Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan menyebutkan ada sebanyak sembilan bahasa lokal di provinsi tersebut semuanya masih lestari dan didialogkan masyarakatnya hingga kini.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan, Imam Budi Utomo di Banjarmasin, Selasa, menyebutkan, sembilan bahasa lokal yang masih lestari tersebut adalah, Banjar, Dayak, Bakumpai, Samiin, Barangas, Dusun, Deah, Agal dan Halong.
Menurut dia, kesembilan bahasa ini terus diteliti pihaknya untuk mengetahui sejauh mana kelestariannya di masyarakat setempat.
Bahkan, lanjutnya, pihaknya terus mencari tahu apakah ada bahasa lainnya yang tidak terdeteksi sejauh ini.
"Bisa saja ada bahasa lain nantinya, kita menerima kalau ada masyarakat melaporkannya, dan pasti kita teliti ke lapangan," katanya.
Dia menyebutkan, kalau memang didapati di sebuah tempat ada perbedaan bahasa yang memang lokal, tidak dari warga pendatang, memungkinkan ditetapkan jadi bahasa daerah resmi nusantara dari Kalsel.
"Tapi bukan dialek ya, kalau dialek kan bukan sebuah perbedaan bahasa secara mencolok, kalau sudah perbedaan pengucapannya 80 persen ke atas dari makna sebuah kosakata, itu baru bahasa," katanya.
Memang, kata dia, bahasa yang lebih populer di daerah Kalsel ini adalah bahasa Banjar.
Namun demikian, kata dia, tidak hanya bahasa Banjar, sejumlah kosakata dalam bahasa-bahasa lokal lainnya juga diajukan pihaknya untuk menjadi bahasa nasional.
"Tidak termasuk di sini adalah yang ada di sini seperti suku Madura, Jawa, Bugis dan suku lainnya," katanya.
Dia menyebutkan, sudah ada ratusan kosakata bahasa di Kalsel ini yang masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang berarti sudah resmi menjadi kosakata bahasa nasional.
"Tahun ini pun sekitar 600 kosakata daerah ini kita ajukan lagi untuk menjadi kosakata bahasa nasional," demikian Imam Budi Utomo.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan, Imam Budi Utomo di Banjarmasin, Selasa, menyebutkan, sembilan bahasa lokal yang masih lestari tersebut adalah, Banjar, Dayak, Bakumpai, Samiin, Barangas, Dusun, Deah, Agal dan Halong.
Menurut dia, kesembilan bahasa ini terus diteliti pihaknya untuk mengetahui sejauh mana kelestariannya di masyarakat setempat.
Bahkan, lanjutnya, pihaknya terus mencari tahu apakah ada bahasa lainnya yang tidak terdeteksi sejauh ini.
"Bisa saja ada bahasa lain nantinya, kita menerima kalau ada masyarakat melaporkannya, dan pasti kita teliti ke lapangan," katanya.
Dia menyebutkan, kalau memang didapati di sebuah tempat ada perbedaan bahasa yang memang lokal, tidak dari warga pendatang, memungkinkan ditetapkan jadi bahasa daerah resmi nusantara dari Kalsel.
"Tapi bukan dialek ya, kalau dialek kan bukan sebuah perbedaan bahasa secara mencolok, kalau sudah perbedaan pengucapannya 80 persen ke atas dari makna sebuah kosakata, itu baru bahasa," katanya.
Memang, kata dia, bahasa yang lebih populer di daerah Kalsel ini adalah bahasa Banjar.
Namun demikian, kata dia, tidak hanya bahasa Banjar, sejumlah kosakata dalam bahasa-bahasa lokal lainnya juga diajukan pihaknya untuk menjadi bahasa nasional.
"Tidak termasuk di sini adalah yang ada di sini seperti suku Madura, Jawa, Bugis dan suku lainnya," katanya.
Dia menyebutkan, sudah ada ratusan kosakata bahasa di Kalsel ini yang masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang berarti sudah resmi menjadi kosakata bahasa nasional.
"Tahun ini pun sekitar 600 kosakata daerah ini kita ajukan lagi untuk menjadi kosakata bahasa nasional," demikian Imam Budi Utomo.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019