri kendaraan elektrik memerlukan waktu lebih dari dua tahun karena sejumlah perusahaan otomotif melihat minat pasar terhadap produk tersebut.
Baca juga: Penerbitan peraturan mobil listrik terkendala debat antarmenteri
Baca juga: China berminat relokasi dua pabrikan mobil listrik ke Indonesia
Baca juga: Mobil listrik Geely berbaterai buatan LG
Namun Presiden Joko Widodo juga mengingatkan bahwa kendaraan bertenaga listrik relatif memiliki harga yang lebih mahal ketimbang kendaraan berbahan bakar minyak.
Oleh karena itu, pemerintah pusat menggandeng Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan insentif bagi penggunaan kendaraan elektrik seperti bebas retribusi parkir, subsidi penggunaan kendaraan listrik untuk angkutan umum, dan pembebasan kendaraan dari peraturan ganjil genap.
Dalam Perpres mobil listrik itu juga diatur mengenai penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 35 persen.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, aturan tersebut diharapkan dapat mendorong ekspor otomotif Indonesia ke pasar internasional.
Lalu tindak lanjut apa yang perlu dilakukan setelah Perpres mobil listrik ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Membuat mobil listrik lebih terjangkau masyarakat
Pengamat transportasi Darmaningtyas menilai agar penjualan dan pemasaran harga mobil listrik harus lebih murah atau kompetitif dibandingkan mobil biasa atau konvensional agar dapat berkembang dan menarik minat masyarakat untuk membelinya.
Dia menjelaskan bahwa jika harga dan operasional mobil listrik tidak kompetitif dengan mobil konvensional atau biasa, mungkin mobil listrik bukan jawabab yang tepat untuk mendorong penghematan energi.
Selain itu harga mobil listrik yang lebih mahal atau di atas harga mobil konvensional juga bisa membuat masyarakat tidak terjangkau untuk memilikinya sekaligus mengurangi minat mereka untuk memiliki mobil listrik.
Hal senada juga disampaikan oleh ekonom Haryadin Mahardika dari Universitas Indonesia (UI) yang menilai industri keuangan perlu memberikan keringanan kredit seringan-ringannya atau bunga kredit 0 persen bagi masyarakat yang ingin memiliki mobil listrik.
Masalah pemasaran dan penjualan mobil listrik perlu diperhatikan mengingat mobil listrik merupakan sarana transportasi masa depan kita. Kalau bisa aturan penjualan mobil listrik tersebut dikaitkan dengan insentif yang tidak hanya insentif bersifat pajak namun juga berkaitan dengan insentif-insentif non pajak.
Dengan berbagai insentif yang diberikan tersebut maka harus diarahkan agar harga mobil listrik lebih murah atau di bawah harga mobil konvensional.
Tanpa adanya insentif dan keringanan, maka harga mobil listrik akan menjadi mahal sehingga pemasaran dan penjualan dapat menghadapi persaingan yang berat dengan mobil-mobil biasa yang dijual di Indonesia.
Penguatan industri nasional
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan penguatan terhadap industri nasional sebagai tindak lanjut dari Perpre mobil listrik.
Menurut ekonom Haryadin Mahardika, penguatan industri lokal untuk mobil listrik sangatlah penting karena penguatan tersebut merupakan rencana jangka panjang untuk membangun industri mobil listrik secara cepat.
Selain itu mobil listrik juga membutuhkan pembangunan ekosistem, dimana nantinya harus ada stasiun pengisian umumnya, tempat pengisian ulang baterai di rumah yang sudah mendukung aliran listriknya dan sebagainya, serta kebijakan dari PLN untuk memberikan insentif harga dan semacamnya bagi pemilik mobil listrik.
Jangan sampai nanti ketika industri mobil listrik sudah dibangun, tetapi infrastruktur pendukung ekosistem mobil listriknya belum siap.
Sedangkan pengamat transportasi Darmaningtyas menyarankan agar pemerintah memfasilitasi pengembangan mobil-mobil listrik di kampus dengan mendirikan pabrik mobil listrik.
Beberapa kampus di Indonesia saat ini membuat percobaan tentang mobil listrik, dan pemerintah perlu mendirikan pabrik mobil listrik sendiri untuk memfasilitasi pengembangan mobil listrik yang sedang diujicoba di kampus-kampus.
