Kotabaru, (AntaranewsKalsel) - Kapal perintis milik perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) Sabuk Nusantara 55 segera dioperasikan untuk melayani transportasi antar pulau bagi masyarakat di Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.


Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kotabaru, Sadeli M, di Kotabaru, Minggu mengatakan, mulai beroperasinya kapal Sabuk Nusantara 55 milik PT. Pelni tersebut tinggal menunggu kesiapan pihak Pelni.

"Pada dasarnya tinggal menunggu kesiapan PT. Pelni saja, kapan kapal perintis tersebut mulai dioperasikan, karena secara simbolis pengoperasian perdana kapal perintis tersebut telah dilakukan di Ambon dan Makassar," terangnya.

Dikatakan, kapal perintis Sabuk Nusantara 55 memiliki kapasitas 750 Dead weight tonnage (DWT) dengan daya angkut penumpang sekitar 280 orang dan barang.

Kapal tersebut menggantikan kapal perintis KM Delta Sembada milik perusahaan pelayaran swasta yang sebelumnya memenagkan kontrak untuk melakukan pelayaran di kepulauan Kotabaru, Tanah Bumbu dan Sulawesi Barat.

Dalam operasinya, kapal perintis KM Delta Sembada dikontrak per tahun yang dimulai setiap awal tahun dan berakhir setiap akhir tahun anggaran, dengan rute pelayaran yang telah ditentukan oleh Kementerian perhubungan.

Sudah menjadi kebiasaan, setiap awal tahun masyarakat di kepulauan di Kotabaru resah, karena kapal perintis yang dikontrak pemerintah tersebut habis masa kontraknya, sehingga menunggu kontrak yang baru sekitar Februari/Maret.

Namun dengan dioperasikannya kapal Sabuk Nusantara 55 milik perusahaan pelayaran `pelat merah` PT. Pelni, masyarakat di kepulauan Kotabaru dan sekitarnya tidak lagi resah.

Karena kapal tersebut akan melakukan pelayaran dan melayani masyarakat Kotabaru dan sekitarnya secara rutin dan terus menerus.

Sebelumnya, Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri Pulau Sembilan, Palawagau, sekitar pertengahan Desember 2016 kapal perintis sudah tidak beroperasi lagi, karena habis kontrak.

Akibat tidak ada transportasi kapal perintis tersebut, stok sembako yang ada di pulau tersebut kini mulai habis, sementara masyarakat mulai kesulitan untuk mendapatkan bahan makanan.

"Kami tidak bisa membeli barang dari Kotabaru, karena tidak ada kapal, apabila ada kapal atau speedboat calteran biayanya cukup mahal, kisaran Rp3 juta-an," ujar Palawagau.

Bahkan, dewan guru atau warga Pulau Sembilan yang ada urusan penting dan haruis ke Kotabaru, terpaksa harus mencalter menggunakan perahu nelayan, dengan biaya cukup tinggi.

"Sebenarnya, kami sangat khawatir atas keselamatan kami sendiri, karena perahu yang dicalter itu kecil, dan saat ini sedang musim barat (dimana terjadi gelombang tinggi)," terangnya.

Menurut Palawagau, kejadian seperti setiap tahun terjadi, khususnya pada akhir Desember hingga Januari.

Sementara itu, pihak PT. Pelni hingga saat ini belum berhasil dikonfirmasi.

Pewarta: Imam Hanafi

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016