Saham-saham Asia menguat pada perdagangan Rabu pagi, dengan saham teknologi terutama mendapat dorongan setelah sesi yang kuat di Wall Street, sementara imbal hasil obligasi pemerintah AS bertahan di dekat tertinggi multi-tahun menjelang data inflasi yang diawasi ketat minggu ini.
Investor di seluruh kelas aset mencurahkan pemikiran yang cukup besar untuk kecepatan dan waktu kenaikan suku bunga oleh bank-bank sentral di seluruh dunia.
Kecuali kejutan besar, indeks harga konsumen akan memperkuat ekspektasi Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga bulan depan, dengan angka yang kuat menawarkan dukungan lebih lanjut kepada mereka yang memperkirakan kenaikan lebih besar 50 basis poin.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang naik 1,0 persen ke level tertinggi dalam dua minggu, dibantu oleh kenaikan 3,0 persen pada saham teknologi yang tercatat di Hong Kong. Sementara itu, indeks Nikkei Jepang menguat 0,9 persen.
Ketiga indeks utama Wall Street ditutup lebih tinggi dengan saham teknologi termasuk Apple Inc dan Microsoft Corp melonjak, seperti halnya saham bank yang didukung oleh prospek suku bunga AS yang lebih tinggi.
Meskipun demikian, indek Komposit Nasdaq masih turun 9,2 persen tahun ini setelah Januari yang brutal.
Manishi Raychaudhuri, ahli strategi ekuitas Asia-Pasifik di BNP Paribas, mengatakan volatilitas pasar masih ada karena investor mencoba mencari tahu seberapa sering, seberapa jauh dan seberapa cepat bank sentral akan menaikkan suku bunga.
"Tema menyeluruh untuk pasar adalah kebijakan moneter bank sentral," katanya. "Saya pikir volatilitas akan terus berlanjut dan mungkin akan meningkat ... tetapi dalam jangka panjang neraca perusahaan, khususnya di pasar negara berkembang Asia terlihat jauh lebih baik daripada sebelumnya," katanya.
Di tempat lain di Asia Pasifik, kenaikan saham teknologi membantu KOSPI Korea menguat 0,8 persen dan Commonwealth Bank of Australia, bank terbesar di Australia melonjak 5,0 persen setelah mengumumkan pembelian kembali saham senilai 2 miliar dolar Australia.
Keuntungan di saham keuangan dan teknologi Hong Kong mengangkat indeks Hang Seng naik 2,0 persen, tidak terpengaruh oleh pembatasan yang lebih ketat untuk memerangi gelombang baru COVID-19.
Namun, fokus pada angka inflasi AS yang akan dirilis Kamis (10/2/2022) kemungkinan akan membatasi kenaikan lebih lanjut.
"Meskipun kita duduk di Asia, pasar masih menunggu hasil IHK Kamis (10/2/2022) dari AS, jadi mereka duduk di tangan mereka sekarang," kata ahli strategi pasar global JPMorgan Asset Management, Marcella Chow, yang berbasis di Hong Kong.
"Pasar saat ini memperkirakan IHK Januari menjadi 7,3 persen versus 7,0 persen pada Desember, dan jika lebih tinggi dari yang diharapkan, kita dapat melihat imbal hasil 10 tahun naik lebih tinggi dan bahkan mencapai 2,0 persen, dan mendorong rotasi nilai," tambahnya.
Imbal hasil yang lebih tinggi biasanya menyebabkan investor keluar dari apa yang disebut saham pertumbuhan, khususnya saham teknologi beralih ke saham yang dianggap bernilai rendah.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertahan kuat di perdagangan Asia, setelah menyentuh tertinggi multi-tahun sehari sebelumnya seperti halnya imbal hasil di zona euro.
Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 10-tahun adalah 1,9559 persen, setelah mencapai 1,97 persen pada Selasa, tertinggi sejak November 2019, dan imbal hasil obligasi dua tahun di 1,3435 persen, tepat di bawah tertinggi sejak Maret 2020.
Di Asia, imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun naik 1 basis poin menjadi 0,215 persen, tertinggi sejak Januari 2016.
Pasar mata uang cukup sepi, meskipun dolar menyentuh level tertinggi satu bulan terhadap yen, karena kenaikan imbal hasil AS melebihi yang ada di Jepang.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, stabil di 95,536.
Minyak kembali menguat setelah jatuh awal pekan ini karena optimisme seputar pembicaraan dengan Iran, yang mengarah pada kemungkinan kenaikan pasokan.
