Sleman, (Antaranews Kalsel) - Pelaku ekowisata di lereng Gunung Merapi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengatakan maraknya penambangan liar galian golongan C di wilayah setempat yang banyak dilakukan di lahan-lahan pribadi warga memperburuk citra wisata tersebut.
"Meski penambangan liar tersebut merupakan hal buruk, para pelaku ekowisata tidak bisa menutupinya, dan tetap memperlihatkannya ke wisatawan domestik maupun mancanegara," kata pelaku ekowisata Kaliurang, Pakem, Kabupaten Sleman Christian Auwy, Minggu.
Menurut dia, aktivitas penambangan liar tersebut jelas merusak ekosistem alam setempat, tetapi hal tersebut memang tetap ditunjukkan kepada wisatawan.
"Masih banyak penambangan liar di lereng Merapi ini. Kami tidak menampilkan sisi bagusnya saja, tapi kenyataan buruk juga diperlihatkan kepada wisatawan," kata Christian Auwy yang juga Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pranabinangun, Kaliurang.
Ia mengatakan, penambangan liar tersebut berada di tanah-tanah milik warga, hal ini juga yang diceritakannya ke wisatawan asing yang menjadi tamunya. Paling tidak, sepulangnya dari Indonesia bisa diceritakannya apa yang telah terjadi di alam sisi selatan Gunung Merapi.
"Setidaknya mereka bisa cerita, menulis apa yang dilihat, ditulis di jejaring sosial. Jadi tidak hanya yang bagus-bagusnya saja, tapi sisi buruk pun kami perlihatkan," katanya.
Christian mengatakan, selain wisatawan domestik, banyak juga yang datang wisatawan dari Eropa, Amerika, dan Asia. Seperti Jerman, Inggris, Prancis, dan Tiongkok.
Ketua Yayasan Wana Mandiri Kaliurang Angga Radinayawan mengatakan salah satu titik penggalian pasir di lahan berada di belakang Museum Gunungapi Merapi (MGM) di Dusun Banteng, Pakem.
"Biasanya, warga pemilik lahan tersebut menjualnya ke orang lain dengan harga sesuai yang telah disepakati. Sekiranya ada berapa volume material di tanah tersebut," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya juga sudah beberapa kali memberikan imbauan kepada warga, namun, tidak bisa dilarang karena memang tanah milik perorangan.
"Penambangan liar di lahan warga itu juga kami jadikan bahan untuk sosialisasi ke generasi selanjutnya. Bahwa contoh seperti itu tidak baik," katanya.
Kepala Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral (SDAEM) Kabupaten Sleman Sapto Winarno mengatakan penambangan galian golongan C di pekarangan pribadi tetap dilarang dan tidak diberi izin.
"Penambangan di pekarangan pribadi tetap dilarang, karena ini terkait dengan izin penambangan. Namun semua kewenangan penambangan ini ada di tingkat Provinsi DIY, kami hanya sebagai pengawas di lapangan. Jika ada penambangan liar, kami melaporkan ke provinsi, dan provinsi yang berwenang melakukan penindakan," katanya./f
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
"Meski penambangan liar tersebut merupakan hal buruk, para pelaku ekowisata tidak bisa menutupinya, dan tetap memperlihatkannya ke wisatawan domestik maupun mancanegara," kata pelaku ekowisata Kaliurang, Pakem, Kabupaten Sleman Christian Auwy, Minggu.
Menurut dia, aktivitas penambangan liar tersebut jelas merusak ekosistem alam setempat, tetapi hal tersebut memang tetap ditunjukkan kepada wisatawan.
"Masih banyak penambangan liar di lereng Merapi ini. Kami tidak menampilkan sisi bagusnya saja, tapi kenyataan buruk juga diperlihatkan kepada wisatawan," kata Christian Auwy yang juga Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pranabinangun, Kaliurang.
Ia mengatakan, penambangan liar tersebut berada di tanah-tanah milik warga, hal ini juga yang diceritakannya ke wisatawan asing yang menjadi tamunya. Paling tidak, sepulangnya dari Indonesia bisa diceritakannya apa yang telah terjadi di alam sisi selatan Gunung Merapi.
"Setidaknya mereka bisa cerita, menulis apa yang dilihat, ditulis di jejaring sosial. Jadi tidak hanya yang bagus-bagusnya saja, tapi sisi buruk pun kami perlihatkan," katanya.
Christian mengatakan, selain wisatawan domestik, banyak juga yang datang wisatawan dari Eropa, Amerika, dan Asia. Seperti Jerman, Inggris, Prancis, dan Tiongkok.
Ketua Yayasan Wana Mandiri Kaliurang Angga Radinayawan mengatakan salah satu titik penggalian pasir di lahan berada di belakang Museum Gunungapi Merapi (MGM) di Dusun Banteng, Pakem.
"Biasanya, warga pemilik lahan tersebut menjualnya ke orang lain dengan harga sesuai yang telah disepakati. Sekiranya ada berapa volume material di tanah tersebut," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya juga sudah beberapa kali memberikan imbauan kepada warga, namun, tidak bisa dilarang karena memang tanah milik perorangan.
"Penambangan liar di lahan warga itu juga kami jadikan bahan untuk sosialisasi ke generasi selanjutnya. Bahwa contoh seperti itu tidak baik," katanya.
Kepala Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral (SDAEM) Kabupaten Sleman Sapto Winarno mengatakan penambangan galian golongan C di pekarangan pribadi tetap dilarang dan tidak diberi izin.
"Penambangan di pekarangan pribadi tetap dilarang, karena ini terkait dengan izin penambangan. Namun semua kewenangan penambangan ini ada di tingkat Provinsi DIY, kami hanya sebagai pengawas di lapangan. Jika ada penambangan liar, kami melaporkan ke provinsi, dan provinsi yang berwenang melakukan penindakan," katanya./f
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016