Barabai, (Antaranews Kalsel) - Malamang sekilas tidak ada hal yang istimewa karena hanya berartikan memasak lamang yang merupakan penganan khas warga Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan.

Lamang salah satu makanan khas warga Hulu Sungai maupun warga Dayak yang kini sudah masuk dalam jajaran kuliner khas yang telah menasional di Indonesia.

Makanan yang terbuat dari adonan beras ketan putih dan santan yang dimasukkan ke dalam bambu atau disebut bumbung yang dialasi dengan daun pisang, kemudian dipanggang di atas bara api.

Biasanya lamang disajikan dengan sambal kacang dan juga telur asin. Di daerah lain ada juga dengan tapai atau ketan hitam yang sudah difermentasikan.

Namun, bagi masyarakat Taras Padang, Kecamatan Labuan Amas Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, malamang merupakan suatu tradisi yang selalu dilakukan setiap lebaran.

Tradisi ini biasanya juga dilakukan pada saat hari-hari tertentu, seperti hari besar keagamaan, khususnya dalam menyambut Idulfitri.

Pembakal Desa Taras Padang Gustainah mengatakan bahwa tradisi malamang itu telah ada sejak zaman nenek moyang walaupun kapan tradisi tersebut dimulai tidak ada yang tahu.

"Sejak saya kecil sudah kenal dengan tradisi malamang sehari sebelum Lebaran sehingga pada hari pertama Idulfitri, hampir semua rumah menyediakan makanan khas ini," katanya.

Desa Taras Padang adalah hasil "regrouping" tiga desa, yaitu Desa Taras, Padang, dan Pulau Kambang. Warga yang konsisten mengadakan kebiasaan malamang adalah mereka yang dahulunya wilayah Desa Taras.

Menurut Gustainah, kegiatan malamang ada yang dilakukan secara perorangan ada juga biasanya dilakukan secara bergotong royong dengan pembagian tugas yang telah disepakati.

Sebagian warga ada yang bertugas mencari bambu sebagai tempat adonan, pencari kayu bakar untuk memanggang, menyiapkan bahan-bahan untuk membuat lamang, dan lainnya.

Biasanya lamang dibuat dalam jumlah banyak dan disajikan untuk tamu-tamu yang berkunjung ke rumah saat Lebaran.

"Di kampung kami ini malamang itu sudah menjadi suatu keharusan yang dilakukan sehari sebelum Lebaran. Kalau tanpa malamang, ada yang kurang, rasanya belum berlebaran," ucapnya.

Gustainah mengatakan bahwa pembuatan lamang pada pemanggangan memang perlu waktu 8 s.d. 10 jam. Selama itu perlu ditunggu oleh seseorang untuk menjaga nyala api agar lamang tidak gosong dan bumbung harus selalu dihentak ketika beras ketannya mulai mendidih.



Dirindukan



Menyiapkan agar tradisi tersebut terus berlanjut, saat bercocok tanam, para petani juga akan menyisihkan sebagian lahannya untuk menanam ketan sehingga pada musim melamang, masyarakat tidak kesulitan untuk mendapatkan bahan baku.

"Setiap tahunnya, petani juga mempunyai kebiasaan untuk sedikit menanam padi ketan agar nantinya bisa mempersiapkan membuat lamang sehingga mereka tidak perlu membeli bahan baku di pasar," katanya.

Tradisi melamang inilah tampaknya yang selalu dirindukan para perantau, terutama masyarakat asli Desa Taras Padang ketika mereka pulang ke kampung halaman.

Saat tradisi pembuatan lamang dilakukan, sebagian masyarakat desa akan berkumpul bersama sehingga tali silaturahmi antarwarga terjalin makin erat.

Sebagian besar di antara masyarakat akan berkumpul, baik orang tua, anak muda, maupun anak-anak, menjadi satu, bersukaria menyambut datangnya Idulfitri.

Beberapa warga mengaku tradisi tersebut menjadi tradisi yang paling ditunggu selain acara takbir bersama, menyambut sukacita datangnya hari kemenangan.

"Setiap rumah di desa kami hidangan utama untuk tamu adalah lamang karena kami menyadari keluarga-keluarga yang datang dari luar daerah juga kalau berkunjung mencari lamang," katanya.

Tradisi malamang tersebut juga dilakukan oleh warga di daerah pegunungan Meratus. Masyarakat Dayak ketika melakukan aruh adat atau acara ritual-ritual kepercayaannya, juga melakukan tradisi melamang untuk menjamu tamu-tamu yang datang.

Selain menggunakan ketan putih, lamang juga bisa menggunakan ketan hitam sehingga lebih bervariasi. Lamang biasanya bisa dimakan dengan sayur yang berkuah kental.




Pewarta: M. Taufik Rakhman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017