Kotabaru, (Antaranews Kalsel) - Puluhan bagan di perairan Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, diketahui masuk kawasan alur pelayaran, sehingga mengganggu olah gerak kapal.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kotabaru Mochran Rasyid di Kotabaru, Sabtu mengatakan, ada sekitar 35 bagan yang berada di wilayah bebas hambatan untuk dilalui kapal.
"Tiga diantaranya berbahaya, kalau tertabrak kapal, nelayan tidak bisa minta ganti rugi karena mereka tidak boleh berada di situ," ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan, dulu ada izin untuk membangun bagan. Jaraknya diatur sekitar 200 meter dari pantai, namun seiring waktu keberadaan bagan makin ke tengah laut karena jumlahnya bertambah banyak.
"Sekarang bukan kewenangan kami lagi yang mengawasi. Yang mengawasi ya KSOP karena saya rasa mereka yang tahu ini mengganggu dan perlu dikoordinasikan," kata Mochran.
Operation Superintendent PT Arutmin Indonesia NPLCT Kotabaru Y Purwanto mengatakan banyak nakhoda kapal asing dan kapal pandu mengeluh kesulitan olah gerak saat keluar masuk dermaga milik perusahaan di perairan Tanjung Pemancingan.
"Kita beri istilah tiang gawang pembatas di mana kapal hanya bisa lewat di tengah, nah di depan dan di kanan banyak bagan, di sisi kirinya daerah ranjau," ujarnya.
Kapal pandu harus ekstra hati-hati agar kapal tidak sampai menabrak bagan, katanya menjelaskan.
Ia menambahkan sejak awal berdirinya perusahaan sampai sekarang nyaris tidak pernah ada gesekan dengan masyarakat.
Hanya saja dalam perkembangannya usaha bagan masyarakat terus tumbuh hingga memasuki alur pelayaran.
"Itu alur pelayaran internasional, yang menggunakan bukan hanya Arutmin, tapi karena kami yang terdekat kami mencarikan solusi supaya masyarakat bisa tetap berusaha, akan tetapi kapal yang keluar masuk pelabuhan tidak terkendala," kata Purwanto.
Nelayan bagan menjadi mata pencaharian mayoritas warga Desa Sarang Tiung. Namun, Kepala Desa Sarang Tiung Muhammad Yohanis mengatakan selama ini masyarakat kurang mengetahui tentang alur pelayaran.
"Jadi di mana dia lihat kosong, di situ dia membangun bagan," ucapnya.
Nelayan pun keberatan jika bagannya dibongkar karena untuk membangunnya lagi diperlukan biaya tidak sedikit.
"Kami meminta tidak dilakukan penggusuran, kalau langsung digusur sulit, mereka juga sudah lama kan punya bagan di situ," harap Yohanis.
Terkait persoalan ini, sosialisasi tentang alur pelayaran telah dilakukan kepada nelayan Desa Sarang Tiung.
Selanjutnya akan dilakukan survei ulang terhadap bagan-bagan yang berada di alur pelayaran dengan melibatkan seluruh nelayan.
Sementara untuk penataan ke depannya masih dicarikan jalan agar tidak merugikan nelayan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kotabaru Mochran Rasyid di Kotabaru, Sabtu mengatakan, ada sekitar 35 bagan yang berada di wilayah bebas hambatan untuk dilalui kapal.
"Tiga diantaranya berbahaya, kalau tertabrak kapal, nelayan tidak bisa minta ganti rugi karena mereka tidak boleh berada di situ," ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan, dulu ada izin untuk membangun bagan. Jaraknya diatur sekitar 200 meter dari pantai, namun seiring waktu keberadaan bagan makin ke tengah laut karena jumlahnya bertambah banyak.
"Sekarang bukan kewenangan kami lagi yang mengawasi. Yang mengawasi ya KSOP karena saya rasa mereka yang tahu ini mengganggu dan perlu dikoordinasikan," kata Mochran.
Operation Superintendent PT Arutmin Indonesia NPLCT Kotabaru Y Purwanto mengatakan banyak nakhoda kapal asing dan kapal pandu mengeluh kesulitan olah gerak saat keluar masuk dermaga milik perusahaan di perairan Tanjung Pemancingan.
"Kita beri istilah tiang gawang pembatas di mana kapal hanya bisa lewat di tengah, nah di depan dan di kanan banyak bagan, di sisi kirinya daerah ranjau," ujarnya.
Kapal pandu harus ekstra hati-hati agar kapal tidak sampai menabrak bagan, katanya menjelaskan.
Ia menambahkan sejak awal berdirinya perusahaan sampai sekarang nyaris tidak pernah ada gesekan dengan masyarakat.
Hanya saja dalam perkembangannya usaha bagan masyarakat terus tumbuh hingga memasuki alur pelayaran.
"Itu alur pelayaran internasional, yang menggunakan bukan hanya Arutmin, tapi karena kami yang terdekat kami mencarikan solusi supaya masyarakat bisa tetap berusaha, akan tetapi kapal yang keluar masuk pelabuhan tidak terkendala," kata Purwanto.
Nelayan bagan menjadi mata pencaharian mayoritas warga Desa Sarang Tiung. Namun, Kepala Desa Sarang Tiung Muhammad Yohanis mengatakan selama ini masyarakat kurang mengetahui tentang alur pelayaran.
"Jadi di mana dia lihat kosong, di situ dia membangun bagan," ucapnya.
Nelayan pun keberatan jika bagannya dibongkar karena untuk membangunnya lagi diperlukan biaya tidak sedikit.
"Kami meminta tidak dilakukan penggusuran, kalau langsung digusur sulit, mereka juga sudah lama kan punya bagan di situ," harap Yohanis.
Terkait persoalan ini, sosialisasi tentang alur pelayaran telah dilakukan kepada nelayan Desa Sarang Tiung.
Selanjutnya akan dilakukan survei ulang terhadap bagan-bagan yang berada di alur pelayaran dengan melibatkan seluruh nelayan.
Sementara untuk penataan ke depannya masih dicarikan jalan agar tidak merugikan nelayan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019