Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Banyak orang penasaran dengan adanya gonjang-ganjing keberadaan satwa unik yang langka, yaitu kijang emas yang konon hidup di hutan wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel).


Pertanyaan tersebut selalu muncul jika ada pembicaraan masalah konservasi sumberdaya alam Kalsel, termasuk saat seminar berjudul "Selamatkan Alam Untuk Air di Banjarmasin", Selasa (20/3) di Banjarmasin.
Dalam seminar yang menghadirkan banyak pembicara salah satunya Kasie Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel, Ridwan  tersebut pertanyaan itu kembali mencuat, sehingga pejabat BKSDA itu pun menceritakan upaya instansinya mengungkap gonjang ganjing tersebut.
Menurutnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan kini berusaha keras memastikan keberadaan satwa unik dan langka kijang emas yang  konon berada di wilayah kerjanya.
Instansi tersebut ingin memastikan keberadaannya, karena berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, kijang emas itu memang hidup di wilayah tersebut.
BKSDA Kalsel telah memasang sebanyak enam buah kamera pengintai binatang di beberapa lokasi dimana diperkirakan satwa itu berada.
Jumlah kamera tersebut memang dinilai kurang mencukupi untuk mengintai si kijang emas, karena idealnya minimal diperlukan sekitar 30 kamera, tetapi berhubung harganya mahal maka baru hanya bisa dipasang enam buah.
Harga kamera itu sekitar rp30 juta per unit, sehingga bila harus untuk menyediakan 30 unit maka dana yang harus dikeluarkan minimal satu miliar rupiah.
Namun kendati mahal, pihak BKSDA akan menambah kamera-kamera tersebut menjadi 10 unit lagi untuk mengetahui keberadaan kijang emas serta merekam aktivitas satwa-satwa lain yang ada di wilayah hutan Kalsel.
Pemasangan kamera sudah berlangsung selama dua bulan namun sejauh ini belum terekam  gambar yang dapat memastikan bahwa kijang emas menghuni hutan tersebut.
Berdasarkan kebiasaan mengintai perilaku satwa, diperlukan waktu sekitar enam bulan untuk bisa mengetahui ada tidaknya satwa yang menjadi perbincangan tersebut, tuturnya.
Mengenai keberadaan satwa jenis kijang emas atau juga disebut kijang kuning (Muntiacus atherodes) di kawasan Pegunungan Meratus di wilayah Kalimantan Selatan sering terdengar, tetapi bukti-bukti yang mendukung keberadaan satwa tersebut masih belum ditemukan.
Dugaan keberadaan Kijang emas itu masih sebatas berupa cerita dari mulut ke mulut yang bersumber dari para tetua warga setempat yang membenarkan adanya satwa khas tersebut, namun pihak instansi yang berwenang di provinsi ini belum ada yang membenarkan tentang kijang tersebut.
Sebuah tulisan yang dilansir oleh media Dinas Kehutanan Tabalong Kalimantan Selatan, yang mengutip keterangan Menteri Kehutanan menyebutkan bahwa kijang emas "bukan tidak ada" di hutan Kalsel, tetapi tidak terbukti keberadaannya sehingga pernyataan tersebut membuat orang semakin penasaran ingin melihatnya bila memang ditemukan.
Pernyataan tersebut segera ditindaklanjuti oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel yang menugaskan tim kecil untuk mencari keberadaan kijang kuning di bagian selatan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam dan tidak ditemukan jejak ataupun wujudnya.
Meskipun demikian, upaya yang telah dilakukan tentunya mendapat perhatian bagi sekelompok kecil masyarakat yang berusaha untuk menemukan jejak atau wujudnya.
Waktu itu upaya pencarian dilakukan secara bertahap di kawasan Tahura dan berhasil menemukan seekor kijang kuning Kalimantan yang mati terjerat oleh jebakan yang dipasang para pemburu dan juga ditemukan adanya tanduk yang dipajang di rumah seorang penduduk.
Dari upaya pencarian di beberapa lokasi kawasan hutan setidaknya telah menunjukkan bahwa keberadaan kijang kuning Kalimantan tersebar di kawasan hutan Kalsel, meskipun status dan keberadaan salah satu satwa liar endemik Pulau Kalimantan itu sampai saat ini adalah tidak termasuk dalam daftar satwa liar dilindungi di Indonesia.
Beberapa tahun lalu kelompok pencinta alam Kompas Borneo Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin diberitakan mencoba melakukan suatu kegiatan lapangan yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan kijang kuning di bagian selatan kawasan Tahura dengan mengumpulkan informasi lapangan secara berkala selama dua bulan (Agustus-September 1998).
Hasil observasi di lapangan oleh tim tersebut disebut menemukan jejak kijang kuning Kalimantan yang terjebak tali jerat dan dikonsumsi oleh penduduk. Dengan adanya temuan ini, menunjukkan bahwa peranan kawasan Tahura Sultan Adam sangatlah penting bagi hunian berbagai jenis satwa liar.
Kijang kuning Kalimantan termasuk kelas mamalia, ordo (bangsa) Artiodactyla, famili (suku) Cervidae, subfamili Muntiacinae, genus (marga) Muntiacus, species (jenis) Muntiacus muntjak dan Muntiacus atherodes.
Secara morfologi, pada bagian atas (punggung) satwa liar ini berwarna merah kekuning-kuningan dengan sebaran kepirang-kepirangan di sepanjang bagian tengah terutama leher / tengkuk, bagian bawah (perut) pucat kekuning-kuningan, oranye agak keputih-putihan.
Ekor bagian atas berwarna coklat gelap dan kuning agak kecil dan ramping dengan tinggi bahu ± 50 cm, ukuran panjang dari kepala dan badan (tidak termasuk panjang ekor) 86-92 cm dengan berat 13,5-17,7 kg. Tanduknya tidak memiliki cabang dengan panjang 1,6-4,2 cm dan panjang tangkai tanduk 6,5-8,7 cm.
 

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018