Dengan demikian kalau memang pemerintah serius ingin mengembangkan mobil listrik, maka pemerintah harus membangun industri mobil listrik sendiri.
Lalu apakah harus menggandeng pihak asing dalam rangka pengembangan mobil listrik?
Ekonom Haryadin Mahardika meminta agar pemerintah harus bisa mendorong investor manufaktur asing untuk menggandeng atau berkolaborasi dengan industri lokal dalam rangka pengembangan teknologi mobil listrik.
Ini penting dilakukan agar industri lokal bisa menjadi pemasok bagi industri tersebut. Selain itu di dalam mobil listrik itu sendiri yang benar-benar baru hanyalah komponen baterainya, sehingga perubahannya tidak terlalu jauh. Kecuali baterai, komponen-komponen untuk mobil listrik sekitar 80 persennya sudah bisa diproduksi oleh industri-industri dalam negeri.
Dengan demikian meskipun teknologi mobil listrik ini merupakan lompatan yang jauh dalam hal inovasi, namun sesunguhnya inovasi yang perlu dikejar hanya pada komponen baterai dan sistem permesinan mobil listriknya.
Faktor ini membuat Haryadin meyakini bahwa industri nasional sudah siap untuk menjadi bagian dalam rantai pasokan atau supply chain mobil listrik.
Sementara itu Direktur ITDP Indonesia Faela Sufa menyarankan upaya untuk menggandeng investor asing terkait pengembangan teknologi mobil listrik boleh dilakukan sebagai tolak ukur atau benchmarking.
Dirinya beralasan bahwa pengembangan mobil listrik secara mandiri membutuhkan waktu yang lama dan kualitasnya pun belum tentu sehandal mobil-mobil listrik produksi China dan Eropa.
Dengan demikian mengambil tolak ukur dari negara-negara yang sudah mengembangkan teknologi mobil listrik bisa dilakukan, dalam rangka untuk teknologi elektrifikasi kendaraan bermotor.
Sedangkan pengamat transportasi Darmaningtyas menilai jika Indonesia membutuhkan bantuan dari pihak asing, maka perekrutan tenaga asing hanya sebatas dalam rangka proses transfer teknologi mobil listrik kepada ahli-ahli di Indonesia.
Ketika teknologi mobil listrik tersebut sudah dikuasai sepenuhnya, maka semua proses pembuatan mobil listrik harus dijalankan secara mandiri oleh Indonesia.
Prioritaskan elektrifikasi angkutan umum
Direktur ITDP Indonesia Faela Sufa meminta pemerintah untuk memprioritaskan elektrifikasi angkutan umum sebagai tindak lanjut atas Perpres mobil listik yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Prioritas tersebut dinilai penting agar memudahkan angkutan umum untuk bisa pindah menjadi kendaraan transportasi publik berbasis tenaga elektrik, seperti elektrifikasi untuk bus transjakarta.
Selain itu pentingnya memprioritaskan elektrifikasi untuk angkutan umum dikarenakan saat Indonesia mengimpor kendaraan angkutan umum seperti bus listrik dari China, maka dengan adanya prioritas itu diharapkan harga bus listrik impor bisa lebih murah.
Prioritas elektrifikasi angkutan umum juga mendorong pembangunan fasilitas-fasilitas stasiun pengisian ulang untuk transportasi publik tersebut didahulukan.
Pengesahan Perpres mobil listrik oleh Presiden Joko Widodo dipandang sebagai langkah terobosan yang diambil pemerintah untuk mengenalkan mobil ramah lingkungan dan hemat bahan bakar.
Kendati demikian upaya untuk memperkuat industri nasional, membuat harga mobil listrik lebih terjangkau masyarakat dan memprioritaskan elektrifikasi angkutan umum merupakan tindak lanjut yang harus segera dilakukan oleh pemerintah agar Pepres mobil listrik tidak cuma ampuh sebatas regulasi belaka.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga mengutarakan harapannya agar produk kendaraan elektrik yang dibuat di Indonesia dapat lebih murah.
