Rantau, (Antaranews Kalsel) - Anjloknya harga tambang batu bara di tingkat global yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan terjun bebas, ternyata membawa hikmah luar biasa bagi masyarakat Kabupaten Tapin.
 
Bagaimana tidak, masyarakat yang sebelumnya terlena dengan hasil kekayaan alam yang tidak bisa diperbaharui tersebut, terpaksa harus mencari terobosan baru, antara lain dengan mengembangkan sektor pertanian.

Hasilnya, kini petani di Kabupaten Tapin, banyak yang mendadak jadi jutawan, seiring dengan berubahnya paradigma atau pola pikir dalam pengembangan pengelolaan sektor pertanian, yang awalnya hanya fokus pada padi menjadi pertanian hortikultura.

Hanya dalam waktu 2 bulan, petani Tapin mampu mengantongi keuntungan bersih hasil pertanian minimal Rp70 juta per hektare.

Hal tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh Sukarlis (51) warga desa Shabah Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin, yang sukses membudidayakan pertanian bawang merah sejak tahun 2012.

"Awalnya saya coba-coba saja dengan membeli bawang konsumsi di pasaran sebanyak satu kuintal, untuk dijadikan bibit," ujarnya.

Bawang tersebut, ia tanam di lahan seluas satu borongan atau sekitar 280 m2. Setelah mengalami proses uji coba yang cukup lama, akhirnya bibit bawang yang ditanam sebanyak satu kwintal tersebut, bisa menghasilkan hingga enam kwintal dengan tingkat keberhasilan 80 persen.

"Nah dari keberhasilan saya tersebut, akhirnya saya mendapat perhatian dari dinas Pertanian," kata Sukarlis.

Bantuan

Selanjutnya, di tahun 2013 ia mulai mendapat perhatian dari pemerintah, dengan diberikan bantuan dari Kementerian Pertanian, dengan bantuan modal untuk menanam bawang merah seluas lima hektare.

Namun keberhasilan pria asal Lumajang Jawa Timur ini tidaklah mudah, awalnya ia sempat pesimis karena ketidaktahuannya tentang bertani bawang merah tersebut.

Semangatnya bergelora setelah mendapat pelatihan holtikultura di kota Padang, ia mengenal seorang petani bawang merah.

Dengan kondisi alam dan kultur tanah yang sama, ia yakin di Tapin bisa mengembangkan tanaman umbi-umbian dengan nama latin Allium Cepa L tersebut.

"Kendala awal harga bibit yang mahal, dan ketidaktauan tentang penyakit pada bawang merah tersebut," katanya lagi.

Selain itu, struktur dan tingkat keasaman di wilayah tersebut cukup tinggi, namun bisa ia antisipasi dengan memodifikasi tanah dengan pupuk kandang dan lainnya.

Sementara untuk pemasaran, awalnya iya kesulitan melempar hasil pertaniannya tersebut ke pasaran, karena para pedagang takut  akan kualitas bawang merahnya.

"Jadi awalnya kami menghutangi pedagang, dengan garansi apabila busuk sebelum laku, kami ambil lagi, namun sekarang para pedagang yang mendatangi kami," ujarnya.

Puncak keberhasilnya pada tahun 2014 ia dan kelompoknya yakni Karya Tani Bersama, mendapat bantuan dari Kementan seluas 28 hektar dan 8 hektar dari hasil swadaya.

Dikatakan pria yang hanya mengenyam pendidikan hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) tersebut, bahwa saat ini iya tidak perlu lagi membeli bibit, karena ia bersama kelompok tani lainnya sudah bisa membuat bibit sediri.

Sukarlis berjanji, dia bersama anggota kelompok tani  lainnya, akan terus menyempurnakan  kualitas bawang merah tersebut,  agar bisa lebih bersaing dengan bawang merah asal pulau Jawa," ujarnya.

"Dari hasil bertani bawang merah tersebut, saya bersama petani lainnya bisa menghasilkan keuntungan sebanyak 100 persen, dari modal Rp80 juta perhektarnya, ia bisa menadapat keuntungan minimal Rp70 juta per hektare dalam  dua bulan," katanya.

Sementar untuk perhatian pemerintah dalam pengembangan bawang merah tersebut di antaranya bantuan alat pertanian atau alshintan, bibit bawang merah, pupuk, obat-obatan, gudang pengeringan, dan gudang penampungan hasil.

Hingga tahun 2016, pemerintah Kabupaten Tapin mendapat bantuan seluas 300 hektar lahan pertanian bawang merah yang di kelola oleh 9 kelompok tani yang berada di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Bungur, Tapin Selatan, dan Hatungun.

Sebelumnya Menteri Pertanian H Andi Arman Sulaiman meragukan keberhasilan pertanian bawang di bumi Kalimantan, namun setelah melihat keberhasilan pertanian bawang merah di Tapin, ia yakin Tapin bisa menjadi pemasok bawang di Kalimantan bahkan ke negara tetangga.

Maka dengan itu, Kemtan pun kembali memberikan bantuan untuk pengembangan  bawang merah seluas 400 hektar.

Pewarta: M Husein Asyari

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017