Kotabaru (Antaranews Kalsel) - Industri bahan baku baja "sponge iron" PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO), di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, mengharapkan pemerintah menjamin barang jadi dari luar tidak masuk ke Indonesia.
Manajer Operasional PT Sebuku Iron Lateritic Ores, Henry Yulianto, di Kotabaru, Selasa mengatakan, selain memproteksi barang jadi tidak masuk ke Indonesia, pemerintah juga bisa memproteksi perusahaan baja dalam negeri tidak lagi mengimpor bahan baku atau sponge iron, sepeti kondisi saat ini.
"Akhir-akhir ini pasar konsentrat luar negeri sepi, dan harganya merosot hingga hanya sekitar 10 dolar per ton. Makanya kita tidak lagi bisa ekspor seperti dulu, dan akibatnya perusahaan terpaksa merumahkan sebagian besar karyawanya," katanya.
Melihat kondisi tersebut, lanjut dia, perusahaan tidak bisa tiggal diam dan harus mempercepat pembangunan industri pengolahan dari konsentrat menjadi besi spons (sponge iron).
Semula, kata Henry, PT SILO menyiapkan investasi pembangunan industri konsentrat hingga spnge iron sebesar 340 juta dolar, namun dalam perjalananya di mana kondisi pasar kosentrat di luar negeri lesu, maka ada kebijakan baru.
Melihat kondisi tersebut, perusahaan mengurangi dana investasi dari 340 juta dolar menjadi 170 juta dolar, sambil menunggu kondisi pasar membaik.
Saat ini, perusahaan tengah menyiapkan pondasi industri sponge iron yang merupakan lanjutan dari pembangunan konsentrat yang sudah ada.
"Apabila barangnya datang dan akan langsung dipasang, maka kita hanya perlu waktu sekitar 4 bulan - 5 bulan saja, kita sudah bisa produksi sponge iron," tuturnya.
Seiring dengan kebijakan pemerintah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), dimana barang luar negeri bebas masuk ke Indonesia atau sebaliknya, maka pemerintah harus bisa memberikan perlindungan untuk produksi sponge iron dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Saat ini, industri baja di Indonesia masih mengimpor sponge iron yang menjadi bahan baku baja berasal dari luar negeri.
Apabila PT SILO telah berhasil membangun industri spong iron, maka kebutuhan bahan baku PT Krakatau Steel bisa dicukupi, dan tidak perlu mengimpor dari luar negeri.
"Oleh karenanya, diperlukan proteksi pemerintah agar barang luar negeri, yang berupa barang jadi atau berupa sponge iron tidak boleh masuk ke Indonesia," tandasnya.
Manakala barang jadi (baja) luar negeri masuk, maka industri dalam negeri akan tidak bisa bertahan dan akan mati. Perusahaan sebesar apapun sekelas PT Krakatau Steel-pun bisa mati.
Henry optimistis, industri sponge iron yang dibangun dengan kapaistas sekitar 2 juta - 3 juta ton per tahun mampu menutupi kebutuhan industri baja dalam negeri, hanya perlu kemauan politik atau "political will" pemeritah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
Manajer Operasional PT Sebuku Iron Lateritic Ores, Henry Yulianto, di Kotabaru, Selasa mengatakan, selain memproteksi barang jadi tidak masuk ke Indonesia, pemerintah juga bisa memproteksi perusahaan baja dalam negeri tidak lagi mengimpor bahan baku atau sponge iron, sepeti kondisi saat ini.
"Akhir-akhir ini pasar konsentrat luar negeri sepi, dan harganya merosot hingga hanya sekitar 10 dolar per ton. Makanya kita tidak lagi bisa ekspor seperti dulu, dan akibatnya perusahaan terpaksa merumahkan sebagian besar karyawanya," katanya.
Melihat kondisi tersebut, lanjut dia, perusahaan tidak bisa tiggal diam dan harus mempercepat pembangunan industri pengolahan dari konsentrat menjadi besi spons (sponge iron).
Semula, kata Henry, PT SILO menyiapkan investasi pembangunan industri konsentrat hingga spnge iron sebesar 340 juta dolar, namun dalam perjalananya di mana kondisi pasar kosentrat di luar negeri lesu, maka ada kebijakan baru.
Melihat kondisi tersebut, perusahaan mengurangi dana investasi dari 340 juta dolar menjadi 170 juta dolar, sambil menunggu kondisi pasar membaik.
Saat ini, perusahaan tengah menyiapkan pondasi industri sponge iron yang merupakan lanjutan dari pembangunan konsentrat yang sudah ada.
"Apabila barangnya datang dan akan langsung dipasang, maka kita hanya perlu waktu sekitar 4 bulan - 5 bulan saja, kita sudah bisa produksi sponge iron," tuturnya.
Seiring dengan kebijakan pemerintah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), dimana barang luar negeri bebas masuk ke Indonesia atau sebaliknya, maka pemerintah harus bisa memberikan perlindungan untuk produksi sponge iron dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Saat ini, industri baja di Indonesia masih mengimpor sponge iron yang menjadi bahan baku baja berasal dari luar negeri.
Apabila PT SILO telah berhasil membangun industri spong iron, maka kebutuhan bahan baku PT Krakatau Steel bisa dicukupi, dan tidak perlu mengimpor dari luar negeri.
"Oleh karenanya, diperlukan proteksi pemerintah agar barang luar negeri, yang berupa barang jadi atau berupa sponge iron tidak boleh masuk ke Indonesia," tandasnya.
Manakala barang jadi (baja) luar negeri masuk, maka industri dalam negeri akan tidak bisa bertahan dan akan mati. Perusahaan sebesar apapun sekelas PT Krakatau Steel-pun bisa mati.
Henry optimistis, industri sponge iron yang dibangun dengan kapaistas sekitar 2 juta - 3 juta ton per tahun mampu menutupi kebutuhan industri baja dalam negeri, hanya perlu kemauan politik atau "political will" pemeritah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016