Kotabaru,  (AntaranewsKalsel) - Jumlah alat tangkap (bagan) yang tersebar di Perairan Kotabaru, Kalimantan Selatan, beberapa tahun terakhir terus berkurang, karena adanya larangan penebangan pohon mangrove di kawasan hutan cagar alam.


Kepala Desa Sarangtiung, Pulaulaut Utara, Kotabaru, Abdul Mulud, di Sarangtiung, Jumat mengatakan, sejak adanya larangan penebangan kayu bakau di hutan mangrove nelayan kesulitan untuk membangun bagan.

"Karena penebangan kayu bakau di hutan cagar alam, dilarang. Sementara tiang-tiang bagan selama ini menggunakan kayu bakau dan `kayu laut`," ujar Mulud.

Mulud mengaku saat sensus bagan sekitar 2004, jumlah bagan di Sarangtiung dan Gedambaan, sebanyak 715 buah, setelah ada pelarangan penebangan kayu bakau, jumlah tersebut dari tahun ke tahun terus menyusut.

"Bahkan saat ini jumlah bagan hanya sekitar 500 buah. Bagan yang ada saat ini juga banyak menggunakan kayu serdang, bambu dan yang lainnya," katanya.

Menurutnya, lima tahun mendatang jumlah bagan akan semakin berkurang, bahkan mungkin akan punah. Karena biaya pembuatan bagan semakin mahal sementara pendapatan nelayan bagan terus merosot.

Beberapa tahun lalu, pendapatan nelayan bagan masih lumayan baik, rata-rata bisa mendapatkan 40 kg - 50 kg ikan per malam. Sedangkan saat ini hanya 5 kg -10 kg per malam.

"Jumlah tersebut tidak cukup untuk menutupi modal berangkat menangkap ikan, karena modal yang diperlukan saat berangkat melaut sekitar Rp135 ribu, sementara hasilnya minim," paparnya.

Mulud menambahkan, biaya membangun satu bagan minimal Rp35 juta, hal itu dianggap berat bagi nelayan tradisional.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru, H Talib, mengemukakan, nelayan di Desa Sarangtiung merugi sekitar Rp1,4 miliar, setelah 150-200 bagan milik mereka roboh diterjang angin dan gelombang tinggi.

"Peristiwa ini sebenarnya sudah bisa dikategorikan sebagai bencana, karena musibah robohnya ratusan bagan disebabkan oleh alam, yakni angin dan gelombang tinggi," katanya.

Talib menjelaskan, robohnya ratusan bagan milik nelayan di Desa Sarang Tiung dan sekitarnya itu terjadi dalam waktu sepekan terakhir.

"Padahal, musim angin kencang dan gelombang tinggi atau (musim tenggara) ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga Januari 2016," terang dia.

Pewarta: Imam Hanafi

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015