Minyak mentah berjangka Brent naik 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 91,01 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS berada di 89,47 dolar AS per barel, naik 0,1 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Investor di seluruh kelas aset mencurahkan pemikiran yang cukup besar untuk kecepatan dan waktu kenaikan suku bunga oleh bank-bank sentral di seluruh dunia.
Kecuali kejutan besar, indeks harga konsumen akan memperkuat ekspektasi Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga bulan depan, dengan angka yang kuat menawarkan dukungan lebih lanjut kepada mereka yang memperkirakan kenaikan lebih besar 50 basis poin.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang naik 1,0 persen ke level tertinggi dalam dua minggu, dibantu oleh kenaikan 3,0 persen pada saham teknologi yang tercatat di Hong Kong. Sementara itu, indeks Nikkei Jepang menguat 0,9 persen.
Ketiga indeks utama Wall Street ditutup lebih tinggi dengan saham teknologi termasuk Apple Inc dan Microsoft Corp melonjak, seperti halnya saham bank yang didukung oleh prospek suku bunga AS yang lebih tinggi.
Meskipun demikian, indek Komposit Nasdaq masih turun 9,2 persen tahun ini setelah Januari yang brutal.
Manishi Raychaudhuri, ahli strategi ekuitas Asia-Pasifik di BNP Paribas, mengatakan volatilitas pasar masih ada karena investor mencoba mencari tahu seberapa sering, seberapa jauh dan seberapa cepat bank sentral akan menaikkan suku bunga.
"Tema menyeluruh untuk pasar adalah kebijakan moneter bank sentral," katanya. "Saya pikir volatilitas akan terus berlanjut dan mungkin akan meningkat ... tetapi dalam jangka panjang neraca perusahaan, khususnya di pasar negara berkembang Asia terlihat jauh lebih baik daripada sebelumnya," katanya.
Di tempat lain di Asia Pasifik, kenaikan saham teknologi membantu KOSPI Korea menguat 0,8 persen dan Commonwealth Bank of Australia, bank terbesar di Australia melonjak 5,0 persen setelah mengumumkan pembelian kembali saham senilai 2 miliar dolar Australia.
Keuntungan di saham keuangan dan teknologi Hong Kong mengangkat indeks Hang Seng naik 2,0 persen, tidak terpengaruh oleh pembatasan yang lebih ketat untuk memerangi gelombang baru COVID-19.
Namun, fokus pada angka inflasi AS yang akan dirilis Kamis (10/2/2022) kemungkinan akan membatasi kenaikan lebih lanjut.
"Meskipun kita duduk di Asia, pasar masih menunggu hasil IHK Kamis (10/2/2022) dari AS, jadi mereka duduk di tangan mereka sekarang," kata ahli strategi pasar global JPMorgan Asset Management, Marcella Chow, yang berbasis di Hong Kong.
"Pasar saat ini memperkirakan IHK Januari menjadi 7,3 persen versus 7,0 persen pada Desember, dan jika lebih tinggi dari yang diharapkan, kita dapat melihat imbal hasil 10 tahun naik lebih tinggi dan bahkan mencapai 2,0 persen, dan mendorong rotasi nilai," tambahnya.
Imbal hasil yang lebih tinggi biasanya menyebabkan investor keluar dari apa yang disebut saham pertumbuhan, khususnya saham teknologi beralih ke saham yang dianggap bernilai rendah.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertahan kuat di perdagangan Asia, setelah menyentuh tertinggi multi-tahun sehari sebelumnya seperti halnya imbal hasil di zona euro.
Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 10-tahun adalah 1,9559 persen, setelah mencapai 1,97 persen pada Selasa, tertinggi sejak November 2019, dan imbal hasil obligasi dua tahun di 1,3435 persen, tepat di bawah tertinggi sejak Maret 2020.
Di Asia, imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun naik 1 basis poin menjadi 0,215 persen, tertinggi sejak Januari 2016.
Pasar mata uang cukup sepi, meskipun dolar menyentuh level tertinggi satu bulan terhadap yen, karena kenaikan imbal hasil AS melebihi yang ada di Jepang.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, stabil di 95,536.
Minyak kembali menguat setelah jatuh awal pekan ini karena optimisme seputar pembicaraan dengan Iran, yang mengarah pada kemungkinan kenaikan pasokan.
Minyak mentah berjangka Brent naik 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 91,01 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS berada di 89,47 dolar AS per barel, naik 0,1 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022