Dolar AS merosot ke level terendah dua bulan pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena putaran lain data ekonomi yang lemah memperkuat taruhan investor bahwa Federal Reserve hampir selesai dengan siklus pengetatan bahkan ketika bank sentral lain masih menaikkan suku bunga guna mengatasi inflasi yang masih tinggi.
Sterling naik ke level tertinggi 10 bulan baru terhadap dolar, sementara euro mencapai level tertinggi sejak Februari.
Data yang menunjukkan lowongan pekerjaan AS pada Februari turun ke level terendah dalam hampir dua tahun, dan berlanjutnya penurunan pesanan pabrik, melemahkan dolar karena angka-angka tersebut menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga mungkin akan segera berakhir.
Lowongan pekerjaan, ukuran permintaan tenaga kerja, turun 632.000 menjadi 9,9 juta pada Februari, terendah sejak Mei 2021, menurut Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja bulanan atau laporan JOLTS.
"Pemicu utamanya adalah data JOLTS, yang mulai mengarah ke moderasi pasar tenaga kerja. Jadi kami memiliki tekanan lebih rendah dalam dolar dan kami juga melihat imbal hasil," kata Vassili Serebriakov, ahli strategi valas di UBS di New York, dikutip dari Reuters.
"Pertanyaannya adalah: Apakah dolar lebih dirugikan oleh imbal hasil yang lebih rendah atau lebih terbantu oleh ekuitas yang lebih lemah dalam jenis lingkungan risk-off? Sepertinya imbal hasil memiliki dampak yang lebih besar."
Pada Selasa (4/4/2023), imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang cenderung mencerminkan ekspektasi suku bunga, turun 12 basis poin (bps) menjadi 3,86 persen. Untuk Maret, imbal hasil dua tahun anjlok hampir 74 basis poin, penurunan bulanan terburuk sejak Januari 2008 di tengah krisis keuangan global.
Pesanan pabrik AS juga turun untuk bulan kedua berturut-turut, jatuh 0,7 persen pada Februari setelah merosot 2,1 persen pada Januari.
Dalam perdagangan sore, indeks dolar turun ke level terendah dua bulan di 101,45 dan terakhir turun 0,4 persen di 101,58.
"Kami memiliki banyak data untuk dicerna pada minggu ini yang akan menunjukkan bahwa ekonomi AS cukup tangguh untuk menahan mentalitas kenaikan suku bunga Fed yang sedang berlangsung atau jika pasar akan mendapatkan terobosan," kata Juan Perez, direktur perdagangan di Monex USA di Washington.
"Tambahan data yang buruk ke krisis perbankan, ditambah kenaikan biaya pasokan minyak, dan Anda mungkin mendapatkan peluang yang lebih menguntungkan untuk penurunan suku bunga tahun depan."
Pada Selasa (4/4/2023), pasar berjangka menilai peluang kenaikan suku bunga 25 basis poin pada Mei, dengan peluang lainnya condong ke arah jeda dari Fed. Pada Senin (3/4/2023), kemungkinan kenaikan 25 basis poin bulan depan lebih dari 65 persen.
Pasar suku bunga juga memperkirakan pemotongan Fed pada akhir Desember.
Sterling naik menjadi 1,2525 dolar, tertinggi sejak Juni 2022, setelah menembus level resistensi yang signifikan. Pound terakhir berpindah tangan pada 1,2497 dolar, naik 0,7 persen.
Euro mencapai 1,0973 dolar, tertinggi dalam dua bulan. Euro terakhir naik 0,4 persen pada 1,0951 dolar, dengan para pedagang yakin bahwa Bank Sentral Eropa memiliki lebih banyak kenaikan suku bunga yang akan datang.
"Kami memiliki pandangan untuk beberapa waktu bahwa dolar telah mencapai puncaknya dan kami bertahan dengan itu. Kami memiliki perkiraan 1,15 dolar untuk euro terhadap dolar di paruh kedua," kata Serebriakov dari UBS.
Bank sentral Australia (RBA), seperti yang diharapkan, mempertahankan suku bunga tidak berubah di 3,6 persen, mematahkan 10 kenaikan berturut-turut karena pembuat kebijakan mengatakan waktu tambahan diperlukanuntuk "menilai dampak kenaikan suku bunga hingga saat ini dan prospek ekonomi".
Dolar Australia terakhir turun 0,6 persen pada 0,6743 dolar AS. Di tempat lain, dolar turun 0,6 persen terhadap yen Jepang menjadi 131,635.
Baca juga: Dolar jatuh di awal sesi Asia karena data AS lesu, Aussie stabil
Baca juga: Dolar jatuh karena data ekonomi AS lemah, dampak kebijakan OPEC+ pudar
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023