Pencabulan dan perselingkuhan mendominasi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kalimantan Selatan, kata Yurliani dari Lembaga Bantuan Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Selasa.
"Dari 32 kasus KDRT yang ditangani LBH selama 2009 kebanyakan adalah kasus perselingkungan, poligami dan pencabulan terhadap anak-anak dibawah umur dan balita," katanya.
Khusus untuk pencabulan terjadi karena semakin mudahnya anak-anak mengakses internet dan situs-situs porno yang sebagian juga akibat pengaruh situs jejaring sosial "facebook".
Bahkan karena pengaruh situs porno beberapa waktu lalu di daerah Sungai Tabuk Kabupaten Banjar terjadi pemerkosaan terhadap anak berusia lima tahun karena pelaku mengaku terangsang setelah melihat gambar porno.
"Untuk itu diharapkan keluarga memberikan pengawasan penuh dan selalu waspada menjaga anak-anak gadis karena tidak sedikit kasus balita yang diperkosa tetangga sendiri saat kewarung," katanya.
Sedangkan kasus perselingkuhan, kata dia, salah satunya disebabkan karena ekonomi yang lebih mapan atau lebih baik.
Persoalan KDRT lainnya, kata dia, selain ekonomi mapan, ekonomi rumah tangga yang kurang juga memicu terjadi KDRT karena suami tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga.
"Kondisi tersebut juga menyebabkan terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian," katanya.
Kasus KDRT yang ditangani LBH setiap tahun terus terjadi peningkatan dari sebelumnya hanya 22 kasus kini menjadi 32 kasus.
Pernyataan sama disampaikan Kanit PPADIT Ditreskrim Polda Kalsel Iptu Amalia A Fifi yang mengatakan setiap bulan Polda Kalsel mendapatkan pengaduan rata-rata 50 kasus KDRT.
Dari jumlah tersebut, kata dia, sebagian besar adalah kekerasan dalam rumah tangga yang dialami istri antara lain disebabkan karena faktor ekonomi.
"Dari 50 kasus 35 diantaranya adalah kekerasan terhadap istri dan sisanya adalah KDRT terhadap anak-anak," katanya.
Khusus kekerasan terhadap suami istri sebagian besar bisa diselesaikan melalui mediasi dan akhirnya kasus tersebut bisa diselesaikan secara damai tanpa menimbulkan perceraian.
Untuk kekerasan terhadap anak, kata dia, yang sebagian besar adalah tindakan pencabulan dan pemerkosaan tidak bisa dimaafkan dan harus diproses hingga kepersidangan.
"Itu sudah menjadi komitmen bersama antara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, kasus KDRT terhadap anak-anak harus diselesaikan melalui jalur hukum," katanya.
Seluruh masyarakat yang menjadi korban KDRT tidak segan-segan melapor ke Polda maupun keaparat hukum terkait sehingga bisa dibantu dicarikan jalan keluar.
Amalia yakin jumlah kasus jauh lebih banyak karena sebagian besar masyarakat masih enggan melapor.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2010
"Dari 32 kasus KDRT yang ditangani LBH selama 2009 kebanyakan adalah kasus perselingkungan, poligami dan pencabulan terhadap anak-anak dibawah umur dan balita," katanya.
Khusus untuk pencabulan terjadi karena semakin mudahnya anak-anak mengakses internet dan situs-situs porno yang sebagian juga akibat pengaruh situs jejaring sosial "facebook".
Bahkan karena pengaruh situs porno beberapa waktu lalu di daerah Sungai Tabuk Kabupaten Banjar terjadi pemerkosaan terhadap anak berusia lima tahun karena pelaku mengaku terangsang setelah melihat gambar porno.
"Untuk itu diharapkan keluarga memberikan pengawasan penuh dan selalu waspada menjaga anak-anak gadis karena tidak sedikit kasus balita yang diperkosa tetangga sendiri saat kewarung," katanya.
Sedangkan kasus perselingkuhan, kata dia, salah satunya disebabkan karena ekonomi yang lebih mapan atau lebih baik.
Persoalan KDRT lainnya, kata dia, selain ekonomi mapan, ekonomi rumah tangga yang kurang juga memicu terjadi KDRT karena suami tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga.
"Kondisi tersebut juga menyebabkan terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian," katanya.
Kasus KDRT yang ditangani LBH setiap tahun terus terjadi peningkatan dari sebelumnya hanya 22 kasus kini menjadi 32 kasus.
Pernyataan sama disampaikan Kanit PPADIT Ditreskrim Polda Kalsel Iptu Amalia A Fifi yang mengatakan setiap bulan Polda Kalsel mendapatkan pengaduan rata-rata 50 kasus KDRT.
Dari jumlah tersebut, kata dia, sebagian besar adalah kekerasan dalam rumah tangga yang dialami istri antara lain disebabkan karena faktor ekonomi.
"Dari 50 kasus 35 diantaranya adalah kekerasan terhadap istri dan sisanya adalah KDRT terhadap anak-anak," katanya.
Khusus kekerasan terhadap suami istri sebagian besar bisa diselesaikan melalui mediasi dan akhirnya kasus tersebut bisa diselesaikan secara damai tanpa menimbulkan perceraian.
Untuk kekerasan terhadap anak, kata dia, yang sebagian besar adalah tindakan pencabulan dan pemerkosaan tidak bisa dimaafkan dan harus diproses hingga kepersidangan.
"Itu sudah menjadi komitmen bersama antara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, kasus KDRT terhadap anak-anak harus diselesaikan melalui jalur hukum," katanya.
Seluruh masyarakat yang menjadi korban KDRT tidak segan-segan melapor ke Polda maupun keaparat hukum terkait sehingga bisa dibantu dicarikan jalan keluar.
Amalia yakin jumlah kasus jauh lebih banyak karena sebagian besar masyarakat masih enggan melapor.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2010