Oleh Imam Hanafi

Amuntai, Kalsel, 15/5 (Antara) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA), menghidupkan kembali permainan anak-anak yang sudah menjadi budaya lokal, yang belakangan ini mulai ditinggalkan karena perkembangan zaman.


"Banyak permainan tradisional yang memiliki nilai pendidikan yang berguna bagi tumbuh kembang anak," kata Asisten Deputi Pengembangan Kota Layak Anak (KLA) Kementerian PP dan PA, Budhy Prabowo di Amuntai, Kalsel, Rabu.

Budhy mengemukakan, banyak permainan tradisional yang mengajar anak untuk hidup bermasyarakat, tolong menolong, bersinergi dan lainnya.

Sementara permainan di zaman moderen saat ini dengan mainan teknologi anak cenderung terpisahkan dengan kehidupan sosialnya.

Kabupaten/kota yang layak di huni anak-anak, harus memberikan banyak ruang bagi anak untuk berkembang secara wajar dan damai.

Di mana peran orang tua, masyarakat dan pemerintah harus bersinergi untuk mewujudkannya.

"Semua elemen pemerintah dan masyarakat harus berkomitmen dan terlibat dalam upaya merintis Kota layak anak ini" tandasnya.

Dia memaparkan suatu kabupaten/kota yang layak menjadi KLA harus menyediakan sarana dan prasarana untuk anak agar bisa berkembang dengan baik, sejak dari tempat tinggal, di jalan, sekolah, dipasar hingga ruang publik lainnya.

Secara kelembagaan, pemerintah harus membuat kebijakan dan peraturan yang mendukung penerapan KLA ini agar bisa diterapkan di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam berbagai program dan kegiatan pembangunan.

Kebijakan KLA dimaksudkan untuk memberikan arah, dan panduan bagi pemerintah kabupaten/kota, dalam membangun suatu lingkungan yang layak bagi anak, di mana masyarakatnya ramah terhadap anak dan terhindar dari segala bentuk kekerasan terhadap anak.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3PA dan KB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Hj. Hamidah, menambahkan, jumlah anak usia dibawah 18 tahun di HUlu Sungai Utara mencapai 83.471 orang.

Berdasarkan pendataan keluarga 2012, jumlah tersebut mencapai 37 persen di banding jumlah penduduk HSU yang mencapai 222 ribu jiwa.

"Besarnya jumlah anak-anak ini tentu berpengaruh terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia kedepannnya" tukasnya.

Pemkab HSU, kata Hamidah sudah mencoba mengatasi berbagai permasalahan anak dan program yang berkaitan dengan rintisan KLA diantaranya membentuk kelompok kerja (pokja) KLA dan Forum Anak Daerah (FAD) serta menyiapkan Pokja tumbuh kembang anak dan draf peraturan daerah (perda) perlindungan anak untuk mendukung upaya rintisan KLA tersebut.

Selain itu melalui BP3PA -KB juga tengah menyiapkan desa percontohan KLA dan fasilitas bermain di desa yang terpilih sebagai desa rintisan layak anak.

Sehingga melalui kegiatan pembinaan rintisan KLA diharapkan mampu meningkatkan komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam upaya mewujudkan pembangunan yang responsif terhadap pemenuhan hak anak.

"Jajaran Pemkab HSU juga diharapkan merumuskan strategi dalam perencanaan pembangunan menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator KLA" terangnya.

Di antara permasalahan yang masih dihadapi, masih tingginya angka kematian bayi/balita, tingginya angka kawin muda, rendahnya indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pendidikan, serta masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran yang berdampak terhadap pemenuhan kategori KLA.

Selain itu masih banyak terjadi pelanggaran hak anak yang, disebabkan ketidaktahuan, kekeliruan cara pandang maupun pengabaian dalam pemenuhan hak anak, hingga terjadi kasus kekerasan, pelecehan dan pemerkosaan terhadap anak.
   

Pewarta:

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013