Barabai- Direktur WALHI Kalsel Kisworo Dwi Cahyono menganggap dengan kesalahan pengumuman study AMDAL yang dilakukan oleh PT Antang Gunung Meratus (AGM) terkait kegiatan peningkatan kapasitas pertambangan batubara yang mencaplok salah satu wilayah Kabupaten HST justru terindikasi ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh para elit dan pihak perusahaan memancing reaksi masyarakat.

"Kalau kita dari WALHI dan Gerakan #SaveMeratus tidak melakukan reaksi dan protes, mana akan ada perubahan," kata Kisworo, Rabu (6/3) saat dihubungi via telpon.

Menurutnya, perlu difahami bahwa ijin PKP2B PT AGM ada di Empat Kabupaten yaitu Banjar, Tapin, HSS dan HST.

"Selama HST tidak ada SK baru yang berkekuatan hukum untuk di keluarkan dari konsesi PT AGM,  maka Bumi Murakata itu belum aman," tegasnya.

Perlu ditanyakan dan diketahui semua adalah rencana peningkatan Produksi PT AGM dari 10 juta per tahun menjadi 25 juta per tahun.

"Hal itu untuk apa dan siapa, lokasinya dimana dan kewajiban yang belum selesai sudah di selesaikan atau belum. Kok sudah mau meningkatkan produksinya," tanya Kisworo.

Dia juga mempertanyakan pernyataan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel yang menganggap WALHI menakuti-nakuti itu dimana. Justru menurutnya masyarakat juga sekarang faham dan sudah cerdas membaca dan mencari informasi.

"Kita pun sangat mewanti-wanti masyarakat dalam menyikapi pengumuman itu agar tidak anarkis dan tetap dalam koridor hukum," katanya.

Dia menganggap malahan para elit dan perusahaan yg terindikasi memancing reaksi dari WALHI dan masyarakat HST, dengan memunculkan info dan kebijakan yang tidak sejalan dengan Gerakan #SaveMeratus.

"Apalagi mereka juga tau, Gerakan #SaveMeratus masih belum berhasil dalam gugatan terhadap Menteri ESDM dan PT MCM. Malah muncul lagi rencana dari PT AGM," katanya.

Apalagi ini tahun politik, masa rakyat kecil saja yang disuruh untuk menjaga suasana agar kondusif, sejuk, aman dan damai namun para elit mengambil kesempatan.

"Kalau Pemerintah serius dan Komitmen, seharusnya Pemerintah daerah dan Gubernur juga mendesak ke Pemerintah Pusat agar mengeluarkan Kabupaten HST dari Konsesi PT AGM," tegasnya.

Penghapusan satu kabupaten dari konsesi tambang bisa dilakukan seperti yang terjadi pada blok Silo di Jember-Jatim.

Rakyat dan pemerintah Jember menolak pertambangan emas di blok silo sehingga jember dihapus dari konsesi pertambangan emas.

Menurutnya lagi, daya rusak tambang batubara bukanlah opini, juga bukan untuk bahan menakut-nakuti.

Peristiwa di berbagai daerah yang ada izin tambang adalah fakta terjadinya konflik lahan, masalah lingkungan, sosial, sampai penghancuran ruang hidup rakyat.

"Pernyataan 'menjamin' belum bisa dipegang, selama izin tambang masih ada di suatu wilayah. Suatu saat ada kemungkinan akan beroperasi," kata Kis.

Bicara soal royalti dan CSR, menurutnya tidak akan sebanding dengan ruang hidup yang berubah menjadi ladang dan lubang tambang. Kerugian justru akan dialami rakyat, negara dan Lingkungan. Masyarakat Kalsel sudah pasti mengerti masalah itu.

Bupati HST H A Chairansyah juga angkat bicara dan menyatakan bahwa sesuai Surat Keputusan Gubernur Kalsel Nomor 188.44/0623/KUM Tahun 2012 tentang kelayakan lingkungan Analisis dampak lingkungan hidup RKL dan RPL pada peningkatan produksi batubara oleh PT AGM.

Pada keputusan di poin keenam menetapkan bahwa PT AGM dalam melakukan kegiatannya wajib memenuhi dan mentaati ketentuan yang diantaranya harus menunda kegiatan penambangan di blok VI wilayah HSS yang berbatasan dengan HST, apabila dari kegiatan tersebut akan berdampak sampai ke wilayah HST.

Berikutnya, terhadap rencana kegiatan di blok VI yang termasuk wilayah HST tidak dibenarkan untuk dilakukan sesuai dengan lingkup kajian dalam dokumen AMDAL tersebut.

Pewarta: M. Taupik Rahman

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019