Strategi bisnis kendaraan listrik bisa dirancang Indonesia sehingga mendahului kompetitor dalam membangun kendaraan listrik dengan harga terjangkau dan berkualitas. Bahan-bahan baku untuk membuat komponen baterai mobil listrik yang terdapat di Indonesia dapat menekan harga produksi kendaraan listrik.
Sebagaimana diketahui, pembangunan industri kendaraan elektrik memerlukan waktu lebih dari dua tahun karena sejumlah perusahaan otomotif melihat minat pasar terhadap produk tersebut.
Baca juga: Penerbitan peraturan mobil listrik terkendala debat antarmenteri
Baca juga: China berminat relokasi dua pabrikan mobil listrik ke Indonesia
Baca juga: Mobil listrik Geely berbaterai buatan LG
Namun Presiden Joko Widodo juga mengingatkan bahwa kendaraan bertenaga listrik relatif memiliki harga yang lebih mahal ketimbang kendaraan berbahan bakar minyak.
Oleh karena itu, pemerintah pusat menggandeng Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan insentif bagi penggunaan kendaraan elektrik seperti bebas retribusi parkir, subsidi penggunaan kendaraan listrik untuk angkutan umum, dan pembebasan kendaraan dari peraturan ganjil genap.
Dalam Perpres mobil listrik itu juga diatur mengenai penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 35 persen.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, aturan tersebut diharapkan dapat mendorong ekspor otomotif Indonesia ke pasar internasional.
Lalu tindak lanjut apa yang perlu dilakukan setelah Perpres mobil listrik ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Membuat mobil listrik lebih terjangkau masyarakat
Pengamat transportasi Darmaningtyas menilai agar penjualan dan pemasaran harga mobil listrik harus lebih murah atau kompetitif dibandingkan mobil biasa atau konvensional agar dapat berkembang dan menarik minat masyarakat untuk membelinya.
Dia menjelaskan bahwa jika harga dan operasional mobil listrik tidak kompetitif dengan mobil konvensional atau biasa, mungkin mobil listrik bukan jawabab yang tepat untuk mendorong penghematan energi.
Selain itu harga mobil listrik yang lebih mahal atau di atas harga mobil konvensional juga bisa membuat masyarakat tidak terjangkau untuk memilikinya sekaligus mengurangi minat mereka untuk memiliki mobil listrik.
Hal senada juga disampaikan oleh ekonom Haryadin Mahardika dari Universitas Indonesia (UI) yang menilai industri keuangan perlu memberikan keringanan kredit seringan-ringannya atau bunga kredit 0 persen bagi masyarakat yang ingin memiliki mobil listrik.
Masalah pemasaran dan penjualan mobil listrik perlu diperhatikan mengingat mobil listrik merupakan sarana transportasi masa depan kita. Kalau bisa aturan penjualan mobil listrik tersebut dikaitkan dengan insentif yang tidak hanya insentif bersifat pajak namun juga berkaitan dengan insentif-insentif non pajak.
Dengan berbagai insentif yang diberikan tersebut maka harus diarahkan agar harga mobil listrik lebih murah atau di bawah harga mobil konvensional.
Tanpa adanya insentif dan keringanan, maka harga mobil listrik akan menjadi mahal sehingga pemasaran dan penjualan dapat menghadapi persaingan yang berat dengan mobil-mobil biasa yang dijual di Indonesia.
Penguatan industri nasional
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan penguatan terhadap industri nasional sebagai tindak lanjut dari Perpre mobil listrik.
Menurut ekonom Haryadin Mahardika, penguatan industri lokal untuk mobil listrik sangatlah penting karena penguatan tersebut merupakan rencana jangka panjang untuk membangun industri mobil listrik secara cepat.
Selain itu mobil listrik juga membutuhkan pembangunan ekosistem, dimana nantinya harus ada stasiun pengisian umumnya, tempat pengisian ulang baterai di rumah yang sudah mendukung aliran listriknya dan sebagainya, serta kebijakan dari PLN untuk memberikan insentif harga dan semacamnya bagi pemilik mobil listrik.
Jangan sampai nanti ketika industri mobil listrik sudah dibangun, tetapi infrastruktur pendukung ekosistem mobil listriknya belum siap.
Sedangkan pengamat transportasi Darmaningtyas menyarankan agar pemerintah memfasilitasi pengembangan mobil-mobil listrik di kampus dengan mendirikan pabrik mobil listrik.
