Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Kesehatan mendukung pengembangan pengobatan herbal melalui pengembangan produk jamu tradisional yang berasal dari sumber daya alam lokal sebagai pengobatan alternatif.


Kepala Dinas Kesehatan Kalsel Rosihan Adhani di Banjarmasin, Selasa mengatakan, Kalsel merupakan konsumen jamu terbesar nasional sehingga sudah saatnya kini pemerintah dan masyarakat mengangkat citra obat tradisional tersebut.

Salah satu upaya untuk membantu mengangkat citra jamu tradisional Kalsel tersebut, kata Rosihan, kini pihaknya sedang merintis untuk memasukkan obat-obatan herbal tersebut ke dalam rumah sakit.

"Saat ini di Indonesia baru ada 36 rumah sakit yang memasukkan obat-obatan herbal sebagai pengobatan alternatif, dan Kalsel baru pada tahap merintis," katanya.

Hal tersebut dilakukan, kata dia, karena Kalsel merupakan daerah yang sangat kaya sumber daya alam berupa tumbuhan obat-obatan, bahkan salah satu kekayaan alam Kalsel berupa pasak bumi dan tabat barito kini banyak dikirim ke beberapa negara.

Di negara-negara importir tersebut, tumbuhan tersebut diolah menjadi obat yang kemudian dijual ke seluruh negara termasuk Indonesia.

"Seharusnya tumbuhan tersebut yang mengolah adalah kita dan yang mendapatkan nilai tambah ekonominya adalah warga banua, tetapi justru oleh negara lain," katanya.

Dengan demikian, kata dia, Rosihan berharap warga Kalsel bisa mendukung keberadaan obat-obatan herbal tersebut bisa berkembang di daerah ini.

Saat ini, tambah dia, keberadaan jamu-jamu tradisional kalah bersaing dengan jamu luar terbukti dari 26 perusahaan jamu, kini tersisa tujuh perusahaan jamu saja.

Selain ingin mengangkat citra melalui promosi dan Dinkes juga membantu pengembangan jamu tersebut melalui SP3T yaitu sentra pengembangan pengobatan tradisional di daerah.

Tim Peneliti dari Balai Peneletian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Selatan menemukan 177 jenis tumbuhan obat-obatan yang tersebar di tujuh kabupaten dan kota di provinsi ini.

Salah satu anggota tim Etnobotani Balitbangda Kalsel Agus Karyono mengatakan, 177 jenis tumbuhan obat-obatan tersebut didapat dari masyarakat setempat, yang memanfaatkannya untuk pengobatan ketika ada jenis penyakit tertentu di daerahnya.

Etnobotani adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan timbal-balik secara menyeluruh antara masyarakat lokal dan alam lingkungannya meliputi sistem pengetahuan tentang sumber daya alam tumbuhan.

Ketujuh kabupaten yang dilakukan sebagai tempat penelitian tersebut yaitu Kabupaten Banjar terdapat 18 jenis tumbuhan, Kabupaten Tapin sebanyak 22 jenis, Hulu Sungai Utara sebanyak 17 jenis.

Selain itu, Hulu Sungai Tengah 28 jenis, Hulu Sungai Selatan 31 jenis, Balangan 41 jenis , dan Kabupaten Tabalong 20 jenis.

  "Dari beberapa desa tersebut di atas, Desa Harakit Kabupaten Tapin, Desa Malinau Kabupten HSS, Desa Kiyu Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Desa Misim Kabupaten Tabalong merupakan daerah yang paling potensial untuk eksplorasi," katanya/B/D.   

Pewarta:

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012