Banjarmasin,  (Antaranews Kalsel) - Peternak di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, sukses mengembangkan pupuk organik dari limbah kotoran sapi yang mampu meningkatkan produksi padi hingga 20 persen dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimia.

Ketua Kelompok Tani Tinombala Desa Dandan Jaya Sodikun mengatakan, selain meningkatkan produksi padi, pupuk organik produksi kelompok peternak di daerahnya juga bisa mempercepat pertumbuhan, seperti untuk penyemaian padi yang seharusnya 20 hari, bisa dilakukan hanya 17 hari.

"Bukan hanya itu, kini produksi pupuk organik dari limbah kotoran sapi tersebut, juga menjadi salah satu usaha baru bagi peternak sebagai pendapatan tambahan yang cukup menjanjikan," katanya.

Ia menjelaskan sebelumnya limbah ternak tersebut dikeluhkan warga sekitar, karena bau yang tidak sedap dan menyengat, mencemari udara di daerah tersebut.

Namun, katanya, kini limbah tersebut justru dicari karena masyarakat sekitar mampu mengolah limbah tersebut menjadi "mesin uang baru" untuk meningkatkan kesejahteraan para anggota kelompok.

Sebelum ada peternakan, masyarakat hanya mengandalkan sektor pertanian padi yang tanam satu kali dalam satu tahun. Saat musim tanam usai, para lelaki daerah tersebut harus keluar daerah untuk mencari pekerjaan tambahan menunggu musim panen.

"Jadi setiap usai tanam, wanita di daerah sini banyak yang menjadi `janda` sementara, karena suami harus keluar daerah mencari nafkah tambahan, menunggu masa panen," katanya.

Melihat kondisi tersebut, akhirnya Sodikun mencari jalan untuk mengembangkan sektor peternakan yang kemudian mendapatkan perhatian dari Dinas Peternakan.

Setelah peternakan berkembang, kata dia, timbul masalah baru, yaitu limbah sapi mengganggu masyarakat sekitar peternakan, hingga akhirnya ditemukanlah sistem produksi limbah organik yang menguntungkan.

Pengembangannya produksi pupuk organik serta peralatannya, dibantu oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan.

Kini pupuk organik produksi peternak Dandan Jaya, banyak diburu oleh petani di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, maupun dari provinsi lainnya, karena selain ramah lingkungan juga mampu meningkatkan produksi padi.

Dalam satu bulan, kelompok tani itu mampu memproduksi hingga dua ribu kilogram dengan harga untuk kemasan 25 kilogram Rp30 ribu dan delapan kilogram Rp12 ribu.

"Harga ini masih terkesan mahal bila diukur dengan keuangan petani, diharapkan pemerintah bisa memberikan bantuan subsidi sehingga harga tersebut bisa dijangkau oleh petani," katanya.

Peneliti Madya dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Eni Siti Rohaini mengatakan selain membantu peternak memanfaatkan teknologi pengelolaan pupuk organik, pihaknya juga membantu pemasarannya.

"Saat ini, pupuk produksi Batola ini banyak diburu oleh petani dari berbagai daerah, bahkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, peternak terpaksa mendatangkan kotoran sapi dari kabupaten lainnya," katanya.

Selain pupuk organik padat, kini peternak juga mulai mengembangkan pupuk organik cair dan hasilnya cukup bagus untuk mendukung peningkatan produksi.

Akan tetapi, hingga kini pasar pupuk cair belum begitu luas, karena produksinya baru dimulai satu tahun lalu, sehingga belum terlalu dikenal oleh masyarakat.

Selain di Batola, BPTP juga membina petani di tujuh kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Hulu Sungai Tengah. Di dua kabupaten tersebut, dikembangkan pupuk organik dari kotoran kerbau.

Kabupaten lainya, seperti Hulu Sungai Selatan, Tanah Laut, Kotabaru, Banjar, dan Tapin juga dikembangkan beberapa potensi pertanian lainnya.

Pewarta: Latif Thohir

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017