Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Anggota Dewan Pers Jimmy Silalahi mengingatkan pers atau media massa jangan menjadi senjata teroris, mengingat penganut aliran radikalisme saat ini mulai menjadikan media termasuk media sosial untuk menyebar rasa ketakutan.

"Teroris sangat pintar sekarang ini menjadikan media untuk menyebar ketakutan, maka hati-hati meliput segala aksi terorisme," ujarnya kepada para wartawan cetak dan elektronik di Banjarmasin, Kalsel, Rabu.

Jimmy menjadi narasumber kegiatan diseminasi pedoman peliputan terorisme dan peningkatan profesionalisme media massa atau pers dalam peliputan isu-isu terorisme yang diselenggarakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalsel, di Hotel Area Barito,

Menurut Jimmy, aksi bom bunuh diri yang dilakukan teroris sebenarnya hanya senjata kecil, tapi imbasnya dengan pemberitaan yang berlebihan dari media massa membuatnya menjadi besar, akhirnya menjadi teror yang teramat besar.

"Hingga pesan mereka sampai dan sukses, tidak sadar kita media telah membantunya, semoga jangan sampai begitu," katanya pula.

Dia menegaskan bahwa aksi terorisme adalah kejahatan kemanusiaan, sehingga pers jangan kebablasan memberitakannya, tapi harus cerdas dan bijaksana, bahkan bisa menyampaikan kewaspadaan kepada masyarakat untuk berani memeranginya.

"Mari kita sebagai pers bersama-sama ikut memerangi terorisme ini, jangan makin membuat mereka menjadi populer, sebab karya kita ini dibaca, didengar, dan dilihat jutaan orang," ujarnya lagi.

Menurut dia, ada 13 poin pedoman yang sudah dikeluarkan Dewan Pers bagi peliputan terorisme ini, di antaranya wartawan itu harus menjaga keselamatan diri saat peliputan aksi terorisme, mementingkan kepentingan umum daripada jurnalistik, dan jangan mempromosikan terorisme.

"Pedoman ini dibuat bukan ingin `mengebiri` kebebasan pers, tapi mengingatkan untuk waspada demi keutuhan negara ini dari aksi-aksi teror yang menakutkan," kata dia pula.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalsel Fathurrahman menambahkan, pers di Kalsel jangan sampai keluar dari kode etik jurnalistik dalam melaksanakan peliputan, dan terus menjaga perdamaian daerah.

"Ketika ada sesuatu yang mengancam kedamaian publik, harus jelas keberpihakan kita sebagai pers dalam memberitakannya," katanya lagi.

Kalsel, ungkap dia, memiliki sejarah pers yang panjang, bahkan sudah ada pers di daerah ini sejak 1906, artinya kedewasaan pers di daerah harusnya sudah kuat.

Kepala FKPT Kalsel Hermansyah mengungkapkan, Kalsel masuk daerah aman dari aksi teror, tapi bukan berarti tidak ada simpatisan aksi terorisme itu.

"Berdasarkan informasi mantan teroris yang pernah terlibat di Afghanistan, Poso, dan Ambon bahwa Kalsel masuk daerah nyaman bagi teroris bersembunyi dan berusaha untuk mencari dana bagi aksi mereka di luar," ujar Kepala Kesbangpol Provinsi Kalsel itu pula.

Menurut dia, Kalsel yang memiliki penduduk sekitar 3 juta jiwa dengan agama yang dianut hampir 98 persen Islam, memiliki 13 kabupaten/kota ini, jangan sampai lengah adanya aliran-aliran radikalisme dan simpatisannya.

"Daerah kita sebenarnya memiliki juga sejarah kelam teror, bahkan berbau SARA, hingga harus kita jaga kedamaiannya, jangan sampai ada yang memancing," katanya pula.

Pewarta: Sukarli

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016