Pertemuan Ilmiah Tahunan dan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI), di Hotel Galaxy Banjarmasin, Jumat (13/9), ditutup dengan kegiatan fieldtrip ke Stasiun Riset Bekantan di Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Sekitar seratus dokter forensik se-Indonesia ini menyempatkan diri berkunjung ke kawasan yang dijadikan konservasi alami bekantan (Nasalis larvatus ), yang sekarang menjadi bagian dari situs Geopark Meratus.
Tamu eksklusif ini disambut langsung oleh Dr. Amalia Rezeki, selaku founder sekaligus pengelola Stasiun Riset Bekantan yang menyebut suatu kehormatan dikunjungi dari rombongan dokter forensik se-Indonesia.
"Tentunya kunjungan ini sangat positif bagi pengenalan upaya perlindungan primata endemik Kalimantan yang menjadi satwa ikon atau maskot kebanggaan Provinsi Kalimantan Selatan," jelas Amel sebutan akrab dosen pendidikan Biologi di Universitas Lambung Mangkurat ini.
Lebih lanjut menurut Amel, para dokter ini tidak saja diajak melihat-melihat kawasan restorasi mangrove rambai ( Sonneratia caseolaris ) dan mengamati prilaku bekantan dialam liar, tapi juga diajak melakukan aksi konservasi penanaman pohon, serta pelepas liaran kura-kura air tawar jenis Smiling terrapin ( Siebenrockiella crassicollis ), dalam rangka pulihkan ekosistem lahan basah di kawasan tersebut.
Sementara itu, dr. Farhad Moegis, SpFM, kedokteran Forensik dan Medikolegal Universitas Airlangga, Surabaya, Pulau Curiak contoh yang baik dan harus dilestarikan untuk tempat tempat keanekaragaman hayati, flora dan fauna khas Indonesia.
"Apalagi ada konservasi fauna yang sudah hampir punah seperti bekantan," jelasnya.
Menurutnya, aktivitas di Pulau Curiak terlihat perannya sangat baik dilihat dari perluasan lahan dengan menanam pohon mangrove dan juga untuk menjaga eksistensi bekantan di Kalimantan Selatan.
dr. Farhad Moegis, SpFM, berharap dengan banyaknya pemerhati baik dari pengunjung dalam maupun luar negeri dapat membantu konservasi bekantan hingga anak cucu bangsa generasi penerus dapat mengetahui keindahan aneka ragam hayati terutama bekantan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024
Sekitar seratus dokter forensik se-Indonesia ini menyempatkan diri berkunjung ke kawasan yang dijadikan konservasi alami bekantan (Nasalis larvatus ), yang sekarang menjadi bagian dari situs Geopark Meratus.
Tamu eksklusif ini disambut langsung oleh Dr. Amalia Rezeki, selaku founder sekaligus pengelola Stasiun Riset Bekantan yang menyebut suatu kehormatan dikunjungi dari rombongan dokter forensik se-Indonesia.
"Tentunya kunjungan ini sangat positif bagi pengenalan upaya perlindungan primata endemik Kalimantan yang menjadi satwa ikon atau maskot kebanggaan Provinsi Kalimantan Selatan," jelas Amel sebutan akrab dosen pendidikan Biologi di Universitas Lambung Mangkurat ini.
Lebih lanjut menurut Amel, para dokter ini tidak saja diajak melihat-melihat kawasan restorasi mangrove rambai ( Sonneratia caseolaris ) dan mengamati prilaku bekantan dialam liar, tapi juga diajak melakukan aksi konservasi penanaman pohon, serta pelepas liaran kura-kura air tawar jenis Smiling terrapin ( Siebenrockiella crassicollis ), dalam rangka pulihkan ekosistem lahan basah di kawasan tersebut.
Sementara itu, dr. Farhad Moegis, SpFM, kedokteran Forensik dan Medikolegal Universitas Airlangga, Surabaya, Pulau Curiak contoh yang baik dan harus dilestarikan untuk tempat tempat keanekaragaman hayati, flora dan fauna khas Indonesia.
"Apalagi ada konservasi fauna yang sudah hampir punah seperti bekantan," jelasnya.
Menurutnya, aktivitas di Pulau Curiak terlihat perannya sangat baik dilihat dari perluasan lahan dengan menanam pohon mangrove dan juga untuk menjaga eksistensi bekantan di Kalimantan Selatan.
dr. Farhad Moegis, SpFM, berharap dengan banyaknya pemerhati baik dari pengunjung dalam maupun luar negeri dapat membantu konservasi bekantan hingga anak cucu bangsa generasi penerus dapat mengetahui keindahan aneka ragam hayati terutama bekantan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024