Kotabaru, (Antaranews Kalsel) - Pedagang suku cadang (spare part) mesin di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan mengadu ke DPRD setempat terkait pemeriksaan barang dagangan oleh kepolisian karena dugaan tidak memenuhi standar produk.

Ketua DPRD Kotabaru Hj Alfisah, di Kotabaru, Rabu, mengatakan rapat dengar pendapat (hearing) yang digelar memang sudah teragendakan menyusul surat permohonan para pedagang itu kepada dewan.

"Mereka menyampaikan kekhawatiran akan pemeriksaan terhadap sejumlah barang dagangan oleh kepolisian," kata Alfisah.

Bahkan, lanjutnya, mereka juga menyampaikan akan melakukan aksi tutup toko.

Menurutnya, jika hal itu terjadi, maka akan menghambat aktivitas perekonomian di Kotabaru.

Karena itu, sehubungan dengan hearing tersebut, DPRD juga mengundang beberapa pihak terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) dan perwakilan dari kepolisian.

Diungkapkan Alfisah, sebenarnya permasalahan yang terjadi karena ketidaktahuan para pelaku usaha, karena yang dilakukan aparat baik dari kepolisian maupun Disperindag setempat merupakan implementasi dari kebijakan pemerintah.

Pemeriksaan yang dilakukan aparat merupakan bagian dari penerapan, penegasan, dan pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Lebih lanjut diungkapkannya, regulasi atas penertiban dalam tata kelola produk manufaktur sebagaimana diatur dalam perundang-undangan tersebut memang menjadi kewenangan pemerintah provinsi sebagai kepanjangan dari pusat.

Karena itu, katanya lagi, legislatif akan melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan untuk mengkonfirmasi atas batasan-batasan produk yang termasuk dalam peraturan tersebut.

Politisi Partai NasDem itu mengimbau kepada para pelaku usaha atau pemilik toko yang menjual berbagai suku cadang mesin atau spare part untuk tidak melakukan aksi tutup toko.

Menurutnya, dalam pemeriksaan yang dilakukan aparat sehubungan dengan penerapan UU tersebut, lebih pada unsur perdata terkait merek dan standar terhadap produk dan bukan ranah pelanggaran pidana.

"Memang ada argumentasi dari para pedagang bahwa sebenarnya yang seharusnya diperiksa dan dipermasalahkan jika ada produk yang diduga tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah produsen dan bukan pedagang," kata Alfisah.

Artinya, lanjut dia, ada perbedaan persepsi dalam menerjemahkan suatu undang-undang, sehingga perlu penjelasan dari pemangku kebijakan.

Dia menegaskan, sebenarnya tujuan kebijakan tersebut untuk melindungi masyarakat sebagai konsumennya.

Pewarta: Shohib

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017