Beberapa kampus di Indonesia saat ini membuat percobaan tentang mobil listrik, dan pemerintah perlu mendirikan pabrik mobil listrik sendiri untuk memfasilitasi pengembangan mobil listrik yang sedang diujicoba di kampus-kampus.
Dengan demikian kalau memang pemerintah serius ingin mengembangkan mobil listrik, maka pemerintah harus membangun industri mobil listrik sendiri.
Lalu apakah harus menggandeng pihak asing dalam rangka pengembangan mobil listrik?
Ekonom Haryadin Mahardika meminta agar pemerintah harus bisa mendorong investor manufaktur asing untuk menggandeng atau berkolaborasi dengan industri lokal dalam rangka pengembangan teknologi mobil listrik.
Ini penting dilakukan agar industri lokal bisa menjadi pemasok bagi industri tersebut. Selain itu di dalam mobil listrik itu sendiri yang benar-benar baru hanyalah komponen baterainya, sehingga perubahannya tidak terlalu jauh. Kecuali baterai, komponen-komponen untuk mobil listrik sekitar 80 persennya sudah bisa diproduksi oleh industri-industri dalam negeri.
Dengan demikian meskipun teknologi mobil listrik ini merupakan lompatan yang jauh dalam hal inovasi, namun sesunguhnya inovasi yang perlu dikejar hanya pada komponen baterai dan sistem permesinan mobil listriknya.
Faktor ini membuat Haryadin meyakini bahwa industri nasional sudah siap untuk menjadi bagian dalam rantai pasokan atau supply chain mobil listrik.
Sementara itu Direktur ITDP Indonesia Faela Sufa menyarankan upaya untuk menggandeng investor asing terkait pengembangan teknologi mobil listrik boleh dilakukan sebagai tolak ukur atau benchmarking.
Dirinya beralasan bahwa pengembangan mobil listrik secara mandiri membutuhkan waktu yang lama dan kualitasnya pun belum tentu sehandal mobil-mobil listrik produksi China dan Eropa.
Dengan demikian mengambil tolak ukur dari negara-negara yang sudah mengembangkan teknologi mobil listrik bisa dilakukan, dalam rangka untuk teknologi elektrifikasi kendaraan bermotor.
Sedangkan pengamat transportasi Darmaningtyas menilai jika Indonesia membutuhkan bantuan dari pihak asing, maka perekrutan tenaga asing hanya sebatas dalam rangka proses transfer teknologi mobil listrik kepada ahli-ahli di Indonesia.
Ketika teknologi mobil listrik tersebut sudah dikuasai sepenuhnya, maka semua proses pembuatan mobil listrik harus dijalankan secara mandiri oleh Indonesia.
Prioritaskan elektrifikasi angkutan umum
Direktur ITDP Indonesia Faela Sufa meminta pemerintah untuk memprioritaskan elektrifikasi angkutan umum sebagai tindak lanjut atas Perpres mobil listik yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Prioritas tersebut dinilai penting agar memudahkan angkutan umum untuk bisa pindah menjadi kendaraan transportasi publik berbasis tenaga elektrik, seperti elektrifikasi untuk bus transjakarta.
Selain itu pentingnya memprioritaskan elektrifikasi untuk angkutan umum dikarenakan saat Indonesia mengimpor kendaraan angkutan umum seperti bus listrik dari China, maka dengan adanya prioritas itu diharapkan harga bus listrik impor bisa lebih murah.
Prioritas elektrifikasi angkutan umum juga mendorong pembangunan fasilitas-fasilitas stasiun pengisian ulang untuk transportasi publik tersebut didahulukan.
Pengesahan Perpres mobil listrik oleh Presiden Joko Widodo dipandang sebagai langkah terobosan yang diambil pemerintah untuk mengenalkan mobil ramah lingkungan dan hemat bahan bakar.
Kendati demikian upaya untuk memperkuat industri nasional, membuat harga mobil listrik lebih terjangkau masyarakat dan memprioritaskan elektrifikasi angkutan umum merupakan tindak lanjut yang harus segera dilakukan oleh pemerintah agar Pepres mobil listrik tidak cuma ampuh sebatas regulasi belaka.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019