Tim Reaksi Cepat (TRC) Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) memulangkan calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal asal Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) berinisial HE (25) saat penggerebekan di rumah penampungan ilegal, Bekasi, Jawa Barat.

"HE warga Banua Rantau Kecamatan Batang Alai Selatan HST merupakan salah satu dari tujuh calon PMI ilegal yang digagalkan keberangkatannya ke Qatar dan Oman pada 3 Februari 2025," kata Kepala BP3MI Kalsel Ady Eldiwan dikonfirmasi di Barabai, Kabupaten HST Senin.

Baca juga: Disnaker KUKMP HSS gelar bimtek akuntansi dan pelaporan keuangan koperasi

Korban telah dipulangkan ke Kabupaten HST dengan difasilitasi BP3MI Kalsel hingga ke rumah pada 6 Februari 2025.

Seorang calo berinisial S menampung para korban selama satu pekan hingga satu bulan dan agensi ilegal berinisial S yang menguasai paspor para calon PMI, berstatus masih ditelusuri pihak berwenang.

Awalnya, korban HE mengetahui peluang kerja sebagai asisten rumah di Arab Saudi dari teman ibu mertuanya lewat perantara calo berinisial Y di Jakarta dengan janji gaji sebesar Rp5 juta-Rp6 juta per bulan, serta uang fee mencapai Rp3 juta-Rp10 juta.

"Bahkan calo tersebut memberikan uang tinggal Rp1 juta untuk keluarga, memfasilitasi tiket pesawat hingga travel sampai penampungan kepada korban. Usai ditemukan saat penggerebekan, korban akhirnya dipulangkan ke tempat asalnya," ujar Ady.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan, Pelatihan dan Penempatan Kerja Disnaker Kabupaten HST Zainal Abidin menerangkan pihaknya bersama tim penanganan PMI terdiri dari unsur TNI/Polri, Dinas PPPA dan KB sudah bertemu dengan korban.

Zainal memastikan HE tidak pernah melaporkan keberangkatan untuk bekerja sebagai migran ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten HST.

Baca juga: HST kenalkan kerajinan lokal unggulan di pameran terbesar se-ASEAN

"Korban mengakui berangkat secara ilegal, langsung mendaftar lewat pihak penyalur dari Jakarta yang dikenal melalui media sosial Facebook," ucap Zainal.

Biasanya jika calon pekerja melapor, Disnaker Kabupaten HST membantu melacak legalitas terhadap perusahaan penyalur termasuk tracking kebenaran terkait penyedia jasa tenaga kerja, seperti di Arab Saudi melalui informasi penempatan pada aplikasi.

Jika perusahaan penyalur legal, Disnaker Kabupaten HST memberi rekomendasi setelah melengkapi persyaratan, seperti surat izin suami/orang tua, surat keterangan dari Kepala Desa, Kartu BPJS, Ijazah, serta surat pemberitahuan dapat kuota bisa menerima calon pekerja.

Kepala Desa Banua Rantau Syaifullah mengaku tidak pernah mengetahui keberangkatan ibu dua anak tersebut meninggalkan kampung halaman untuk menjadi calon PMI.

Syaifullah pun terkejut setelah mendapatkan kabar HE hendak dikembalikan Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Kalimantan Selatan pada beberapa waktu lalu.

"Setelah pertemuan di Disnaker HST serah terima pemulangan korban, saya mengetahui korban berangkat hanya dengan syarat KTP dan izin suaminya. Dia nekat karena didorong masalah ekonomi," imbuhnya.

Baca juga: Pemkab HST lakukan skema outsourcing buntut larangan rekrut honorer

 

Pewarta: M Dayat

Editor : Taufik Ridwan


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2025