Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Direktur RSJ Sambang Lihum Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dr Dharma Putra mengatakan saat ini jumlah penderita gangguan jiwa berat di Kalimantan Selatan diperkirakan mencapai enam ribu orang akibat berbagai kondisi lingkungan yang terus berkembang.
Menurut Dharma di Banjarmasin Kamis, data tersebut bila mengacu pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2013 yang menyebutkan prevalensi gangguan jiwa penduduk Indonesia mencapai 1,7/per mil.
Berdasarkan data tersebut, tambah dia, berarti bila penduduk Kalsel mencapai 4 juta orang, maka potensi penderita gangguan jiwa berat telah mencapai enam ribu orang.
"Jumlah tersebut harus terus diantisipasi oleh seluruh pihak terkait, sehingga pengobatan bisa dilakukan dengan maksimal," katanya.
Sayangnya, tambah dia, kesadaran masyarakat atau keluarga untuk membawa anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa masih sangat minim, karena berbagai faktor antara lain karena malu.
Saat ini, tambah dia, pasien yang dirawat di RSJ Sambang Lihum mencapai 300 orang, sesuai dengan kapasitas yang tersedia.
Ke depan tambah dia, pihaknya akan memprogramkan rumah sakit yang layak dan membuat penderita merasa nyaman serta betah untuk berobat secara rutin ke rumah sakit.
"Kita membuat program memanusiakan manusia sebagaimana mestinya, sehingga saat ada pasien yang diobati, dia bersedia kembali untuk melanjutkan perawatan," katanya.
Selama ini, sebagian besar pasien yang keluar dari rumah sakit, enggan untuk mengikuti perawatan lanjutan, karena berbagai faktor, antara lain trauma dan lainnya.
Sehingga kata dia, ke depan pihaknya akan membuat program peningkatan pelayanan rumah sakit, termasuk pendekatan kepada pasien.
"Seperti yang kita laksanakan selama puasa Ramadhan, bagi pasien yang muslim, mereka juga mengikuti puasa dengan menjalan ibadah sahur, buka dan trawih," katanya.
Diharapkan, program tersebut akan menyentuh dan membuat pasien merasa nyaman menjalani perawatan sebagaimana mestinya.
Persoalan lain yang kini juga harus terus disosialisasikan ke masyarakata, adalah stigma terhadap penderita gangguan jiwa, yang sulit kembali ke masyarakat, walaupun sudah sembuh.
Masyarakat, rata-rata sulit, untuk menerima mantan penderita gangguan jiwa layaknya anggota masyarakat yang normal.
Selain penderita gangguan jiwa berat, tambah Dharma, sekitar 40 persen warga Kalsel juga mengidap gangguan jiwa ringan.
"Penyebabnya bisa macam-macam, persoalan ekonomi, keluarga dan lainnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017
Menurut Dharma di Banjarmasin Kamis, data tersebut bila mengacu pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2013 yang menyebutkan prevalensi gangguan jiwa penduduk Indonesia mencapai 1,7/per mil.
Berdasarkan data tersebut, tambah dia, berarti bila penduduk Kalsel mencapai 4 juta orang, maka potensi penderita gangguan jiwa berat telah mencapai enam ribu orang.
"Jumlah tersebut harus terus diantisipasi oleh seluruh pihak terkait, sehingga pengobatan bisa dilakukan dengan maksimal," katanya.
Sayangnya, tambah dia, kesadaran masyarakat atau keluarga untuk membawa anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa masih sangat minim, karena berbagai faktor antara lain karena malu.
Saat ini, tambah dia, pasien yang dirawat di RSJ Sambang Lihum mencapai 300 orang, sesuai dengan kapasitas yang tersedia.
Ke depan tambah dia, pihaknya akan memprogramkan rumah sakit yang layak dan membuat penderita merasa nyaman serta betah untuk berobat secara rutin ke rumah sakit.
"Kita membuat program memanusiakan manusia sebagaimana mestinya, sehingga saat ada pasien yang diobati, dia bersedia kembali untuk melanjutkan perawatan," katanya.
Selama ini, sebagian besar pasien yang keluar dari rumah sakit, enggan untuk mengikuti perawatan lanjutan, karena berbagai faktor, antara lain trauma dan lainnya.
Sehingga kata dia, ke depan pihaknya akan membuat program peningkatan pelayanan rumah sakit, termasuk pendekatan kepada pasien.
"Seperti yang kita laksanakan selama puasa Ramadhan, bagi pasien yang muslim, mereka juga mengikuti puasa dengan menjalan ibadah sahur, buka dan trawih," katanya.
Diharapkan, program tersebut akan menyentuh dan membuat pasien merasa nyaman menjalani perawatan sebagaimana mestinya.
Persoalan lain yang kini juga harus terus disosialisasikan ke masyarakata, adalah stigma terhadap penderita gangguan jiwa, yang sulit kembali ke masyarakat, walaupun sudah sembuh.
Masyarakat, rata-rata sulit, untuk menerima mantan penderita gangguan jiwa layaknya anggota masyarakat yang normal.
Selain penderita gangguan jiwa berat, tambah Dharma, sekitar 40 persen warga Kalsel juga mengidap gangguan jiwa ringan.
"Penyebabnya bisa macam-macam, persoalan ekonomi, keluarga dan lainnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017