Ustadz Walad Haderawi dalam tausiyahnya di Masjid Al Falah Komplek Bumi Pemurus Permai Banjarmasin Selatan secara umum dan singkat menguraikan pengertian "hijab" atau tertutup.

"Dalam hubungan perilaku amal ibadah seseorang pada dasar hijab terbagi dua. Keduanya itu bisa menimbulkan kesan negatif," ujar Ustadz Walad sesudah Shalat Subuh Senin.

Sebagai contoh seseorang yang memandang diri baik, dan hal tersebut merasa atas kebaikan dirinya, bukan karena Allah, berarti orang itu terhijab dengan Allah.

Seseorang yang merasa dirinya baik bukan karena Allah, tapi atas diri sendiri, menurut ustadz Walad dengan mengutip *Kalam Hikmah " Ibnu Athaillah, orang tersebut mudah terperangkap atau mengikuti bisikan iblis.

Ibnu Athaillah itu tepatnya Syekh Ibnu Atha'illah atau Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari, seorang tokoh "Tarekat Syadziliyah" salah satu tarekat sufi terkemuka di dunia dan di Indonesia, kelahiran1260, Aleksandria Mesir Tahun 1260 Hijrah dan menggal dunia di Mesir Tahun 1309 H.

Namun lanjut ustadz Walad, pengertian hijab kedua yaitu terdingin kepada Allah seperti penyakit 'wujub' yang bisa menimbulkan riia. Sementara penyakit ria adalah syirik tersamar.

"Jadi kedua jenis hijab tersebut dapat menimbulkan dampak negatif manakala tidak pandai menempatkan," tegas ustadz yang mengisi pengajian rutin di Masjid Al Falah itu tiap Subuh Senin (jika tidak berhalangan).

Ustadz Walad mengilustrasikan contoh terhijab kepada Allah atas perbuatan dirinya yaitu ceritera Nabi Yunus alaihi salam (as) yang dimakan ikan Nun tanpa dosa.

"Akhirnya Nabi Yunus sadar dan bertasbih dengan meminta ampun kepada Allah dan mengakui dirinya zalim, kemudian terselamatkan dari dalam perut ikan Nun," kutipnya.
Ustadz Walad Haderawi saat tausiyah di Masjid Al Falah Komplek Bumi Pemurus Permai Banjarmasin Selatan, sesudah Shalat Subuh Senin (7/8/23). (ANTARA/Syamsuddin Hasan)

Contoh lain dalam cerita Lukmanul Hakim bersama anaknya dengan seekor keledai yang terus menerus mendapat kritikan orang, karena perilaku bersandar pada diri pribadi sendiri dan orang lain, bukan kepada Allah.

Pasalnya kalau setiap perilaku yang bersandarkan kepada Allah atau hanya pada diri sendiri dan pandangan orang lain, maka tak akan lepas dari kritikan orang.

"Tapi janganlah memandang atau menganggap kritikan itu jelek dan membuat putus asa seperti halnya Nabi Yunus yang sempat berputus asa dalam berda'wah. Jadikanlah kritikan tersebut sebagai motivasi untuk berbuat lebih baik lagi," demikian Ustadz Walad.

 

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023